Kamis, 7 Agustus 2025

Royalti Musik

10 Lagu Nasional yang Bisa Kena Biaya Royalti karena Bukan Domain Publik, Indonesia Raya Ada?

Berikut lagu nasional yang statusnya bisa dikenai royalti karena belum masuk domain publik yang dilindungi UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta

|
Penulis: Bobby W
TRIBUNNEWS/Muhammad Nursisa
ROYALTI INDONESIA RAYA - Para pemain Timnas Indonesia menyanyikan lagu Indonesia Raya ketika lawan Filipina di Piala AFF 2024, Sabtu (21/12/2024) malam WIB. Lagu kebangsaan Indonesia Raya tengah ramai dibicarakan oleh publik terkait status royaltinya yang menimbulkan polemik menjelang perayaan HUT Kemerdekaan RI yang ke-80 pada tahun ini. 

Adapun aturan Domain Publik ini juga sudah dijelaskan melalui materi pokok pasal 28 UU HC 2014.

Salah satu pilar utama Pasal 28 UU HC 2014 adalah perpanjangan masa perlindungan hak cipta menjadi selama hidup pencipta ditambah 70 (tujuh puluh) tahun setelah meninggal dunia.

Ketentuan ini sejalan dengan standar internasional seperti Konvensi Berne dan aturan Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPS), yang diadopsi oleh negara-negara maju seperti Amerika Serikat dan Uni Eropa.

Perpanjangan masa perlindungan ini bertujuan memastikan kelangsungan hidup ekonomi keluarga pencipta sekaligus mendorong inovasi kreatif di Indonesia.

Tidak hanya memperpanjang masa perlindungan, Pasal 28 juga memperkuat hak ekonomi pencipta melalui larangan pengalihan hak ekonomi dalam bentuk "jual putus" (sold flat).

Artinya, pencipta tidak boleh melepaskan seluruh hak ekonominya secara permanen tanpa kompensasi berkelanjutan.

Penggunaan karya harus disertai pembagian royalti yang adil, terutama untuk karya yang dimanfaatkan secara komersial

Dalam konteks karya yang dibuat dalam hubungan dinas seperti lagu untuk kampanye pemerintah atau konten edukasi pencipta tetap berhak mendapat imbalan royalti jika karya tersebut digunakan untuk tujuan komersial.

Ketentuan ini mencegah eksploitasi berlebihan terhadap pencipta, terutama kalangan kreatif yang kurang berdaya dalam negosiasi hukum, sekaligus memastikan distribusi nilai ekonomi yang lebih adil.

Dalam konteks penegakan hukum, Pasal 28 juga memberikan kewajiban hukum kepada pengelola tempat perdagangan—seperti mall, pasar tradisional, atau platform digital—untuk memastikan tidak adanya pelanggaran hak cipta di area yang mereka kelola.

Pengelola wajib menghentikan penjualan produk bajakan setelah menerima peringatan dari pemegang hak.

Jika lalai, mereka bisa dituntut secara perdata maupun pidana, dengan denda hingga Rp500 juta sesuai Pasal 113 UU HC 2014.

Ketentuan ini mendorong kolaborasi antara pemegang hak, pengelola tempat usaha, dan aparat penegak hukum dalam memerangi praktik pembajakan yang merugikan industri kreatif.

Peran LMKN juga diperkuat melalui Pasal 28. di mana pencipta dan pemilik hak terkait didorong untuk bergabung dengan LMKN guna menghimpun dan mengelola hak ekonomi secara kolektif, terutama dalam menarik royalti dari penggunaan karya di radio, platform streaming, atau acara publik.

Untuk memastikan transparansi, LMKN wajib memiliki izin operasional dari Menteri dan harus membagikan royalti secara adil kepada anggotanya.

Halaman
1234
Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan