Rabu, 24 September 2025

Puan: Pilkada Tak Langsung Masih Wacana, Semua Parpol Harus Berunding

Pilkada langsung adalah hasil perjuangan reformasi. Usulan kembali ke sistem lama menuai kritik, Puan ingatkan pentingnya kesepakatan

Penulis: Fersianus Waku
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Warga memasukkan kertas suara usai melakukan pencoblosan di TPS 046 Cipete Selatan, Jakarta, Rabu (27/11/2024). Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan pemungutan suara Pilkada 2024 berlangsung serentak pada 27 November 2024. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Ketua DPR RI sekaligus Ketua DPP PDI Perjuangan, Puan Maharani, menegaskan bahwa wacana pemilihan kepala daerah (Pilkada) secara tidak langsung merupakan proposal yang belum final dan masih perlu dibahas secara formal oleh seluruh partai politik.

Usulan ini dilontarkan Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar (Cak Imin), dalam acara Hari Lahir ke‑27 PKB di JICC, Jakarta, pada Rabu malam, 23 Juli 2025. Cak Imin menyarankan agar gubernur ditunjuk oleh pemerintah pusat, sementara bupati dan wali kota dipilih oleh DPRD masing-masing daerah.

Dalam pernyataannya di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, pada Kamis (24/7/2025), Puan menyatakan:

“Terkait dengan apa yang disampaikan oleh Cak Imin, itu masih merupakan wacana.”

Menurutnya, jika wacana tersebut ingin diimplementasikan, maka harus melalui proses pembahasan bersama antar-parpol.

“Semua partai harus berkumpul, berunding untuk mendiskusikan hal tersebut dan harus dibahas sesuai dengan mekanismenya.” 

Puan menambahkan, setiap perubahan sistem demokrasi harus melalui mekanisme yang ditetapkan secara konstitusional dan prosedural.

Baca juga: Mahfud MD Sebut Putusan MK yang Berujung Perpanjangan Masa Jabatan DPRD Inkonstitusional, Tapi Final

Terpisah, Ketua Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda juga mendukung wacana pilkada tidak langsung.

Menurutnya, usulan pilkada tidak langsung masih sesuai dengan konstitusi. Pasalnya, UUD 1945 hanya menyebut bahwa kepala daerah dipilih "secara demokratis", tanpa menjelaskan apakah itu harus lewat pemilihan langsung oleh rakyat atau lewat DPRD.

“Kalau kita berbicara dalam koridor hukum tata negara, pemilihan melalui DPRD secara legal secara teori dapat menjadi opsi,” jelas Rifqi, politisi Partai NasDem itu.

Sebagai catatan, sistem pilkada langsung merupakan salah satu capaian penting pascareformasi 1998. Mekanisme ini dianggap sebagai bentuk perwujudan kedaulatan rakyat, karena memungkinkan masyarakat memilih langsung kepala daerahnya, tanpa melalui perwakilan di DPRD seperti di masa Orde Baru.

Konteks dan Pro-Kontra

Wacana pilkada tidak langsung yakni melalui pemilihan di DPRD maupun pemerintah pusat bukan hal baru dalam sejarah politik Indonesia.

Sebelum era reformasi tahun 2005, kepala daerah dipilih oleh DPRD. Mekanisme pilkada langsung baru diatur melalui UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan mulai diterapkan secara luas setelah reformasi.

Pada Pilkada Serentak 2024, pemerintah menganggarkan sekitar Rp 37,5 triliun untuk pelaksanaannya. Angka ini menjadi salah satu dasar evaluasi atas efektivitas sistem saat ini. Presiden Prabowo Subianto pernah menyampaikan bahwa wacana pilkada tidak langsung sebagai salah satu solusi efisiensi administrasi politik dan biaya penyelenggaraan yang tinggi di banyak wilayah.

Baca juga: Soal Pemilu Terpisah, Mahkamah Konstitusi: Rekayasa Konstitusional Tidak Melanggar Aturan

Namun, sejumlah pakar menilai pengembalian sistem tidak langsung berpotensi mengurangi partisipasi publik. Data survei tahun 2014 menyebut bahwa 84 persen masyarakat memilih pilkada langsung dan hanya 5,6% yang mendukung pemilihan melalui DPRD. Tokoh publik seperti Basuki Tjahaja Purnama dan ahli tata negara pun menyatakan kekhawatirannya terhadap potensi kemunduran demokrasi serta praktik politik uang jika sistem tak langsung diterapkan kembali.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan