Senin, 29 September 2025

Tata Tertib DPR

Tata Tertib Baru DPR yang Bisa Copot Pejabat Negara Digugat ke MA oleh Mahasiswa dan Dosen

Revisi Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib yang memunculkan kontroversi digugat ke Mahkamah Agung.

Dokumentasi untuk Tribun
TATIB DPR - Dosen hukum Universitas Nahdatul Ulama of Indonesia (Unusia) Setya Indra Arifin, mahasiswa fakultas hukum UIN Syarif Hidayatullah, A. Fahrur Rozi, dan didampingi kuasa hukum, Abdul Hakim mengajukan uji materi tatib baru DPR, di Mahkamah Agung, Jakarta, Senin (24/2/2025)/ dokumentasi untuk Tribun 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Revisi Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib yang memunculkan kontroversi karena memberi kewenangan pemberhentian pimpinan KPK, Kapolri, Panglima TNI hingga hakim Mahkamah Konstitusi (MK), digugat ke Mahkamah Agung pada Senin (24/2/2025).

Permohonan uji materi ini digugat ke MA oleh dosen hukum dari Universitas Nahdatul Ulama Jakarta (Unusia) Setya Indra Arifin, dan mahasiswa fakultas hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, A. Fahrur Rozi. 

Uji materi ditujukan pada Pasal 228A ayat (1) dan (2) yang menyoal kewenangan DPR melakukan evaluasi berkala dan rekomendasi yang bersifat mengikat.

Kuasa hukum pemohon, Abdul Hakim mengatakan tatib DPR dalam Pasal tersebut bertentangan dengan Pasal 70 ayat (3), Pasal 185 ayat (1) dan (2), Pasal 234 ayat (2) UU MD3 Nomor 17 Tahun 2014.

Pengujian pasal ini dimaksudkan untuk melihat legalitas apakah objek tersebut bertentangan dengan UU yang lebih tinggi.

"Pengujian ke Mahkamah Agung pengujian legalitas, bukan norma, artinya apakah objek yang diujikan itu bertentangan dengan Undang-Undang yang di atasnya atau tidak" ujar Hakim saat dikonfirmasi Tribunnews.com, Senin.

Hakim menyatakan, secara teori hierarki hukum tatib hanya mengikat internal sebuah lembaga. Sehingga DPR dinilai salah kaprah jika aturan yang semestinya hanya berlaku internal, turut menjangkau ke luar lembaga.

"DPR kalau ngebet ingin punya kewenangan evaluasi tersebut harus diatur dalam undang-undang bukan dalam tatib, kalau ingin ya, bukan berarti boleh," jelasnya.

Kata Hakim, secara teori kewenangan dalam UU MD3 juga tak memberi mandat bagi DPR untuk hal tersebut. Tindakan atribusi sebuah kewenangan lewat aturan internal lembaga seperti tatib dipandang jadi tindakan ultra vires atau melampaui kewenangan.

Kemudian berdasarkan Pasal 70 ayat (3) UU Nomor 17 Tahun 2014, fungsi pengawasan dari DPR yang merupakan fungsi kelembagaan bersifat limitatif, di mana hanya dilaksanakan untuk mengawwsi pelaksanaan undang - undang, APBN, dan kebijakan pemerintah. 

Hakim menegaskan, secara konsep yuridis, fungsi pengawasan tersebut tidak diatribusikan untuk mengawasi lembaga penegak hukum, kekuasaan kehakiman, dan lembaga independen yang dibentuk berdasarkan perintah undang-undang. Apalagi hingga mengevaluasi jabatan sebagaimana bunyi Pasal 228A ayat (1) dan ayat (2).

Menurutnya kewenangan evaluasi lewat tatib baru DPR ini justru dapat mengancam desain kelembagaan  dan sistem tata negara Indonesia.

"Jadi kewenangan evaluasi yang didalilkan berdasarkan fungsi pengawasan DPR adalah alasan yang sesat pikir dan bertentangan dengan desain fungsi pengawasan itu sendiri," jelas dia.

Polemik revisi Tatib DPR

Diberitakan sebelumnya, DPR RI resmi mengesahkan revisi Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib (Tatib) dalam rapat paripurna yang digelar di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (4/2/2025).

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan