Sabtu, 23 Agustus 2025

Hasto Kristiyanto dan Kasusnya

Kubu Hasto Pertanyakan Kesaksian Penyelidik KPK Soal Operasi Tangkap Tangan di PTIK

Pasalnya Arif Budi tidak melihat langsung dugaan keterlibatan Hasto dan hanya berdasarkan hasil penyelidikan meski dia dihadirkan sebagai saksi fakta.

zoom-inlihat foto Kubu Hasto Pertanyakan Kesaksian Penyelidik KPK Soal Operasi Tangkap Tangan di PTIK
Tribunnews.com/Fahmi Ramadhan
SIDANG HASTO - Pengadilan Tipikor Jakarta kembali menggelar sidang lanjutan kasus suap dan perintangan penyidikan Pergantian Antar Waktu (PAW) Harun Masiku dengan terdakwa Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, Jumat (16/5/2025). Dalam sidang hari ini Kubu Hasto kembali Protes pada Jaksa saat penyelidik KPK dihadirkan.

Tapi menurut dia dugaan keterlibatan Hasto itu berdasarkan hasil yang ditemukan oleh tim pada saat proses penyelidikan.

"Itu yang kami tanyakan dalam persidangan ini. Makanya tadi saya jelaskan bukan melihat langsung tapi dia merupakan hasil keseluruhan tim dalam proses penyelidikan tadi sehingga itu disimpulkan yang dibuat oleh tim pada saat Palaran di ekspose," jelas Jaksa.

Baca juga: Nyanyian AKBP Rossa Seret Nama Firli Bahuri Buka Kotak Pandora Kasus Hasto Kristiyanto

Mendengar jawaban Jaksa, Alvon pun tetap kekeh agar Jaksa tetap fokus pada peristiwa di tanggal 8 sesuai yang dialami oleh Arif.

"Ya tadi kan selama tanggal 8 itu saja sih sebenarnya, ini saksi fakta kan?" ucap Alvon mempertanyakan.

Dalam kasus tersebut, Hasto didakwa bersama-sama dengan orang kepercayaanya yakni Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri dan Harun Masiku memberikan uang sejumlah 57.350 ribu Dollar Singapura (SGD) kepada mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan.

Uang tersebut diberikan kepada Wahyu agar KPU bisa mengupayakan menyetujui pergantian calon anggota legislatif terpilih dari daerah pemilihan Sumatera Selatan 1 atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.

"Yang bertentangan dengan kewajiban Wahyu Setiawan selaku anggota KPU RI yang termasuk penyelenggara negara sebagaimana diatur dalam Pasal 5 angka 4 dan angka 6 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme," ucap Jaksa.

Jaksa mengatakan, peristiwa itu bermula pada 22 Juni 2019 dilaksanakan rapat pleno DPP PDIP untuk membahas perolehan suara Nazarudin Kiemas calon anggota legislatif dapil Sumatera Selatan 1 yang telah meninggal dunia.

Adapun dalam pemilu 2019, Nazarudin dinyatakan memperoleh 34.276 suara, disusul Riezky Aprilia 44.402 suara, Darmadi Djufri 26.103 suara, Doddy Julianto Siahaan 19.776 suara, Diana Oktasari 13.310 suara.

Kemudian di urutan kelima ada Harun Masiku dengan perolehan suara 5.878 suara, Suharti 5.669 suara dan Irwan Tongari 4.240 suara.

Lalu berdasarkan hasil rapat pleno tersebut, Hasto selaku Sekjen memerintahkan Tim Hukum PDIP, Donny Tri Istiqomah menjadi pengacara partai untuk menggugat materi Pasal 54 ayat (5) huruf k tentang peraturan KPU nomor 3 tahun 2019 ke Mahkamah Agung (MA).

Baca juga: Sidang Hasto Hari Ini, Eks Ketua KPU RI Hasyim Asyari dan Penyelidik KPK Arif Budi Jadi Saksi

Setelah itu Hasto memanggil Donny dan Saeful Bahri ke rumah aspirasi di Jakarta Pusat untuk memberi perintah agar membantu Harun Masiku untuk menjadi anggota DPR RI.

"Dan melaporkan setiap perkembangan, baik mengenai komitmen penyerahan uang dan segala hal terkait pengurusan Harun Masiku kepada Terdakwa," ujar Jaksa.

Setelah itu selang satu bulan yakni Juli 2019, DPP PDIP kembali menggelar rapat pleno dengan keputusan menetapkan Harun Masiku sebagai caleg mengganti posisi Nazarudin Kiemas.

Atas keputusan itu Hasto pun memberitahu kepada Donny Tri untuk mengajukan surat permohonan kepada KPU.

Halaman
123
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan