Senin, 25 Agustus 2025

Anwar Usman Bantah Tidak Setujui Pembentukan MKMK Permanen

Menurut Anwar, terhambatnya pembentukan MKMK permanen bukan karena dia tidak menyetujui usulan. Sebab, hal tersebut perlu melalui RPH

Tribunnews.com/Ibriza Fasti Ifhami
Ketua MK Anwar Usman, jelang sidang pemeriksaan keduanya oleh MKMK terkait laporan dugaan pelanggaran etik dan perilaku hakim, di Gedung MK, Jakarta Pusat, Jumat (3/11/2023). 

Hal itu dikarenakan, kata Zico, banyak pihak yang mempermasalahkan etik dan perilaku hakim konstitusi atas putusan tersebut. 

Sehingga, menurutnya, MKMK harus dibentuk untuk memproses laporan dugaan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim.

"Kedelapan Hakim yang lain itu sudah setuju untuk membentuk MKMK permanen dengan ketuanya adalah Prof Jimly, tapi yang tidak menyetujui adalah Pak ketua MK Anwar Usman," ucap Zico, dalam sidang pemeriksaan pelapor dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi, Jumat (3/11/2023).

Baca juga: MKMK Didesak Segera Pecat Anwar Usman dan Batalkan Putusan yang Muluskan Langkah Gibran

"Sehingga sekalipun sudah diketok palu, sudah disetujui Prof Jimly, Pak Anwar Usman tidak mau mengumumkan MKMK permanen. Alasan karena beliau tidak suka dengan Prof Jimly kah, atau beliau tidak mau diawasi, kan saya tidak tahu," sambungnya.

Terkait pengakuannya itu, Zico mengaku hal tersebut dapat dipertanggungjawabkan karena bersumber dari mantan hakim MK. 

"Ini adalah informasi yang saya dapat dari internal MK, ya saya sudah tulis laporan siapa sumbernya, dan itu tidak melanggar etik karena orangnya sudah tidak di MK," ungkapnya.

Zico kemudian meminta agar MKMK menelusuri lebih dalam terkait informasi tersebut. Ia menilai, hal itu berbahaya karena memungkinkan adanya penghalangan pengawasan terhadap institusi MK.

Sebagai informasi, Sebagai informasi, Mahkamah Konstitusi (MK) resmi melantik tiga orang untuk menjadi anggota Majelis Kehormatan MK (MKMK) Ad Hoc. Di antaranya yaitu Jimly Assiddiqie, Bintan Saragih, dan Wahiduddin Adams. 

MKMK Ad Hoc dibentuk untuk menindaklanjuti sejumlah laporan dugaan pelangharan etik ke MK imbas putusan 90/PUU-XXI/2023.

Putusan tersebut mengatur soal syarat batas minimal usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) 40 tahun dan berpengalaman sebagai kepala daerah.

Namun, putusan tersebut kontroversial. Bahkan, dinilai tidak sah oleh sejumlah pakar, karena adanya dugaan konflik kepentingan antara Ketua MK Anwar Usman dengan keponakannya, yakni putra Presiden Jokowi, Gibran Rakabumingraka (36).

Terkait hal itu, pemohon perkara 90/PUU-XXI/2023, Almas Tsaqqibbiru, merupakan penggemar dari Gibran, yang juga menjabat Wali Kota Solo.

Adapun putusan tersebut diduga memuluskan langkah Gibran maju sebagai calon wakil presiden (cawapres) pendamping Prabowo Subianto di Pilpres 2024 mendatang.

Hingga saat ini MK telah menerima sebanyak 20 laporan terkait dugaan pelanggaran etik dan perilaku hakim. MKMK masih terus memeriksa para pelapor.

Sementara itu, hingga saat ini MKMK telah memeriksa semua hakim terlapor.

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan