Selasa, 9 September 2025

UU Pemilu

Pemilu 2029 Tidak Lagi Serentak, DPR Siap Revisi UU hingga Wacana Perpanjangan Masa Jabatan DPRD

Pemilu 2029 di Indonesia tidak lagi dilakukan secara serentak. Nantinya Pemilu akan dibedakan menjadi dua, yaitu Pemilu Nasional dan Pemilu Lokal.

|
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
ILUSTRASI PEMILU - Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusan perkara Nomor 135/PUU-XXII/2024 menyatakan bahwa pemilu nasional dan lokal harus dipisah. Pemilu nasional mencakup pemilihan presiden, DPR RI, dan DPD RI, sedangkan Pemilu lokal mencakup pemilihan kepala daerah serta anggota DPRD provinsi dan kabupaten/kota. 

“Kami memastikan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi ini akan menjadi salah satu konsen bagi Komisi II DPR RI dalam menindaklanjuti putusan MK,” tegas Rifqi.

Masa Jabatan Anggota DPRD Mungkin Diperpanjang

Menurutnya, pemilu lokal berpotensi digelar sekitar tahun 2031, dua tahun setelah pemilu nasional 2029. Namun, transisi itu memerlukan pengaturan normatif agar tidak terjadi kekosongan kekuasaan di daerah.

“Kalau bagi pejabat gubernur, bupati, wali kota itu kita bisa menunjuk penjabat seperti yang kemarin, tetapi kalau anggota DPRD, satu-satunya cara dengan cara memperpanjang masa jabatan,” katanya.

Rifqi juga menyebut bahwa pembahasan revisi UU Pemilu masih menunggu arahan resmi dari pimpinan DPR sebelum bisa dimulai di Komisi II.

“Hal-hal inilah yang nantinya menjadi dinamika perumusan RUU Pemilu,” tambahnya.

Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menilai, perpanjangan masa jabatan anggota DPRD hasil Pemilu 2024 tidak menjadi persoalan selama dilakukan untuk menghindari kekosongan hukum.

Peneliti Perludem, Haykal, mengatakan masa jabatan DPRD dapat diperpanjang hingga dua tahun selama masa transisi tersebut. 

“Kalau dalam konteks DPRD, menjadi tidak bermasalah ketika memang masa jabatan kemudian diperpanjang selama dua tahun untuk menghindari kekosongan hukum yang terjadi,” ujarnya di kawasan Gedung MK, Jakarta, Kamis (26/6/2025).

Haykal juga menyambut baik keputusan MK yang menyerahkan mekanisme transisi kepada pembentuk undang-undang. Menurutnya, hal ini membuka ruang partisipasi publik dalam pembentukan aturan lanjutan.

“MK menyerahkan kepada DPR selaku pembentuk undang-undang, dan di situlah masyarakat sipil bisa memberi pertimbangan agar proses legislasi menjadi lebih partisipatif,” kata Haykal.

(Tribunnews.com/Gilang P, Mario C Sumampow, Chaerul Umam)

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan