Korupsi Proyek Fiktif Rp 38,2 Miliar, Eks Direktur PT Jasindo Dituntut 4,5 Tahun Penjara
Jaksa menyebut, kegiatan ini berlangsung selama tiga tahun di beberapa kantor cabang PT Jasindo, mulai dari Jakarta hingga Makassar.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Kasus korupsi kembali mencoreng dunia BUMN. Kali ini, mantan Direktur Operasi Ritel PT Asuransi Jasa Indonesia (PT Jasindo), Sahata Lumban Tobing, resmi dituntut 4 tahun 6 bulan penjara oleh Jaksa Penuntut Umum KPK karena diduga terlibat dalam skandal proyek fiktif yang merugikan negara hingga Rp38,2 miliar.
Skema korupsi tersebut dilakukan secara rapi dan sistematis, dengan melibatkan kerja sama antara Jasindo dan perusahaan rekanan yang sebenarnya tak terdaftar secara resmi dalam regulasi OJK.
Jaksa menyebut, kegiatan ini berlangsung selama tiga tahun di beberapa kantor cabang PT Jasindo, mulai dari Jakarta hingga Makassar.
Terdakwa secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama.
“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Sahata Lumban Tobing dengan pidana 4 tahun dan 6 bulan penjara, dikurangi selama terdakwa ditahan dan denda Rp 250 juta dengan perintah terdakwa tetap ditahan,” kata jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Jumat (11/4/2025).
Baca juga: Kubu Hasto Bakal Ajukan Banding Usai Eksepsi Kasus Harun Masiku Tak Diterima Hakim
Selain itu Jaksa juga menuntut terdakwa Sahata dengan pidana tambahan membayar uang pengganti kepada negara Rp 525 juta.
"Namun, karena terdakwa telah mengembalikan uang sebesar tersebut, maka terdakwa tak lagi dibebani untuk membayar uang pengganti," jelasnya.
Selain Sahata, JPU KPK juga menuntut terdakwa Pemilik PT Mitra Bina Selaras (MBS) Toras Sotarduga Panggabean dengan hal serupa. Bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi, merugikan keuangan negara.
Terdakwa Toras dituntut pidana 3 tahun dan 5 bulan penjara, serta pidana tambahan membayar uang pengganti Rp7,6 miliar.
"Namun karena terdakwa telah mengembalikan uang sebesar tersebut. Sehingga pengembalian uang tersebut diperhitungkan sebagai pengembalian atas harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi. Maka terdakwa tidak lagi dibebani untuk membayar uang pengganti," jelas jaksa.
Baca juga: Kronologis Dokter dan Istri di Pulogadung Jakarta Timur Aniaya ART, Potong Rambut Hingga Sunat Gaji
Meski Sahata telah mengembalikan uang sebesar Rp525 juta, jaksa tetap menuntut hukuman pidana karena kerusakan sistem dan kepercayaan publik yang ditimbulkan sangat besar.
“Keduanya tidak mendukung upaya pemberantasan korupsi. Ini jadi pertimbangan memberatkan,” ujar jaksa.
Namun, sebagai hal yang meringankan, baik Sahata maupun Toras disebut belum pernah dijatuhi hukuman pidana sebelumnya.
Kedua terdakwa dinilai jaksa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama sama sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat 1 KUHP sebagaimana dakwaan alternatif kedua.
Sidang pledoi atau pembelaan dari para terdakwa akan digelar pada Kamis, 17 April 2025.
Dugaan Korupsi Bansos, Kuasa Hukum Nilai Penetapan Tersangka Bambang Rudijanto Tak Sesuai Aturan |
![]() |
---|
Sosok Isbandi Ardiwinata Mahmud, Dirut PT SBM yang Jadi Tersangka Dugaan Korupsi untuk Bayar Utang |
![]() |
---|
BEM-PTNU Minta KPK Segera Umumkan Tersangka Kasus Korupsi Kuota Haji untuk Cegah Penggiringan Opini |
![]() |
---|
Tips Ustaz Khalid Basalamah Berlindung dari Fitnah Usai Kembalikan Uang ke KPK |
![]() |
---|
Wasekjen PDIP Adhi Dharmo Tak Penuhi Panggilan KPK dalam Kasus Korupsi Rel Kereta Api |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.