Minggu, 24 Agustus 2025

Pilpres 2024

Reaksi Pimpinan Parpol Hingga BEM UI Sikapi Putusan MK, Singgung Drama Korea Sampai Politik Dinasti

Denny Indrayana sebut putusan MK yang mengabulkan kepala daerah yang berusia di bawah 40 tahun boleh maju dalam Pilpres 2024 layaknya drama Korea

Tribunnews/JEPRIMA
Suasana sidang permohonan uji materil Pasal 169 huruf q Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang mengatur batas usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Senin (16/10/2023). Dalam putusannya, MK menyebut kepala daerah berusia 40 tahun atau pernah dan sedang menjadi kepala daerah, meski belum berusia 40 tahun, dapat maju menjadi calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Berikut ini reaksi pimpinan partai politik, tokoh hingga BEM UI terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan gugatan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023.

Dalam putusannya, MK menyebut kepala daerah berusia 40 tahun atau pernah dan sedang menjadi kepala daerah, meski belum berusia 40 tahun, dapat maju menjadi calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).

Baca juga: Drama di Balik Putusan MK Soal Batas Usia Capres-Cawapres, Berubah Saat Anwar Usman Hadiri Rapat

Putusan tersebut menimbulkan polemik, ada yang pro terhadap putusan tersebut dan ada yang kontra.

Termasuk dalam penetapan perkara ini ada empat hakim konstitusi yang memiliki pendapat berbeda atau dissenting opinion.

Berikut Tribunnews.com rangkum sejumlah pendapat publik terkait putusan MK tersebut.

Golkar Hormati Putusan MK

Partai Golkar menghormati putusan MK sebagai lembaga peradilan independen dan bagian integral dari sistem demokrasi Indonesia.

"Hendaknya semua pihak dapat menghargai dan menghormati keputusan MK sebagai bagian dari komitmen bersama untuk menjunjung tinggi demokrasi dan supremasi hukum di Indonesia," kata Wakil Ketua Umum Partai Golkar Nurul Arifin dalam keterangannya Senin (16/10/2023).

Dalam konteks pemilihan presiden dan wakil presiden nanti, menurut Nurul pilihan akhir akan kembali ke masyarakat.

Baca juga: Respons Kaesang soal Gugatan Batas Usia Capres-Cawapres Dikabulkan MK: Tidak Berefek ke Saya

"Partai Golkar mengakui pentingnya mengikuti suara rakyat dan menghormati hasil pemilihan yang mencerminkan kehendak suara mayoritas," ujar anggota Komisi I DPR RI ini.

Lebih lanjut Partai Golkar akan memastikan bahwa semua prosedur hukum yang diperlukan dalam pemilihan presiden dan wakil presiden diikuti dengan benar dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

"Hal ini mencerminkan sikap Golkar yang berkomitmen pada demokrasi dan supremasi hukum, serta menjunjung tinggi keputusan lembaga peradilan yang sah," pungkas Nurul.

Denny Indrayana: Drama Korea

Mantan Wamenkumham, Denny Indrayana mengungkapkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan gugatan dari mahasiswa UNS, Almas Tsaqibbirru yaitu kepala daerah yang berusia di bawah 40 tahun boleh maju dalam Pilpres 2024 layaknya drama Korea.

Argumen Denny ini berlandaskan dari MK yang seolah-olah menolak gugatan soal batas usia capres-cawapres yang lalu berujung mengabulkannya.

Sekilas informasi, gugatan Almas bisa dikatakan memiliki kesamaan dengan gugatan dari Partai Garuda di mana sama-sama meminta MK mengabulkan batas usia capres-cawapres diturunkan menjadi 35 tahun.

Namun, menurut MK, ada perbedaan terkait frasa yang dipilih Almas dan Partai Garuda.

Almas memilih frasa lebih spesifik yaitu 'kepala daerah' sedangkan Partai Garuda memilih frasa 'penyelenggara negara'.

Di sisi lain, MK juga telah menolak gugatan dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang juga meminta agar batas usia capres-cawapres bisa diturunkan menjadi 35 tahun.

"Putusan MK= Drama Korea, seolah menolak ujungnya mengabulkan," tulis Denny dalam akun X (dulu Twitter) pribadinya, @dennyindrayana pada Senin (16/10/2023).

Denny juga menilai putusan ini semakin mempertegas diksi MK sebagai 'Mahkamah Keluarga'.

Selain itu, sambungnya, akronim NKRI juga berubah dari Negara Kesatuan Republik Indonesia menjadi 'Negara Keluarga Republik Indonesia'.

"Bukan hanya MK menjadi Mahkamah Keluarga, NKRI berubah menjadi Negara KELUARGA Republik Indonesia," ujarnya.

Baca juga: BEM UI: Putusan MK Pertontonkan Keeratan Relasi Keluarga dan Langgengkan Politik Dinasti

BEM UI: Langgengkan Politik Dinasti

Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI), Melki Sedek Huang menyatakan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas gugatan batas usia capres-cawapres seakan hendak mempertontonkan kuatnya relasi keluarga dan politik dinasti.

"Hari ini kita malah dipertontonkan dengan putusan yang sangat erat kaitannya dengan relasi keluarga, yang sangat erat kaitannya dengan politik dinasti, dan sangat erat kaitannya dengan inkonstitusional," kata Melki dalam konferensi pers di depan Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (16/10/2023).

Melki berbicara demikian, lantaran Ketua MK Anwar Usman merupakan adik ipar Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan paman dari Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Jokowi.

Terlebih sebelum putusan dibacakan, Gibran digadang maju sebagai cawapres dari Prabowo Subianto.

Sehingga, putusan MK dinilai kental relasi keluarga dan cara untuk memuluskan politik dinasti Jokowi.

Selain itu, Melki menegaskan bahwa putusan soal batas usia capres-cawapres semestinya bukan domain MK sebagai lembaga yudikatif, melainkan ranah dari legislatif selaku pembuat undang-undang.

"Kita mengetahui betul bahwa putusan batas usia harusnya bukan menjadi domain, bukan ranah yudikatif di MK, ia adalah ranah legislatif selaku pembuat undang-undang," terangnya.

Berkenaan dengan ini pula, Melki mewakili sejumlah BEM kampus, mengajak seluruh elemen masyarakat sipil untuk melantangkan gelombang penolakan terhadap putusan MK.

Baca juga: Pengamat soal Putusan MK: Peluang Gibran Jadi Cawapres Prabowo Ada di Tangan Jokowi

Masyarakat sipil diajak untuk ikut dalam konsolidasi dan diskusi yang akan digelar sejumlah BEM kampus di Politeknik negeri Jakarta (PNJ) pada Selasa (17/10/2023) besok.

BEM UI juga menyerukan agar masyarakat sipil menggaungkan penolakan dan memenuhi jalanan dengan demonstrasi sepanjang tanggal 20 Oktober 2023.

Menurut Melki, sudah saatnya masyarakat untuk menyetop berbagai penindasan, kejahatan dan mulai untuk bergerak melawan.

"Kami mengundang seluruh elemen masyarakat sipil untuk menggaungkan penolakan, silakan penuhkan jalanan dengan demonstrasi sepanjang tanggal 20 Oktober 2023," tegas dia.

Diberitakan sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023. 

"Amar putusan mengadili, mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian" kata Ketua MK Anwar Usman dalam ruang sidang MK, Jakarta Senin (16/10/2023).

Hal ini berarti kepala daerah berusia 40 tahun atau pernah dan sedang menjadi kepala daerah, meski belum berusia 40 tahun, dapat maju menjadi calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres)

Dalam pertimbangannya MK melihat batas usia tidak diatur secara tegas dalam UUD 1945. 

MK juga menegaskan, dalam batas penalaran yang wajar, setiap warga negara memiliki hak pilih dan seharusnya juga hak untuk dipilih.

Termasuk hak untuk dipilih dalam pemilu presiden dan wakil presiden. 

“Pandangan demikian ini tidak salah, sesuai logika huku dan tidak bertentangan dengan konstitusi, bahkan juga sejalan dengan pendapat sebagian kalangan yang berkembang di masyarakat,” ujar hakim Guntur Hamzah dalam ruang sidang.

Baca juga: Pengamat soal Putusan MK: Peluang Gibran Jadi Cawapres Prabowo Ada di Tangan Jokowi

Putusan sidang ini segera berlaku mulai dari Pemilu 2024 dan seterusnya.

Gugatan MK soal batas minimal usia capres dan cawapres diajukan oleh beberapa pihak. Pada perkara nomor 29/PUU-XXI/2023 diajukan oleh kader Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Dedek Prayudi, yang meminta batas usia minimum capres-cawapres dikembalikan ke 35 tahun.

Dalam beberapa kesempatan teranyar, partai politik bernomor urut 15 itu kerap hadir dan akrab dalam acara-acara Koalisi Indonesia Maju yang digawangi Partai Gerindra, partai besutan Prabowo.

Pada perkara nomor 51/PUU-XXI/2023 yang diajukan Partai Garuda, "pengalaman sebagai penyelenggara negara" diminta dapat menjadi syarat alternatif selain usia minimum 40 tahun.

Sementara itu, pada perkara nomor 55/PUU-XXI/2023, duo kader Gerindra, yakni Wali Kota Bukittinggi Erman Safar dan Wakil Bupati Lampung Selatan Pandu Kesuma Dewangsa, mengajukan petitum yang sama dengan Partai Garuda.

Selain itu, MK juga akan memutus perkara sejenis pada perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 dengan pemohon Almas Tsaqibbirru, 91/PUU-XXI/2023 dengan pemohon Arkaan Wahyu, 92/PUU-XXI/2023 dengan pemohon Melisa Mylitiachristi Tarandung, serta 105/PUU-XXI/2023 dengan pemohon Soefianto Soetono dan Imam Hermanda.

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan