Sabtu, 6 September 2025

Sekolah Gratis

Pemerintah Perlu Rp84 Triliun Agar Sekolah SD-SMP Gratis, Sedang Dikaji dan Menunggu Arahan Prabowo

Anggaran untuk sekolah gratis disebutkan bisa diperoleh melalui refocusing atau alokasi anggaran pendidikan yang saat ini dinilai kurang prioritas.

Penulis: Rifqah
Freepik
ILUSTRASI SEKOLAH - Gambar ilustrasi sekolah ini diambil dari Freepik Sabtu (24/5/2025). Anggaran untuk sekolah gratis disebutkan bisa diperoleh melalui refocusing atau alokasi anggaran pendidikan yang saat ini dinilai kurang prioritas. 

TRIBUNNEWS.COM - Mahkamah Konstitusi RI (MK) memutuskan pendidikan dasar 9 tahun dari SD hingga SMP gratis, baik untuk negeri maupun swasta.

Hal tersebut diputuskan dalam sidang perkara Nomor 3/PUU-XXII/2024 terkait pengujian Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas), pada Selasa (27/5/2025). 

Dengan demikian, maka pemerintah diperkirakan memerlukan dana sebesar Rp84 triliun agar wacana tersebut terealisasi.

Hal tersebut disampaikan Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Abdullah Ubaid Matraji.

"Kalau hitung-hitungan JPPI secara persis itu kita ketemu angka Rp84 triliun," ujar Ubaid, Rabu (28/5/2025).

Namun, Ubaid menekankan bahwa anggaran untuk sekolah gratis itu tidak harus membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) secara keseluruhan.

Dana itu, kata Ubaid, bisa diperoleh melalui refocusing atau alokasi anggaran pendidikan yang saat ini dinilai kurang prioritas.

"Cukup dengan cara refocusing anggaran pendidikan yang sudah ada, tanpa menambah anggaran lagi dari luar dana pendidikan," tegasnya.

Ubaid mengatakan, alokasi ini merupakan kewenangan presiden, bukan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah.

Selain dari APBN, Ubaid menyebut anggaran juga bisa bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). 

Oleh karena itu, dia mendorong pemerintah daerah agar segera menghitung ulang jumlah peserta didik dan daya tampung sekolah negeri.

Baca juga: Pendidikan SD-SMP Swasta Gratis, Golkar Minta MK Banyak Cermati Realita Sebelum Ketok Palu

"Misalnya daya tampung sekolah negeri itu berapa, sisanya (yang belum tertampung) berapa, itu bagaimana pembiayaannya," ujarnya.

Pasalnya, data itu dirasa penting agar pemerintah bisa menyusun skema pembiayaan yang tepat, termasuk menutupi kekurangan kapasitas dengan menggandeng sekolah swasta.

Sedang Dikaji dan Menunggu Arahan Prabowo

Mengenai wacana sekolah gratis ini, Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Wamendikdasmen), Fajar Riza UI Haq mengatakan bahwa hal tersebut sedang dikaji.

Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen), juga bakal menunggu arahan Presiden Prabowo Subianto terlebih dahulu soal hal itu.

"Ya, kami sedang dalam proses pengkajian di internal, tentu juga kita akan menunggu arahan Bapak Presiden mengenai hal ini," kata Fajar di Movenpick Hotel, Jakarta, Rabu (28/5/2025).

Fajar mengatakan, hingga saat ini, Kemendikdasmen diketahui belum menerima salinan resmi putusan MK tersebut. 

"Kan kemarin keputusannya keluar, jadi kita masih proses, kita akan lihat juga, karena salinan resminya belum kami terima. Jadi kan pasti berada di media sosial," katanya. 

Meski begitu, Fajar mengatakan bahwa tanggung jawab pendidikan tingkat dasar berada pada Pemerintah Daerah.

Karena menurutnya, urusan pendidikan tidak hanya menjadi kewenangan dari Pemerintah Pusat. 

"Ini juga akan terkait dengan pemerintah daerah, karena urusan pendidikan bukan kewenangan absolut pemerintah pusat, tapi juga menjadi tanggung jawab pemerintah daerah karena bersifat konkuren," jelasnya. 

"Apalagi pendidikan dasar seperti SD, SMP itu juga berada di bawah pengelolaan dan tanggung jawab pemerintah daerah," tambahnya.

Sekjen Golkar Pesimis Pemerintah Bisa Jalankan Putusan MK Soal Sekolah Gratis

Terkait dengan wacana sekolah gratis tersebut, Sekretaris Jenderal DPP Partai Golkar, Muhammad Sarmuji mengatakan bahwa keputusan yang ditetapkan oleh MK itu harus dijalankan, sebagaimana amanat konstitusi yang menyebut kalau putusan MK adalah final dan mengikat.

Namun, Sarmuji merasa pesimis pemerintah bisa menjalankan mandat dari MK itu, karena pemerintah harus memiliki banyak dana untuk mengimplementasikan putusan tersebut.

"Negara mesti menyediakan uang yang sebegitu besar, saya khawatir, kita khawatir saja, keputusan MK itu sulit untuk dihasilkan oleh pemerintah," kata Sarmuji saat ditemui usai acara soft launching, AMPI Media Center, di Kawasan Menteng, Jakarta, Rabu.

Kendati demikian, di luar itu semua, Sarmuji menegaskan bahwa pemerintah harus tetap menjalankan keputusan MK tersebut, meskipun agak membuat repot.

"Ya repotnya keputusan MK itu bersifat final dan mengikat, itu kerepotannya, nggak bisa dibantah, jadi kita sulit sekali mengomentari sesuatu yang sudah diputuskan oleh MK," ucap dia.

Selain itu, Sarmuji juga menyinggung soal amanat konstitusi yang tertuang dalam UUD 1945, yang memerintahkan kepada pemerintah agar mengalokasikan 20 persen dari APBN untuk dunia pendidikan.

Menurut dia, dengan adanya keputusan dari MK ini, membuat pemerintah menjadi lebih rumit lagi untuk menetapkan porsi alokasi ke depannya.

"Karena anggaran pendidikan itu kan luas sekali ya, mulai PAUD sampai ke perguruan tinggi. Kalau diputuskan oleh MK seperti itu, dan kalau itu saklek, maka seluruh pembiayaan SD dan SMP itu dibiayai oleh pemerintah termasuk swasta-swastanya dan digratiskan. Tentu saja itu sesuatu yang tidak mudah," jelasnya.

(Tribunnews.com/Rifqah/Mario Christian/Fahdi Fahlevi/Rizki Sandi)

Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan