Pemilu 2024
Soal Sistem Pemilu Proporsional Terbuka atau Tertutup, Bamsoet Setuju Indonesia Ikuti Jerman
Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI Bambang Soesatyo atau akrab disapa Bamsoet, berbicara soal sistem proporsional pada Pemilu di 2024.
Penulis:
Naufal Lanten
Editor:
Adi Suhendi
Laporan Reporter Tribunnews.com, Naufal Lanten
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI Bambang Soesatyo atau akrab disapa Bamsoet, berbicara soal sistem proporsional pada Pemilu di 2024.
Seperti diketahui, Mahkamah Konstitusi masih menggelar Sidang Pleno Pengujian Materil Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum terkait sistem proporsional tebuka.
Bamsoet menilai bahwa Indonesia akan lebih baik jika mengikuti sistem Pemilu yang dilaksanakan di Jerman, yakni kombinasi antara sistem proporsional terbuka dan tertutup.
“Yang terbaik menurut saya sih kita kombinasi daripada 2 sistem itu seperti yang berlaku di Jerman,” kata Bamsoet saat ditemui selepas peresmian Gedung Sekretariat Graha PENA 98 di Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (19/2/2023).
Ia menambahkan bahwa wacana sistem proporsional yang kombinasi ini pernah dibahas saat dirinya menjadi ketua DPR RI.
Namun, wacana tersebut tidak dibahas lebih lanjut.
Baca juga: Soal Sistem Pemilu, Mardiono: Mau Proporsional Terbuka Atau Tertutup, PPP Selalu Siap
Di sisi lain, ia melihat bahwa sistem proporsional terbuka atau tertutup memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing.
Dalam sistem proporsional tertutup, kata Bamsoet, memungkinkan para kader yang kurang terlihat untuk bersaing dengan kader lain yang lebih memiliki logistik lebih banyak.
“Dengan sistem tertutup partai harus menyiapkan uang yang besar agar dapat merebut kursi yang banyak,” katanya.
Sementara pada sistem proporsional terbuka, partai politik menyerahkan sepenuhnya perihal pendanaan kepada para kader.
Baca juga: Akan Banyak Anak Muda Kecewa dan Golput Jika Sistem Proporsional Tertutup Diterapkan di Pemilu
Meski demikian, kata dia, memiliki logistik yang besar bukan jaminan bahwa kader tersebut kompeten menjadi pemimpin.
“Tapi tidak menjamin kader-kader yang berdarah-darah selama ini yang memiliki kualitas yang bagus tapi tidak memiliki uang bisa jadi (anggots legislatif),” kata Bamsoet.
Tak Relevan
Pengamat politik Pangi Syarwi Chaniago menilai, aturan mengenai presidensial threshold 20 persen sudah tidak relevan diterapkan dalam pemilihan umum (Pemilu).
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.