Revisi UU TNI
Putri Gus Dur Dkk Anggap UU TNI Produk Ilegal, MK Minta Pemohon Jabarkan 2 Kriteria Ini
Hakim MK meminta pemohon uji formil revisi UU TNI Nomor 3 Tahun 2025 untuk memperjelas dan menjabarkan anggapan ilegal terhadap produk kebijakan.
Penulis:
Danang Triatmojo
Editor:
Adi Suhendi
Pertimbangan memasukkan RUU TNI ke Prolegnas Prioritas 2025 bukan berasal dari Badan Legislasi DPR, melainkan dari Surat Presiden (Surpres) Nomor R12 tertanggal 13 Februari 2025.
Pelanggaran prosedur juga terpampang karena Supres penunjukkan wakil pemerintah dalam pembahasan RUU TNI sudah dikeluarkan lebih dulu sebelum ada keputusan resmi DPR.
"Hal ini mempertegas pelanggaran prosedural pembentukan peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam UU P3 dan Tata Tertib DPR,” kuasa hukum para pemohon, Hussein Ahmad.
Bukan cuma itu, pemohon menilai cacat formil revisi UU TNI diperlihatkan dalam proses pembahasannya yang sengaja menutup partisipasi publik, tidak transparan dan akuntabel.
Misalnya semua dokumen terkait revisi UU TNI mulai dari naskah akademik, daftar inventarisasi masalah (DIM) tidak dapat diakses publik. Rapat pembahasannya juga dilangsungkan sembunyi-sembunyi di ruang tertutup di sebuah hotel.
Bahkan Wakil Ketua Komisi I DPR Dave Laksono menyatakan DPR sengaja tidak menyebar draf RUU TNI yang sedang dibahas karena khawatir menimbulkan perdebatan sengit di masyarakat.
“Perencanaan revisi UU TNI dalam Prolegnas Prioritas Tahun 2025 dilakukan secara ilegal,” katanya.
Dalan petitumnya para pemohon meminta MK menyatakan revisi UU TNI Nomor 3 Tahun 2025 tidak memenuhi ketentuan pembentukan undang-undang sesuai UUD 1945, dan menyatakan revisi UU TNI tersebut tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.