Senin, 8 September 2025

Beras Oplosan

Satgas Pangan Polri Kembali Periksa 25 Pemilik Merek Beras Diduga Tak Sesuai Takaran

Helfi menyebut penyidik Satgas Pangan Polri telah melakukan pemeriksaan terhadap 6 PT dan 8 pemilik merek beras kemasan 5 kg.

Penulis: Reynas Abdila
(Kolase Tribunnews.com/Gita Irawan)
DUGAAN BERAS OPLOSAN - Beras kemasan dipajang di salah satu minimarket di Jakarta Selatan, Selasa (1/6/2025). Sebanyak 25 pemilik merek beras kemasan 5 kilogram yang diduga melanggar regulasi standar mutu dan takaran menjalani pemeriksaan. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sebanyak 25 pemilik merek beras kemasan 5 kilogram yang diduga melanggar regulasi standar mutu dan takaran menjalani pemeriksaan.

Hal itu disampaikan Dirtipideksus Bareskrim Polri sekaligus Kepala Satgas Pangan Polri Brigjen Pol Helfi Assegaf kepada wartawan melalui pesan singkat, Selasa (15/7/2025).

Baca juga: Banyak Beras Tak Layak Konsumsi Beredar di Pasar, Kualitasnya di Bawah Standar Mutu

"Mulai hari ini penyidik Satgas Pangan Polri melakukan pemeriksaan terhadap 25 pemilik merek beras kemasan 5 Kg lainnya," tuturnya.

Helfi menyebut penyidik Satgas Pangan Polri telah melakukan pemeriksaan terhadap 6 PT dan 8 pemilik merek beras kemasan 5 kg.

Baca juga: Guru Besar IPB Beberkan Hasil Kajian soal Temuan Dugaan Kecurangan Produsen Beras

Sehingga total saksi yg diperiksa saat ini ada 22 orang.

"Pemeriksaan tersebut untuk pendalaman ada atau tidaknya perbuatan melawan hukum atas dugaan penjualan beras dalam kemasan yang tidak sesuai komposisi yang tertera pada kemasannya," terang jenderal polisi bintang satu tersebut.

Hasil Kajian

Guru Besar Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof Edi Santosa menjelaskan hasil kajian mengenai temuan kecurangan produsen beras yang diungkap Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman.

Pihaknya telah melakukan kajian dengan metode mendatangi pasar, menimbang hingga mengklasifikasikan.

"Kalau yang kami kaji itu awalnya itu adalah beras yang ada di pasar 10 provinsi itu kami datangi, kemudian dicek, ditimbang, diklasifikasikan dulu ini medium apa premium, ditimbang labelnya berapa bobotnya, cocok nggak," ungkapnya saat dihubungi Tribun Network, Senin (14/7/2025).

Prof Edi juga menyampaikan beras-beras yang dicek dipastikan apakah terdapat label SNI.

Selanjutnya, memastikan harganya berapa yang dijual kepada konsumen.

Dari tiga aspek yang dikaji itu kemudian dibuat data yang premium sekitar 40 persen, yang 60 persen ialah beras medium. 

"Kemudian ditanya dari sisi data harga jual gimana tuh apakah melebihi HET atau tidak? jadi dari hitung-hitungan itu kemudian dicoba di ekstrapolasi artinya dari sampling itu dibuat generalisasi," tuturnya.

Dari kajian tersebut disimpulkan potensi kerugian negara hampir Rp100 triliun.

Namun Prof Edi menuturkan potensi kerugian itu tidak serta merta dilakukan oleh produsen beras.

Ada banyak pihak yang bermain di situ bisa jadi pedagang perantara yang disebut melanggar regulasi terkait mutu dan takaran. 

"Karena misalnya karungnya palsu kita gak tau itu, kalau wadahnya palsu itu kita gak bisa ngecek hanya yang punya produk itu yang bisa ngecek, yang punya produk misalnya beras merek X," tukasnya.

"Atau gak sama nih bobotnya misalnya 5 kilogram ternyata begitu ditimbang 4,99 kilogram," jelas Prof Edi.

Artinya sangat dimungkinkan ada banyak faktor yang membuat takarannya beras tidak sesuai yang tertera di label.

Baca juga: Besok Komisi IV DPR Panggil Mentan Amran Bahas Kasus Beras Oplosan: Harus Ada Tindakan, Biar Jera

Misalnya timbangan tidak dikalibrasi akan tetapi barang sudah terlanjut dipacking dan didistribusikan.

Yang kedua beras ada yang menggunakan plastik serta ada yang terbuat dari anyaman.

Prof Edi bertutur dari hasil kajiannya bahwa kemungkinan beras itu sudah terlali lama disimpan di gudang yang suhunya tidak standar.

Walhasil beras tersebut menguap airnya di mana membuat bobotnya turun.

"Nah itu terkadang bobotnya itu sudah turun airnya menguap gitu, potensi-potensi yang pertama siapa yang melakukan apakah sengaja atau tidak itu gak bisa langsung salahkan produsen, itu prosesnya panjang," pungkasnya.
 

 

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan