Selasa, 26 Agustus 2025

DPR Mencak Kejati Maluku Terapkan Restorative Justice untuk Kasus Narkotika

Langkah Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku menetapkan restorative justice (RJ) dalam kasus penyalahgunaan narkotika disayangkan anggota Komisi III DPR.

tribunnews.com
ABOE BAKAR ALHABSYI - Politisi PKS, Aboe Bakar Al Habsyi di Tribunnews.com, Jumat (26/4/2024). Langkah Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku menetapkan restorative justice (RJ) dalam kasus penyalahgunaan narkotika disayangkan anggota Komisi III DPR RI, Habib Aboe Bakar Alhabsyi. 

TRIBUNNEWS.COM - Langkah Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku menetapkan restorative justice (RJ) dalam kasus penyalahgunaan narkotika disayangkan anggota Komisi III DPR RI, Habib Aboe Bakar Alhabsyi.

Hal itu disampaikan Aboe Bakar dalam rapat bersama Kapolda Maluku, Irjen Pol. Eddy Sumitro Tambunan beserta jajaran; Kepala Kejati Maluku, Agoes Soenanto Prasetyo beserta jajaran; dan Kepala Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Maluku, Brigjen Pol. Deni Dharmapala, di Markas Kepolisian Maluku, Kota Ambon, Rabu (28/5/2025).

Aboe Bakar mengatakan ia mendengar informasi adanya RJ dalam kasus penyalahgunaan narkotika pada awal Mei.

"Ada informasi awal bulan Mei, Kejati Maluku bersama jajarannya, Kejari Ambon, berhasil menghentikan penuntutan perkara narkotika berdasarkan keadilan RJ. Penyalahgunaan narkotika ini masih asing di telinga saya, Pak," ujar Aboe Bakar, dikutip dari laman DPR.

Menurutnya, kasus narkotika seharusnya tidak menjadi objek kebijakan RJ.

Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu menilai pendekatan RJ lebih tepat diterapkan pada perkara seperti konflik keluarga, warisan, atau perkelahian kecil.

"Apa memang perkara itu layak di-RJ, Pak? Narkotika layak gak di-RJ? Ini penting nih."

"Kalau menurut saya narkoba itu tidak ada RJ. Timpa hukum! Kalau memang layak hukum besar, besarin. Jangan kasih hati kalau narkoba, Pak," tegasnya.

Kejaksaan Harus Hati-hati

Lebih lanjut, Aboe Bakar meminta Kejaksaan berhati-hati dalam menerapkan kebijakan hukum yang menyangkut penyalahgunaan narkotika.

Penerapan RJ dalam kasus-kasus seperti ini dikhawatirkan dapat memberi ruang bagi pelaku untuk menghindari sanksi tegas, sekaligus memberi pesan keliru kepada masyarakat.

Baca juga: Pemerintah Musnahkan 2 Ton Narkoba, Menko Polkam: Tak Ada Toleransi Terhadap Kejahatan Narkotika

"RJ itu kalau masalah keluarga, masalah warisan, masalah berantem atau apa. Tapi kalau narkotika, RJ apa urusannya?" ungkap Aboe Bakar.

Berdasar penelusuran Tribunnews, Kejaksaan Tinggi Maluku bersama Kejaksaan Negeri Ambon memutuskan untuk menghentikan proses hukum terhadap satu kasus narkotika.

Mereka mempertimbangkan keadilan restoratif yang diajukan kepada Direktur B di Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung Republik Indonesia.

Penghentian kasus ini disebut didasarkan pada hasil analisis dari laboratorium forensik yang menunjukkan tersangka positif menggunakan narkotika.

Selain itu, berdasarkan penyidikan menggunakan metode mengenali tersangka, pihaknya mendapati bahwa tersangka tidak terlibat dalam jaringan distribusi narkotika dan hanya sebagai pengguna terakhir (end user).

Tersangka juga tidak pernah tercatat dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) dan hasil asesmen menyeluruh menunjukkan bahwa ia dikategorikan sebagai pecandu narkotika, korban penyalahgunaan, atau pengguna yang terpengaruh.

Selanjutnya, tersangka tidak memiliki peran sebagai produsen, bandar, pengedar, maupun kurir di dalam jaringan narkotika.

Apa Itu Restorative Justice?

Menurut Kevin I. Minor dan J.T. Morrison, Restorative Justice adalah suatu tanggapan kepada pelaku kejahatan untuk memulihkan kerugian dan memudahkan perdamaian antara para pihak.

Restorative Justice bisa juga berarti suatu metode secara filosofinya dirancang untuk menjadi resolusi penyelesaian konflik yang terjadi.

Caranya dengan memperbaiki keadaan ataupun kerugian yang ditimbulkan dari konflik tersebut.

Pengertian itu terdapat dalam buku "A Theoritical Study and Critique of Restroative Justice, In Burt Galaway and Joe Hudson,eds., Restroative Justice: International Perspectives" tahun 1996.

Dikutip dari laman Mahkamah Agung, pengertian keadilan restoratif (Restroative Justice) adalah penyelesaian tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban dan pihak lain yang terkait.

Tujuannnya untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan.

Dalam pedoman keadilan restoratif terdapat 4 jenis dengan dibedakan menurut dasar hukum dan penerapannya

Adapapun jenis-jenis keadilan restoratif berdasarkan dasar hukum dan penerapannya adalah sebagai berikut:

1. Keadilan restoratif pada perkara ringan,

2. Keadilan restoratif pada perkara anak,

3. Keadilan restoratif pada perkara perempuan yang berhadapan dengan hukum, dan

4. Keadilan restoratif pada perkara narkotika.

Jika melihat kasus yang menjerat Baim Wong tentang dugaan laporan palsu usai membuat konten prank laporan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di Polsek Kebayoran Lama.

Serta menurut Kombes Pol Endra Zulpan berdasarkan keterangan usulan pihaknya yang akan mengedepankan Keadilan restoratif.

Maka kasus Baim Wong termasuk jenis Keadilan restoratif pada perkara ringan.

Adapun dasar hukum dan penerapan Keadilan restoratif pada perkara ringan sebagai berikut.

Dasar hukum Keadilan restoratif pada perkara ringan

a. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 310

b. KHUP Pasal 205

c. Peraturan MA RI Nomor 2 tahun 2012

d. Nota Kesepkatan Bersama Ketua Mahmakah Agung Republik Indonesia, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Jaksa Agung Republik Indonesia, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 131/KMA/SKB/X/2012, Nomor M.HH-07.HM.03.2 Tahun 2012, Nomor KEP-06/E/EJP/10/2012, Nomor B/39/X/2012 tanggal 17 Oktober 2012.

e. Surat Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum Nomor 301/DJU/HK01/3/2015.

Penerapan Keadilan restoratif pada perkara ringan

1. Jika termasuk perkara pidana ringan dengan ancaman yang diatur dalam pasal 364, 373, 379,384, 407, dan 482 KHUP dengan kerugian tidak lebih dari 2,5 juta rupiah.

2. Ketua pengadilan melimpahkan berkas ke kepala kejaksaan dan Kapolres.

3. Pelimpahan berkas didasarkan Peraturan MA RI Nomor 2 tahun 2012.

4. Ketua peradilan menetapkan hakim tunggal dengan memperhatikan barang atau uang yang menjadi obyek perkara.

5. Ketua peradilan menetapkan hakim tunggal selama 1x24 jam untuk memeriksa, mengadili, dan memutuskan.

6. Penyelesaian perkara dapat dilakukan dengan ketentuan telah ada perdamaian anatara pelaku, korban, dan pihak keluarga dari kedua pihak.

Serta tokoh masyarakat yang menjadi saksi.

7. Hakim membacakan catatan dakwaan dan mendamaian pelaku serta korban.

8. Hakim membuat kesepakatan damai antara kedua pihak yang berselisih.

9. Jika kesepakatan damai tidak berhasil, maka dilakukan pemeriksaan.

10. Selama persidangan hakim mengupayakan perdamaian dan keadlian restoratif.

11. Keadlian restoratif tidak berlaku jika pelaku tindak pidana melakukan tindakannya secara berulang.

(Tribunnews.com/Gilang Putranto, Muhammad Alvian Fakka)

Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan