Revisi UU TNI
CSIS: Proses Pembahasan RUU TNI Tak Sesuai Standar, DPR dan Pemerintah Ugal-ugalan
Banyaknya versi Daftar Inventaris Masalah (DIM) yang beredar di masyarakat juga membuat publik tidak mendapatkan informasi yang memadai.
Penulis:
Gita Irawan
Editor:
Muhammad Zulfikar
"Sehingga apa yang terjadi? Yang terjadi adalah institusionalisasi kedaruratan. Ini akan juga terjadi dalam Undang-Undang kursial. Undang-Undang yang akan terjadi dalam Undang-Undang krusial, seperti Undang-Undang Polri, juga akan mengalami hal seperti ini apabila kita tidak memahami dengan baik," ungkap Nicky.
Peneliti Departemen Hubungan Internasional CSIS Pieter Pandie menyoroti potensi munculnya ketidakjelasan peran dan tumpang tinggi kewenangan.
Menurut dia, hal itu setidaknya dapat dilihat dalam penambahan peran baru TNI dalam Operasi Militer Selain Perang (OMSP) yaitu siber dan perlindungan WNI serta penyelamatan nasional di luar negeri.
Menurut dia, bila hal tersebut tidak diperjelas maka akan membuka ruang kebingungan dan konflik antar lembaga.
Soal urusan siber misalnya, menurut dia, sejumlah hal yang harus diperjelas adalah soal bentuk konkret peran TNI dalam penanganan ancaman siber, lembaga mana yang akan menangani apa, ancaman siber apa saja yang akan masuk dalam kewenangan TNI, urgensi pelibatan TNI di ruang siber, dan ancaman siber dalam bentuk apa yang sedang dihadapi Indonesia dan memerlukan pelibatan angkatan bersenjata.
Sedangkan soal urusan perlindungan WNI serta penyelamatan nasional di luar negeri, menurut dia, juga perlu diperjelas agar tidak terjadi tumpang tindih antara TNI dan Kementerian Luar Negeri (Kemlu).
"Dalam hal ini, peran TNI justru sifatnya mesti seperti supporting force (kekuatan pendukung), mendukung. Sementara peran utama dalam urusan luar negeri tetap diemban oleh Presiden dan Kemlu seperti norma yang sudah selama ini ada," kata Pieter.
Direktur Eksekutif CSIS Yose Rizal Damuri juga menyoroti dinamika lingkungan strategis dan ancaman semakin kompleks yang juga dijadikan dalih urgensi disahkannya UU TNI.
Menurutnya bila memang terdapat kompleksitas kondisi eksternal yang makin rumit, seharusnya hal yang dilakukan adalah sebaliknya di mana pertahanan menjadi bukan urusan militer semata.
"Sehingga harusnya masyarakat sipil juga bisa masuk ke dalam berbagai kondisi-kondisi atau isu-isu pertahanan. Bukan kebalikannya, kita malah mengundang militerisasi," kata Yose.
Baca juga: Puan: DPR Siap Beri Penjelasan soal Pengesahan RUU TNI, Tak Perlu Curiga atau Khawatir
Kata Ketua DPR
Diberitakan sebelumnya, Ketua DPR RI Puan Maharani, menyatakan proses pembahasan undang-undang ini telah dilaksanakan sesuai dengan prosedur dan mekanisme yang seharusnya, dan memperhatikan masukan dari berbagai pihak.
Hal itu disampaikannya usai Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta pada Kamis (20/3/2025).
"Alhamdulillah baru saja rapat paripurna DPR RI mengesahkan Undang-Undang TNI yang mana dari fokus pembahasannya sudah memenuhi semua asas legalitas yang memang harus dilaksanakan," ucap Ketua DPP PDIP itu.
Dia menambahkan bahwa seluruh proses mulai dari penerimaan surat, mendengarkan partisipasi masyarakat, hingga mendengarkan pihak-pihak yang perlu didengar sudah dijalankan dengan baik.
Ia juga menegaskan bahwa pembahasan RUU TNI dilakukan secara terbuka, dengan DPR dan pemerintah menerima berbagai masukan dari masyarakat, termasuk perwakilan mahasiswa.
Revisi UU TNI
Ketua MK Tegur DPR Sebab Terlambat Menyampaikan Informasi Ahli dalam Sidang Uji Formil UU TNI |
---|
MK Minta Risalah Rapat DPR saat Bahas RUU TNI, Hakim: Kami Ingin Membaca Apa yang Diperdebatkan |
---|
Cerita Mahasiswa UI Penggugat UU TNI: Dicari Babinsa Hingga Medsos Diserang |
---|
Pakar Tegaskan Mahasiswa hingga Ibu Rumah Tangga Punya Legal Standing untuk Gugat UU TNI |
---|
Bivitri Susanti Soroti Tekanan Terhadap Mahasiswa Pemohon Uji Formil UU TNI: Kemunduruan Demokrasi |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.