RUU KUHAP
Koalisi Sipil: RUU KUHAP Seolah Memberi Solusi, Namun Dibuat Setengah Hati
Koalisi Sipil untuk Pembaruan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menilai revisi KUHAP yang sedang dibahas DPR masih setengah hati.
Penulis:
Fersianus Waku
Editor:
Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Koalisi Sipil untuk Pembaruan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menilai revisi KUHAP yang sedang dibahas DPR masih setengah hati.
Anggota Koalisi Sipil untuk Pembaruan KUHAP, Alif Fauzi Nurwidiastomo, menyatakan draf RUU KUHAP yang tengah dibahas bukanlah jaminan penuh terhadap pembatasan kewenangan penegak hukum dan jawaban atas permasalahan sistem peradilan pidana.
"Melainkan produk hukum yang seolah memberi solusi, namun dibuat dengan setengah hati," kata Alif saat menggelar aksi demonstrasi di depan Gerbang Pancasila Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (22/7/2025).
Menurutnya, RUU KUHAP gagal mengakomodasi prinsip-prinsip perlindungan hak asasi manusia dalam negara hukum yang demokratis.
Alif berpendapat, RUU tersebut juga tergesa-gesa dan tidak memiliki kehendak politik (political will) untuk melakukan perubahan paradigma yang fundamental dalam RKUHAP.
"Reformasi KUHAP hanya dipandang sebagai alat penunjang keberlakuan KUHP 2023, bukan untuk mereformasi sistem peradilan pidana agar lebih berperspektif hak asasi manusia," ujarnya.
Dia mengungkapkan beberapa masalah dalam draf RUU KUHAP yang masih mempertahankan ketidakberimbangan peran antara advokat dan aparat penegak hukum lainnya.
"Hal ini melanggar prinsip equality of arms, di mana kehadiran advokat adalah penyeimbang dari penggunaan kekuasaan negara terhadap warga negaranya," ucap Alif.
RUU KUHAP dinilai masih belum maksimal mengatur mengenai hak atas bantuan hukum. Sebab, kewajiban pemberian bantuan hukum belum menyeluruh, baru terhadap tindak pidana dengan ancaman penjara di atas lima tahun.
"Hal ini bertentangan dengan prinsip interest of justice di mana setiap kepentingan keadilan, terlepas dari ancaman hukuman berhak atas bantuan hukum," ungkapnya.
Alif juga mempersoalkan penunjukkan advokat oleh penyidik juga menjadi masalah. Selain itu, terdapat kekeliruan konsep bantuan hukum dan kewajiban pro hono advokat.
Selain itu, kata dia, RUU KUHAP memberikan kewenangan tanpa batas pada penyelidikan. Dalam Pasal 5 RKUHAP, penyelidik bisa melakukan tindakan lain menurut hukum tanpa penjelasan.
Alif menuturkan, RUU KUHAP mengatur penyadapan sebagai salah satu bentuk upaya paksa, tapi pengaturan terkait mekanisme penyadapan merujuk kepada undang-undang tentang penyadapan yang belum ada.
Selain itu, RUU KUHAP memberikan kewenangan besar kepada penyidik Polri karena ditetapkan menjadi penyidik utama yang membawahi penyidikan pegawai negeri sipil (PPNS) dan Penyidik Tertentu.
Tak hanya itu, Alif menambahkan bahwa RUU KUHAP memberikan kewenangan bagi Tentara Nasional Indonesia (TNI) menjadi penyidik dan melakukan upaya paksa, serta berbagai ketentuan lainnya yang dinilai masih bermasalah.
Baca juga: Undang YLBHI, Komisi III DPR Pastikan Tidak Ada yang Ditutup-tutupi Dalam Pembahasan RUU KUHAP
"Pelanggaran HAM bisa terjadi dalam urusan penangkapan, penahanan, penyitaan, penggeledahan, penetapan tersangka. Kewenangan penyidikan tindak pidana seharusnya hanya menjadi kewenangan penyidik sipil," tegasnya.
RUU KUHAP
Daftar 17 Poin Bermasalah di RUU KUHAP yang Jegal Kewenangan KPK |
---|
KPK Petakan 17 Poin Bermasalah di RUU KUHAP yang akan Dilaporkan ke Prabowo dan DPR, Apa Saja? |
---|
Pakar Hukum: RKUHAP Harus Lindungi Warga, Bukan Cuma Kepentingan Aparat |
---|
Juru Bicara KPK Kritik Pembatasan Kewenangan Penyadapan dalam RUU KUHAP |
---|
Aksi di Depan DPR, Ini Alasan Koalisi Sipil Tantang Debat Habiburokhman Bahas Revisi KUHAP |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.