56,6 Persen Orang Tua di Indonesia Tidak Pernah Bacakan Buku ke Anaknya
pengasuh dengan pendidikan yang lebih tinggi memberikan permainan yang lebih bervariasi, seperti mainan fisik-motorik, edukatif, dan imajinatif.
Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Studi kuantitatif yang bertujuan untuk mengetahui praktik pengasuhan anak dilakukan Tanoto Foundation bekerja sama dengan School of Parenting.
Temuan dari studi ini dipaparkan oleh tim studi dalam acara Asian Conference on Psychology & the Behavioral Sciences (ACP 2024) ke-14 di Tokyo, Jepang.
Dalam paparan ini tim studi mengemukakan bahwa perbedaan tingkat pendidikan, ekonomi, dan tempat tinggal pengasuh menjadi elemen yang berpengaruh terhadap optimalnya pengasuhan anak.
"Semakin tinggi tingkat pendidikan dan ekonomi orang tua atau pengasuh, cenderung semakin baik pula kualitas pengasuhan terhadap anak," ujar ECED Ecosystem Lead, Tanoto Foundation, Fitriana Herarti, melalui keterangan tertulis, Minggu (7/4/2024).
Studi tersebut menunjukkan pengasuh dengan pendidikan yang lebih tinggi memberikan permainan yang lebih bervariasi, seperti mainan fisik-motorik, edukatif, dan imajinatif.
Selain itu, dapat memberikan kesempatan anak bermain secara konstruktif.
"Sedangkan sebaliknya pengasuh dengan pendidikan dan ekonomi yang lebih rendah memberikan lebih banyak aktivitas fisik seperti berlari, menarik, dan mendorong yang hanya melatih motorik," ucap Fitriana.
Orang tua dengan pendidikan yang lebih tinggi juga memiliki kesadaran yang lebih baik untuk menstimulasi anak dengan membacakan buku.
"Ditemukan bahwa hanya 21,4 persen dari responden yang membacakan kepada anaknya minimal tiga kali seminggu, sedangkan 56,6% orang tua tidak pernah membacakan buku kepada anaknya. Temuan ini juga senada dengan rendahnya tingkat literasi di Indonesia yang juga perlu ditingkatkan,” ungkap Fitriana.
Pemberian materi belajar juga menjadi temuan dari studi ini di mana objek belajar merupakan media penting untuk menunjang proses belajar anak.
Belajar dalam konteks ini adalah kesempatan anak memahami lingkungan sekitar melalui inderanya dan eksplorasi terhadap lingkungan sekitarnya. Jadi bukan belajar dalam sistem pendidikan yang terstruktur, misal di PAUD.
"Ruangan khusus untuk bermain atau belajar, alat belajar, dan mainan sebagian besar dapat diakses oleh responden yang berdomisili di perkotaan, sedangkan tidak lebih dari 29% pengasuh yang tinggal di pedesaan memiliki atau dapat memberikan materi pembelajaran kepada anaknya," ungkap Dhisty Azlia Firnandy dari School of Parenting.
Di luar semua itu, pengetahuan pengasuh menjadi faktor pendukung lain dalam terciptanya pengasuhan yang optimal.
"Dari studi ini kami temukan 44% orang tua kurang memahami pemberian stimulasi sesuai usia anak. Hal ini karena pengetahuan tentang tumbuh kembang dan stimulasi anak yang mereka miliki masih rendah," tutur Dhisty.
| Gus Ipul Tutup Diklat Calon Kepala Sekolah Rakyat: Dorong Aksi Nyata dan Hilirisasi Pendidikan |
|
|---|
| Menteri PPPA Minta Agar Pelaku Anak Demo Ricuh Tetap Dapat Hak Pendidikan |
|
|---|
| Saat Banjir Konten Kemewahan, Duo Kakak Beradik Mischka dan Devon Wujudkan Mimpi Bangun Pendidikan |
|
|---|
| Kunci Jawaban Pendidikan Agama Islam Kelas 9 SMP/MTs Kurikulum Merdeka Hal 245: Masa Daulah Syafawi |
|
|---|
| Mata Siswa SD di Palembang Lebam saat Pulang Sekolah, Orang Tua Laporkan Guru |
|
|---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.