Senin, 18 Agustus 2025

HUT Kemerdekaan RI

HUT ke-80 RI, Masyarakat Hendaknya Memahami Makna Kemerdekaan yang Lebih Dalam

Indonesia merayakan hari ulang tahun (HUT) ke-80 pada 17 Agustus 2025.

Editor: Wahyu Aji
Dok. pribadi
Refleksi HUT RI di Papua - Indonesia merayakan hari ulang tahun (HUT) ke-80 pada 17 Agustus 2025. Memperingati 80 tahun kemerdekaan Indonesia Founder Restorasi Jiwa Indonesia, Syam Basrijal mengajak seluruh lapisan masyarakat untuk selalu menyelami makna kemerdekaan. 

Oleh sebab itu, Syam mengajak seluruh elemen bangsa Indonesia untuk bersama-sama membangun fondasi kemerdekaan batin melalui empat pilar kesadaran yang saling terkait.

Pertama, kesadaran akan nilai, yakni kemerdekaan sejati yang berdiri di atas integritas tanpa kompromi dan menolak segala bentuk manipulasi, korupsi, serta penyelewengan meski ada janji kekuasaan atau keuntungan di baliknya.

Kedua, kesadaran akan kebersamaan, yang menempatkan Indonesia sebagai satu tubuh di mana luka satu bagian adalah luka seluruh tubuh, sehingga perbedaan suku, agama, bahasa, dan pandangan politik harus diletakkan dalam bingkai persatuan.

Ketiga, kesadaran akan batas, yaitu saling menghormati hak orang lain dan menjaga ruang bersama, dengan memahami bahwa kebebasan seseorang berhenti di titik kebebasan orang lain dimulai.

“Keempat, kesadaran akan tanggung jawab, di mana kemerdekaan dipandang sebagai amanah yang harus dirawat terus-menerus, bukan sekadar hadiah yang dirayakan sesaat,” tambahnya.

Syam juga menyoroti pentingnya membangun infrastruktur jiwa yang terdiri dari kejujuran, empati, dan solidaritas, yang selama ini sering terlupakan di tengah fokus pembangunan infrastruktur fisik seperti jalan, pelabuhan, dan gedung pencakar langit.

Tanpa fondasi jiwa yang kuat, ia memperingatkan bahwa kemerdekaan akan menjadi rapuh dan bendera hanya berkibar di tiang, bukan di hati.

Oleh karena itu, pembangunan infrastruktur jiwa berarti mendidik anak-anak untuk berpikir kritis namun penuh empati, melatih para pemimpin agar mau mendengar suara rakyat tanpa menutup telinga terhadap kritik, serta mengukur kemajuan bangsa tidak hanya dari angka produk domestik bruto (PDB), tetapi juga dari kualitas kepercayaan sosial, tingkat keadilan, dan ketangguhan moral.

Lebih jauh, Syam menyatakan bahwa kemerdekaan batin juga berarti merdeka untuk memaafkan, bukan karena kelemahan, melainkan sebagai cara agar tidak terikat oleh beban masa lalu.

Kemerdekaan batin juga membuka ruang untuk berkolaborasi lintas perbedaan, bukan karena kesamaan, tetapi karena memahami bahwa perbedaan adalah bahan bakar inovasi dan kekuatan kolektif bangsa.

“Kemerdekaan batin juga berarti merdeka untuk memaafkan, bukan karena kita lemah, tetapi karena kita tidak ingin terikat pada beban masa lalu,” katanya.

Menghadapi usia 80 tahun, Syam menekankan bahwa momentum ini adalah masa transisi menuju perayaan 100 tahun kemerdekaan Indonesia pada 2045. Dua dekade ke depan akan menjadi ujian penting apakah bangsa mampu menyatukan pembangunan fisik dengan pembangunan batin. 

Ia mengajukan pertanyaan penting: apakah Indonesia akan dikenang sebagai bangsa yang hanya megah di infrastruktur namun kehilangan hati, atau sebagai bangsa yang berdiri tegak karena memiliki jiwa yang bersih dan utuh?

Maka dari itu, Syam Basrijal pun mengajak seluruh rakyat Indonesia untuk menjaga agar bendera merah putih tetap berkibar di hati, bukan sekadar di tiang sebagai sarana seremonial semata.

“Merdeka untuk mencintai, merdeka untuk membangun, merdeka untuk menjadi manusia yang utuh,” tuturnya.

Halaman
123
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan