Banyak Pelaku TPPO Enggan Bayar Restitusi kepada Korban, LPSK Ungkap Penyebabnya
LPSK mencatat para pelaku TPPO banyak yang enggan membayar restitusi atau ganti rugi terhadap pemenuhan hak korbannya.
Penulis:
Rizki Sandi Saputra
Editor:
Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mencatat adanya fenomena para pelaku Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang enggan membayar restitusi atau ganti rugi terhadap pemenuhan hak korbannya.
Padahal dalam catatan LPSK, banyak dari pelaku yang diputus oleh pidana harus membayarkan restitusi, tapi mereka justru tidak melakukan kewajibannya dan hanya berkenan untuk dihukum badan.
Baca juga: Sindikat Perdagangan Bayi Patok Harga Rp250 Juta, Puluhan Tersangka Terancam 15 Tahun Penjara
Restitusi adalah bentuk ganti kerugian yang diberikan kepada korban tindak pidana oleh pelaku atau pihak ketiga, sebagai upaya untuk memulihkan kondisi korban sebelum kejahatan terjadi.
Restitusi merupakan bagian dari sistem hukum yang berorientasi pada korban dan diatur dalam berbagai peraturan di Indonesia, termasuk Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No. 1 Tahun 2022 dan UU Perlindungan Saksi dan Korban.
Tercatat pada 2023 dari total restitusi sebesar Rp 2.560.477.682 yang dihitung LPSK untuk para korban TPPO, hanya ada Rp22.463.000 dibayarkan para pelaku TPPO.
Sementara pada tahun 2024 tercatat dari total restitusi Rp7.377.845.925 yang dihitung LPSK untuk para korban TPPO, hanya Rp968.055.000 dibayarkan para pelaku TPPO.
"Kalau kita komparasi yang kita hitung sekian, tapi kemauan membayar masih jauh dari apa yang kita nilai," kata Ketua LPSK Achmadi saat diskusi publik bertajuk 'Menakar Peluang dan Tantangan Penegakan Hukum serta Pemulihan Korban TPPO di Indonesia' di Kantor LPSK, Jakarta, Kamis (31/7/2025).
Baca juga: Keponakan Prabowo Minta Kabareskrim Tindak Dugaan TPPO Berujung Prostitusi di IKN
Menurut Achmadi, masih mminimnya pelaku TPPO yang membayar restitusi harus menjadi sorotan setiap pihak.
Pasalnya, restitusi merupakan hak korban dan bagian dalam program pemulihan akibat segala kerugian dialami.
Padahal kata Achmadi, berdasarkan catatan LPSK dari tahun ke tahun jumlah permohonan perlindungan kasus TPPO terus meningkat, sehingga pemenuhan dan pemulihan korban merupakan hal utama.
"Beberapa tahun terakhir ada sekian ribu (pemohon perlindungan kasus TPPO). Tapi kita menyadari masih ada (korban) yang belum melapor, mengajukan permohonan kepada kita," ujar Achmadi.
Di sisi lain, Wakil Ketua LPSK Antonius Wibowo menilai hambatan dibayarkannya restitusi dari pelaku kepada korban TPPO karena belum adanya aturan terhadap penyitaan aset pelaku untuk membayarkan ganti rugi.
Alhasil banyak dari pelaku TPPO yang memilih untuk mengganti hukuman restitusi dengan memperpanjang hukuman badan.
Tak hanya itu, persoalan selanjutnya dalam pembayaran restitusi adalah belum adanya regulasi pemberian dana abadi korban (DAK) bagi korban TPPO.
"Penyitaan aset pelaku belum berjalan maksimal. Kedua belum ada regulasi (aturan hukum) untuk korban TPPO memperoleh restitusi dari dana bantuan korban," tutur Antonius.
Keluarga Korban Ilham Pradipta Kacab Bank BUMN Ajukan Perlindungan ke LPSK |
![]() |
---|
5 Sosok Calon Menpora, Ada Publik Figur, Mantan Atlet Hingga Keponakan Presiden |
![]() |
---|
LPSK Ungkap Kronologi Iko Mahasiswa Unnes Diantar ke RSUP Kariadi sebelum Meninggal Dunia |
![]() |
---|
Misteri Tewasnya Mahasiswa Unnes, LPSK: CCTV Rekam 4 Brimob antar Korban ke RS Kariadi |
![]() |
---|
LPSK Ungkap 114 Korban Luka dalam Kerusuhan, 7 Cedera Berat Termasuk Koma dan Patah Tulang Parah |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.