Hasto Kristiyanto dan Kasusnya
Profil Saeful Bahri, Kader PDIP Sekaligus Saksi Kasus Hasto Penuhi Panggilan KPK usai 2 Kali Mangkir
Kader PDIP Saeful Bahri akhirnya memenuhi panggilan KPK sebagai saksi dalam kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan tersangka Hasto.
Penulis:
Rakli Almughni
Editor:
Suci BangunDS
Ia meminta bantuan Agustiani Tio Fridelina, anggota PDIP, untuk melakukan lobi-lobi dengan Wahyu Setiawan, Komisioner KPU.
Melalui Agustiani Tio, dia memberikan tawaran uang senilai Rp 750 Juta, di mana tujuh anggota termasuk ketua KPU RI masing-masing mendapatkan Rp 100 juta dan sisanya Rp 50 juta untuk Tio.
"Angka yang menurut saya masih berada dalam tingkatan yang wajar sebagai hadiah ucapan terima kasih," kata Saeful Bahri, saat membacakan nota pembelaan, dikutip dari Tribunnews.
Pada saat Saeful Bahri menawarkan Rp750 juta, kata dia, Wahyu Setiawan meminta dana Rp 1 Miliar.
Jika dikaitkan perkara ini berdasarkan bukti, saksi dan fakta-fakta persidangan telah diketahui munculnya dana operasional Rp 1 miliar itu, kata Saeful, atas dasar permintaan Wahyu Setiawan.
Baca juga: PDIP Ungkap Alasan Hasto Kristiyanto Bungkam Usai Diperiksa KPK: Tiru Strategi Megawati
Dia mengungkapkan apabila Wahyu Setiawan benar tidak meminta dana operasional, maka tawaran pemberian uang akan langsung ditolak.
"Tapi ini malah langsung dipatok Rp 1 miliar. Patokan harga itulah yang membuktikan KPU memang sudah ada niatan terlebih dahulu, namun tidak disampaikan secara langsung, melainkan melalui bahasa tubuh yang kemudian diterjemahkan secara eksplisit oleh Ibu Tio kepada saya. Jadi pihak KPU-lah yang meminta, bukan kami yang memberi," ujar Saeful.
Saeful menilai, suatu perkara dapat dikatakan suap atau gratifikasi apabila uang itu diberikan karena inisiatif yang berkepentingan itu sendiri dengan tujuan agar kepentingannya bisa dilaksanakan atau dipercepat pejabat yang memiliki kewenangan.
Atas dasar itu, selama persidangan berlangsung, dia menilai, perkara itu ini lebih tepat dinyatakan sebagai delik pemerasan oleh Wahyu Setiawan.
Ia menjelaskan, pemerasan terjadi apabila pejabat yang memiliki kewenangan yang meminta imbalan terlebih dahulu kepada pihak yang berkepentingan, jika ingin kepentingannya dipenuhi sebagaimana yang dijelaskan dalam Pasal 23e Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.
"Sejak awal DPP PDIP konsisten menempuh langkah-langkah hukum dalam rangka memperjuangkan pelaksanaan putusan MA. Jika terjadi penyimpangan yang berujung perkara ini, hal itu dikarenakan ada permintaan uang terlebih dahulu dari pihak KPU kepada saya," tambahnya.
(Tribunnews.com/Rakli/Ilham Rian Pratama/Glery Lazuardi) (Kompas.com/Syakirun Ni'am)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.