Kamis, 28 Agustus 2025

Hasto Kristiyanto dan Kasusnya

PDIP Tarik Kader dari Acara Retret Kepala Daerah di Magelang, Pengamat: Memulai Tradisi Oposisi

Benedictus Danang Setianto, dosen Ilmu Hukum Universitas Soegijapranata, Semarang menilai langkah PDIP bisa menjadi awal tradisi baru demokrasi

Editor: Erik S
Tribunnews.com/Fransiskus Adhiyuda
Ilustrasi BOIKOT RETRET - Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP), Megawati Soekarnoputri, menginstruksikan seluruh kepala daerah dan wakil kepala daerah terpilih dari PDIP agar menunda mengikuti retret di Akademi Militer (Akmil) Magelang, Jawa Tengah pada 21-28 Februari 2025. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penahanan Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto, memicu respons tegas dari partainya.

PDIP menarik seluruh kadernya yang menjabat sebagai kepala daerah dari retret yang diselenggarakan oleh pemerintah.

Keputusan ini menuai pro dan kontra di berbagai kalangan.

Baca juga: Reaksi Maruarar Sirait soal Hasto Tantang KPK Periksa Keluarga Jokowi: Jangan Ada Intervensi

Pihak yang menentang keputusan tersebut menilai bahwa kepala daerah dipilih oleh rakyat dan seharusnya lebih mengutamakan kepentingan rakyat daripada instruksi partai.

Apalagi, dalam beberapa kasus, kepala daerah terpilih melalui koalisi partai politik, sehingga tindakan boikot terhadap Retret dianggap mencederai amanat rakyat.

Namun, di sisi lain, PDIP menegaskan bahwa keputusan ini merupakan bentuk kritik terhadap jalannya pemerintahan yang dinilai menyimpang dari kaidah etika dan moral politik.

PDIP juga menegaskan bahwa pihaknya selalu mendukung proses hukum bagi kader yang terbukti melakukan korupsi dan merugikan negara.

Namun, PDIP, dalam kasus Hasto Kristiyanto, merasa melihat adanya unsur pembungkaman politik melalui jalur hukum, sehingga langkah politik dengan menarik kader dari Retret dianggap sebagai respons yang sepadan.

Benedictus Danang Setianto, dosen Ilmu Hukum Universitas Soegijapranata, Semarang, sekaligus pendiri Jateng Corruption Watch, menilai bahwa langkah PDIP ini bisa menjadi awal tradisi baru dalam demokrasi Indonesia.

“Tindakan ini akan memulai tradisi baru dalam proses demokrasi, yaitu oposisi yang secara sistematis dan terstruktur mengkritisi kebijakan pemerintah. Ini bisa menjadi langkah awal menuju pembentukan shadow government atau pemerintahan bayangan yang secara khusus mengawasi kebijakan pemerintah,”  ujar Benedictus, Jumat (21/2/2025).

Ia menambahkan bahwa prinsip check and balance akan semakin terjaga jika ada oposisi yang kuat.

Baca juga: Hasto Kristiyanto Ajukan Penangguhan Penahanan ke KPK, Ronny Talapessy: Kewenangan Penyidik

Pemerintah juga akan lebih berhati-hati dalam menerbitkan kebijakan karena ada pihak yang memiliki informasi setara dan mampu mengusulkan alternatif kebijakan bagi rakyat.

“Pada akhirnya, pemilih akan semakin cerdas dalam menentukan sikap saat Pemilu karena selalu diberikan opsi kebijakan yang berbeda terhadap kondisi sosial ekonomi yang sama,” tambahnya.

Benedictus berharap langkah PDIP bukan sekadar respons reaktif, tetapi menjadi bagian dari strategi politik jangka panjang tanpa kompromi yang melemahkan peran oposisi.

Sebelumnya, Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP), Megawati Soekarnoputri, menginstruksikan seluruh kepala daerah dan wakil kepala daerah terpilih dari PDIP agar menunda mengikuti retret di Akademi Militer (Akmil) Magelang, Jawa Tengah pada 21-28 Februari 2025.

Instruksi tersebut disampaikan Megawati melalui surat bernomor 7294 /IN/DPP//2025 pada Kamis (20/2/2025).

Dalam surat tersebut tertulis, Megawati menegaskan bahwa permintaan penundaan ini berkaitan dengan dinamika politik nasional yang terjadi, terutama setelah Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto, ditahan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

 

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan