DPR RI Tegaskan Solo Tak Bisa Jadi Daerah Istimewa: Hanya Provinsi yang Memiliki Status Tersebut
Kemendagri harus berhati-hati, karena jika satu daerah disetujui, bisa memicu daerah lain untuk mengajukan permohonan yang sama dengan berbagai alasan
Penulis:
Igman Ibrahim
Editor:
Acos Abdul Qodir
“Yang kita kenal hanya Daerah Khusus Jakarta dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Solo belum punya landasan hukum atau sejarah yang cukup untuk itu,” tandasnya.
Usulan Solo Jadi Daerah Istimewa Mencuat di DPR
Sebelumnya, usulan menjadikan Solo sebagai Daerah Istimewa muncul dalam rapat Komisi II DPR RI bersama Kementerian Dalam Negeri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (24/4/2025).
Dirjen Otonomi Daerah Kemendagri, Akmal Malik, mengungkapkan bahwa ada enam wilayah yang mengajukan diri untuk menjadi daerah istimewa, termasuk Surakarta.
Akmal membeberkan tumpukan usulan yang masuk ke Kemendagri, termasuk 42 pengajuan pembentukan provinsi, 252 kabupaten, 36 kota, hingga permintaan status khusus dan istimewa.
“Per April 2025, ada enam wilayah yang meminta status daerah istimewa dan lima wilayah minta status daerah khusus. Ini PR besar yang harus dibicarakan bersama DPR karena menyangkut amanat undang-undang,” kata Akmal.
DPR: Status Istimewa Memerlukan Pertimbangan Matang
Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Aria Bima, mengakui adanya dorongan dari sejumlah pihak untuk menjadikan Solo sebagai Daerah Istimewa. Namun, hal ini perlu pertimbangan yang sangat matang.
“Kita harus hati-hati. Jangan sampai pemberian status istimewa malah menimbulkan rasa ketidakadilan bagi daerah lain,” jelas Aria.
Aria mengingatkan bahwa pemberian status istimewa atau khusus harus didasari oleh sejarah, administrasi, dan kebudayaan yang kuat, tanpa mengorbankan rasa keadilan antar wilayah.
Solo Sudah Maju Tanpa Status Istimewa

Menurut Aria, meskipun Solo memiliki rekam jejak sejarah yang signifikan, terutama terkait dengan perjuangan melawan penjajah dan kekayaan budayanya, relevansi untuk memberikan status istimewa kepada Solo saat ini patut dipertanyakan.
“Solo kini sudah menjadi kota dagang, kota industri, dan kota pendidikan. Solo tidak berbeda dengan banyak kota besar lain di Indonesia,” tegasnya.
Komisi II, menurut Aria, belum melihat urgensi atau prioritas untuk membahas usulan tersebut.
“Kami masih fokus pada hal-hal yang lebih substansial dalam agenda legislatif,” tambahnya.
Isu tentang pemberian status daerah istimewa bagi Kota Solo menunjukkan pentingnya pertimbangan historis, budaya, dan administratif dalam setiap keputusan yang diambil oleh pemerintah. Komisi II DPR RI mengingatkan untuk tidak sembarangan memberikan status keistimewaan karena bisa memicu rasa ketidakadilan antar daerah.
Dengan tetap mengedepankan prinsip keadilan, pemerintah diharapkan dapat membuat keputusan yang bijaksana mengenai perubahan status wilayah, guna menghindari dampak negatif di masa depan.
Ikuti terus informasi terkini mengenai perkembangan isu ini hanya di Tribunnews.com.
Damri Beri Diskon Tiket Spesial Tanggal Kembar 8.8, Ini Syarat dan Cara Klaimnya |
![]() |
---|
Monumen Pers Nasional: Melihat Jejak Jurnalistik, Mesin Tik, dan Koran Lawas di Solo |
![]() |
---|
Rumah Budaya Kratonan: Wisata Membaca Sejarah Kota Solo dari Masa ke Masa |
![]() |
---|
Pemungutan Suara Ulang Digelar di Papua, Doli Kurnia: Ini Hari yang Membahagiakan Bagi Kita Semua |
![]() |
---|
KPK: Kepatuhan LHKPN DPR-DPRD Terendah, Kalah dari BUMN dan Eksekutif |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.