Pengamat Sebut Penyusunan Regulasi Keamanan Siber Harus Dipercepat, Ini Alasannya
Regulasi keamanan siber nasional perlu untuk memperkuat ketahanan digital di tengah ancaman serangan siber terhadap sektor pemerintahan,
Ringkasan Berita:
- Ekosistem digital Indonesia berkembang sangat cepat sementara landasan hukum masih terbatas.
- Secara global, serangan siber tumbuh lebih dari 20 persen setiap tahun, dan Indonesia berada di posisi tertinggi di Asia Tenggara.
- Undang-Undang Intelijen Negara sebagai model koordinasi antar-lembaga yang bisa diterapkan dalam sistem keamanan siber.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Pengamat pertahanan dan keamanan siber serta kebijakan publik, Andi Widjajanto mengatakan penyusunan regulasi keamanan siber nasional perlu untuk memperkuat ketahanan digital di tengah ancaman serangan siber terhadap sektor pemerintahan, layanan publik dan infrastruktur strategis harus dipercepat.
Baca juga: Minat Investasi Naik, Ancaman Siber Mengintai: Pengguna Diimbau Tingkatkan Kewaspadaan
Andi mengatakan rancangan Undang-Undang Keamanan dan Ketahanan Siber (RUU KKS) jadi kebutuhan mendesak karena ekosistem digital Indonesia berkembang sangat cepat sementara landasan hukum masih terbatas
“Tanpa regulasi ini, pertahanan siber kita masih lemah dan belum memiliki satu sistem nasional,” ujar Andi Widjajanto, Jumat (20/11/2025).
Menurut Andi, perkembangan ekosistem digital jauh lebih cepat dibanding kesiapan regulasi. Ia menilai RUU KKS seharusnya sudah diproses sejak Lembaga Sandi Negara berubah menjadi Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).
Andi juga menekankan perlunya pembentukan komunitas keamanan siber lintas institusi.
“Di dalamnya ada Kominfo yang sekarang menjadi Komdigi, lembaga negara, institusi ekonomi, dan lainnya,” kata mantan Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional itu.
Baca juga: BSSN Tekankan Peran Vital Keamanan Siber pada Era Digital
Data BSSN mencatat lebih dari 403 juta anomali trafik sepanjang 2024. Secara global, serangan siber tumbuh lebih dari 20 persen setiap tahun, dan Indonesia berada di posisi tertinggi di Asia Tenggara.
“Ini sebenarnya sudah terlambat, mungkin sejak 2019. Sekarang prosesnya harus dipercepat agar hasilnya benar-benar baik,” ujarnya lagi.
Ia mencontohkan Undang-Undang Intelijen Negara sebagai model koordinasi antar-lembaga yang bisa diterapkan dalam sistem keamanan siber.
“RUU KKS hadir untuk menyatukan, bukan menggantikan. Kita harus memastikan ruang digital tetap aman dan tangguh,” tegasnya.
RUU KKS saat ini masih dalam tahap finalisasi di Kementerian Hukum dan HAM serta Setneg. Setelah itu, pemerintah menunggu penerbitan Surat Presiden untuk menunjuk kementerian teknis yang akan membahasnya bersama DPR.
Ketua Badan Legislasi DPR RI, Bob Hasan, menyampaikan pandangan senada.
“Keamanan siber bukan lagi hanya persoalan teknis, tapi menyangkut kedaulatan negara, stabilitas ekonomi, dan keberlanjutan layanan publik,” ujarnya saat menghadiri acara TTIS dan CIEF.
Menurutnya, RUU KKS memberikan kerangka hukum komprehensif, mulai dari penanganan insiden siber, cyber resilience, penguatan Infrastruktur Informasi Kritikal, hingga kolaborasi lintas sektor dan peningkatan kapasitas SDM.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.