Revisi UU TNI
Anak Gus Dur hingga Imparsial Uji Formil Revisi UU TNI di MK: Soroti Pelanggaran DPR dan Pemerintah
Pemohon menyoroti berbagai pelanggaran yang dilakukan oleh DPR dan pemerintah selama pembahasan hingga penetapannya.
Penulis:
Danang Triatmojo
Editor:
Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Para pemohon gugatan uji formil revisi Undang-Undang TNI Nomor 3 Tahun 2025 di Mahkamah Konstitusi (MK), menyoroti berbagai pelanggaran yang dilakukan oleh DPR dan pemerintah selama pembahasan hingga penetapannya.
Para pemohon untuk perkara nomor 81/PUU-XXIII/2025 ini, diantaranya 3 lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan 3 perorangan. Mereka adalah YLBHI, Imparsial, KontraS, serta Inayah Wahid anak dari Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, aktivis HAM Fatia Maulidiyanti dan mahasiswa sekolah hukum Jentera Eva Nurcahyani.
Pada sidang agenda pemeriksaan pendahuluan di ruang panel lantai 4 Gedung Utama MK, Jakarta Pusat, Rabu (14/5/2025), para pemohon menegaskan bahwa revisi UU TNI bukan carry over dari periode masa sidang sebelumnya, alias usulan perubahan aturan ini muncul secara tiba-tiba.
Selain itu RUU TNI tidak ada dalam Keputusan DPR Nomor 64 yang berisi daftar Prolegnas Prioritas Tahun 2025 dan Prolegnas 2025-2029.
“Bahwa kondisi di atas menyalahi tahapan pembentukan peraturan perundang-undangan, sebab revisi UU TNI bukan carry over sebagaimana tercantum dalam Keputusan DPR Nomor 64,” kata pemohon dalam persidangan.
Pertimbangan memasukkan RUU TNI ke Prolegnas Prioritas 2025 bukan berasal dari Badan Legislasi DPR, melainkan dari Surat Presiden (Surpres) Nomor R12 tertanggal 13 Februari 2025.
Pelanggaran prosedur juga terpampang karena Supres penunjukkan wakil pemerintah dalam pembahasan RUU TNI sudah dikeluarkan lebih dulu sebelum ada keputusan resmi DPR.
‘Hal ini mempertegas pelanggaran prosedural pembentukan peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam UU P3 dan Tata Tertib DPR,” katanya.
Bukan cuma itu, pemohon menilai cacat formil revisi UU TNI diperlihatkan dalam proses pembahasannya yang sengaja menutup partisipasi publik, tidak transparan dan akuntabel.
Misalnya semua dokumen terkait revisi UU TNI mulai dari naskah akademik, daftar inventarisasi masalah (DIM) tidak dapat diakses publik. Rapat pembahasannya juga dilangsungkan sembunyi-sembunyi di ruang tertutup di sebuah hotel.
Bahkan Wakil Ketua Komisi I DPR Dave Laksono menyatakan DPR sengaja tidak menyebar draf RUU TNI yang sedang dibahas karena khawatir menimbulkan perdebatan sengit di masyarakat.
“Pembahasan revisi UU TNI telah secara nyata bertentangan dengan asas pembentukan UU yang baik serta melanggar hak konstitusional para pemohon untuk memperoleh jaminan perlindungan dan kepastian hukum,” katanya.
Dalan petitumnya para pemohon meminta MK menyatakan revisi UU TNI Nomor 3 Tahun 2025 tidak memenuhi ketentuan pembentukan undang-undang sesuai UUD 1945, dan menyatakan revisi UU TNI tersebut tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
Revisi UU TNI
Ketua MK Tegur DPR Sebab Terlambat Menyampaikan Informasi Ahli dalam Sidang Uji Formil UU TNI |
---|
MK Minta Risalah Rapat DPR saat Bahas RUU TNI, Hakim: Kami Ingin Membaca Apa yang Diperdebatkan |
---|
Cerita Mahasiswa UI Penggugat UU TNI: Dicari Babinsa Hingga Medsos Diserang |
---|
Pakar Tegaskan Mahasiswa hingga Ibu Rumah Tangga Punya Legal Standing untuk Gugat UU TNI |
---|
Bivitri Susanti Soroti Tekanan Terhadap Mahasiswa Pemohon Uji Formil UU TNI: Kemunduruan Demokrasi |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.