Apindo Tekankan Pentingnya Regulasi Global yang Adaptif untuk Lindungi Pekerja Platform
Apindo menegaskan bahwa instrumen global terkait pekerjaan berbasis platform harus bersifat adaptif
Penulis:
Chaerul Umam
Editor:
Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) menegaskan bahwa instrumen global terkait pekerjaan berbasis platform harus bersifat adaptif, realistis, dan mendukung keberlanjutan UMKM serta pertumbuhan ekonomi digital.
Hal ini disampaikan dalam Konferensi Ketenagakerjaan Internasional (ILC) ke-113 di Jenewa, Swiss, di mana APINDO menjadi bagian dari delegasi tripartit Indonesia bersama pemerintah dan serikat pekerja.
Isu utama dalam forum ILO tahun ini adalah pembahasan awal mengenai “Pekerjaan Layak di Ekonomi Berbasis Platform”.
Seluruh delegasi menyepakati pentingnya perlindungan yang menyeluruh, baik bagi pekerja maupun keberlangsungan ekosistem digital.
Setelah dua hari pembahasan intens, mayoritas negara menyetujui penggunaan instrumen Konvensi, meski masih terdapat perbedaan pandangan. Negara-negara seperti Eropa, Amerika Latin, dan Afrika cenderung mendukung regulasi yang mengikat.
Sementara negara dengan populasi pekerja platform terbesar, seperti Tiongkok, India, AS, Jepang, dan Swiss, mengusulkan bentuk rekomendasi yang lebih fleksibel dan kontekstual.
Substansi Masih Minim, Perlu Pendekatan Hati-hati
Meski telah diputuskan bentuk instrumen, pembahasan substansi baru mencapai 15 persen, menandakan tingginya kompleksitas isu.
Fokus utama adalah memastikan bahwa regulasi tidak mengganggu sistem ketenagakerjaan dan hukum nasional masing-masing negara serta tidak menghambat pertumbuhan sektor digital, terutama UMKM.
Pembahasan juga menyepakati definisi pekerja platform yang luas: mencakup pekerja dalam hubungan kerja, pelaku usaha mandiri, serta bentuk lainnya tergantung konteks nasional.
Lingkup platform pun tak terbatas pada sektor transportasi dan logistik, namun meluas ke telehealth, freelancer, edutech, pariwisata digital, dan sektor kreatif.
Juru bicara kelompok pengusaha asal Amerika Serikat, Ms. Ewa Staworzynska, menyampaikan bahwa instrumen global harus menghormati keberagaman status hukum pekerja, tidak menyamaratakan hak dan kewajiban, serta memberi ruang fleksibilitas bagi pekerja multi-platform.
Ia juga menekankan pentingnya akses jaminan sosial yang kontekstual dan pengawasan algoritma platform yang proporsional, agar tidak menghambat inovasi.
“ILO harus tetap menjadi lembaga rujukan, bukan ruang legislasi yang memaksakan agenda nasional atau regional,” tegas Ewa dalam sidang pleno.
Tantangan Indonesia: Jaga Fleksibilitas, Dorong Inklusi Digital
Ketua Bidang Ketenagakerjaan APINDO, Bob Azam, yang turut hadir dalam sidang plenary, menyampaikan bahwa dunia usaha Indonesia tengah menghadapi tantangan berat, mulai dari fluktuasi nilai tukar, tekanan biaya produksi, hingga pengurangan tenaga kerja di sektor padat karya.
Namun di tengah tekanan tersebut, ekonomi Indonesia tetap menunjukkan ketahanan dengan pertumbuhan 4,87 persen pada kuartal I 2024.
Menlu Sugiono: Prabowo dan PM Malaysia Bahas Pusat Belajar Anak Pekerja Migran Indonesia di Malaysia |
![]() |
---|
Menaker Yassierli Ajak Sektor Usaha Tingkatkan Kepesertaan Jamsostek |
![]() |
---|
ASN Dibekali Wawasan Keuangan Digital untuk Mencegah Investasi Bodong |
![]() |
---|
Pekerja Indonesia di Jepang Tewas Tertimpa Plat Besi Baja |
![]() |
---|
Infrastruktur Sistem Pembayaran Nasional Topang Kedaulatan Ekonomi Digital Indonesia |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.