Calon Hakim Konstitusi Inosentius Samsul Tegaskan MK Bukan Lembaga Alternatif Pembentuk UU
Dalam paparannya, ia menyoroti perlunya edukasi publik yang lebih luas mengenai peran Mahkamah Konstitusi.
Penulis:
Fersianus Waku
Editor:
Muhammad Zulfikar
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Calon tunggal Hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Inosentius Samsul, menegaskan pentingnya pemahaman publik terhadap posisi dan fungsi MK sebagai penjaga konstitusi.
Mahkamah Konstitusi (MK) adalah lembaga peradilan tinggi di Indonesia yang memiliki peran penting dalam menjaga tegaknya konstitusi dan prinsip negara hukum.
Baca juga: Komisi III DPR Pastikan Seleksi Pengganti Hakim Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat Hanya Satu Nama
Dibentuk pada tahun 2003 berdasarkan amandemen UUD 1945, MK menjalankan fungsi judicial review dan pengawasan konstitusional.
Hal ini disampaikan Ino, sapaanya, saat menjalani uji kelayakan dan kepatutan atau fit and proper test di hadapan Komisi III DPR RI, Rabu (20/8/2025), di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
Ino diusulkan sebagai calon hakim konstitusi oleh DPR untuk menggantikan Arief Hidayat yang memasuki masa pensiun pada 3 Februari 2026.
Dalam paparannya, ia menyoroti perlunya edukasi publik yang lebih luas mengenai peran Mahkamah Konstitusi.
Menurut Ino, MK kerap disalahpahami sebagai tempat terakhir untuk menyelesaikan segala bentuk ketidakpuasan terhadap proses legislasi di DPR.
"Tetapi juga perlu disosialisasikan dipahami oleh publik bahwa Mahkamah Konstitusi bukan sebagai lembaga alternatif pembentuk undang-undang," kata Ino.
Ia mengkritisi pandangan yang berkembang di masyarakat, yang kerap melihat MK sebagai ruang lanjutan ketika proses legislasi tidak menghasilkan keputusan yang memuaskan.
"Kalau kita melihat dari sistem bikameral kalau undang-undang tidak selesai di kamar pertama di DPR terus dibawa ke kamar berikutnya. Ini yang saya kira yang perlu disosialisasikan," ujar Ino.
Baca juga: Komisi III DPR Tindak Lanjuti Surat Mahkamah Konstitusi soal Hakim Arief Hidayat Segera Pensiun
Ino juga mengungkapkan pengalamannya mendampingi anggota DPR dalam sidang di MK.
Ia menyebut adanya pandangan keliru bahwa MK adalah tempat mengoreksi keputusan legislatif hanya karena partisipasi publik dianggap tidak maksimal.
Ino menilai, cara pandang seperti itu perlu diluruskan. Sebab, MK memiliki kewenangan yang berbeda dan tidak bisa disamakan dengan lembaga legislatif.
“Seolah-olah kalau tidak puas di DPR itu semua masalah terus dibawa ke MK, padahal otoritas atau kewenangan MK itu pada level yang bisa juga berbeda antara kebijakan-kebijakan politik hukum yang ada di DPR dan pemerintah dan juga apa yang menjadi kewenangan MK yang bicara dari sisi konstitusionalitasnya," tegasnya.
Profil Inosentius Samsul:
- Lahir: 10 Juli 1965, di Manggarai, Nusa Tenggara Timur
- Pendidikan:
MK Tolak Gugatan Ujian PPN 12 Persen, YLBHI: Hakim Tak Peka Realitas Sosial Ekonomi |
![]() |
---|
Niat Ojol hingga Nelayan Batalkan PPN 12 Persen Gagal, Ditolak MK dengan Alasan Keuangan Negara |
![]() |
---|
Ditolak MK, Publik Gagal Dapat Jaminan Kuliah Gratis dari Pemerintah |
![]() |
---|
Momen 9 Hakim Berpose Pakai Setelan Jas di Peringatan HUT ke-22 Mahkamah Konstitusi |
![]() |
---|
Ketua MK Suhartoyo ‘No Comment’ soal Revisi UU Mahkamah Konstitusi |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.