Minggu, 10 Agustus 2025

Revisi KUHAP

Anggota DPR Setuju Penyadapan Dihapus untuk Tindak Pidana Umum

Soedeson Tandra setuju penghapusan ketentuan penyadapan dalam revisi KUHAP untuk kategori tindak pidana umum

Tribunnews.com/ Fersianus Waku
PENGHAPUSAN PENYADAPAN - Anggota Komisi II DPR Fraksi Partai Golkar, Soedeson Tandra di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (9/12/2024). Soedeson Tandra setuju penghapusan ketentuan penyadapan dalam revisi KUHAP untuk kategori tindak pidana umum 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi III DPR RI, Soedeson Tandra, menyatakan setuju terhadap penghapusan ketentuan penyadapan dalam revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) untuk kategori tindak pidana umum. 

Namun, Soedeson menegaskan bahwa penyadapan tetap diperlukan untuk kejahatan luar biasa atau extraordinary crime.

"Jadi begini yang saya setuju penyadapan itu dihapus untuk tindak pidana umum," kata Soedeson dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) Komisi III DPR bersama LPSK dan Peradi di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (17/6/2025).

Menurut Soedeson, penghapusan penyadapan pada tindak pidana umum dimaksudkan agar KUHAP tidak berlaku secara general terhadap seluruh tindak pidana yang sebenarnya tidak membutuhkan penyadapan.

Dia menekankan pentingnya membedakan perlakuan hukum terhadap kejahatan biasa dan luar biasa. 

Untuk tindak pidana tertentu seperti terorisme, kejahatan perbankan, tindak pidana pencucian uang (TPPU), dan korupsi, dia menilai penyadapan masih diperlukan.

"Tetapi untuk tindak pidana khusus teroris, perbankan, cuci uang korupsi itu saya tetap setuju ada penyadapan," ucap Soedeson.

Baca juga: Komisi Yudisial RI Bakal Usulkan Wewenang Penuh Penyadapan Hakim ke DPR

Politikus Partai Golkar ini berpendapat, pendekatan yang proporsional terhadap penggunaan penyadapan sangat diperlukan.

"Jadi kalau ekstraordinary crime saya setuju ada penyadapan. Tetapi untuk tindak pidana umum yang nggak perlu nggak perlu penyadapan. Sehingga KUHAP itu jangan menggeneralisasi semua," tutur Soedeson.

Hal senada semulanya disampaikan Wakil Ketua Umum Peradi, Sapriyanto Refa, dalam RDPU tersebut.

Sapriyanto menilai, penyadapan tidak semestinya dijadikan bagian dari upaya paksa dalam proses hukum pidana umum.

"Kami mengusulkan dalam upaya paksa yang dimiliki ini untuk tindak pidana umum yang ada di dalam KUHAP ini, penyadapan ini harus dihilangkan," kata Sapriyanto dalam rapat.

Baca juga: RDPU Bahas RUU KUHAP, Peradi Sampaikan Daftar Inventarisasi Masalah ke Komisi III DPR

Dia mengungkapkan kekhawatiran Peradi bahwa praktik penyadapan dapat disalahgunakan oleh penyidik dalam proses pengungkapan perkara. 

Menurut Sapriyanto, tindakan tersebut bersifat sangat rawan digunakan secara tidak semestinya.

"Karena kami khawatir penyadapan ini akan disalahgunakan oleh penyidik dalam mengungkap sebuah tindak pidana," ucapnya.

Sapriyanto juga mengingatkan bahwa pengaturan tentang penyadapan sebenarnya telah diakomodasi dalam sejumlah undang-undang sektoral, seperti Undang-Undang Narkotika, Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, dan Undang-Undang Kepolisian.

"Nah biarlah itu menjadi ranah di undang-undang itu sendiri, tidak perlu kita tarik ke dalam KUHAP," imbuh Sapriyanto.

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan