Kamis, 28 Agustus 2025

Tunjangan DPR RI

Eks Wakapolri Sakit Hati usai Sahroni Sebut Rakyat yang Tuntut DPR Bubar 'Orang Tolol': Tak Pantas

Oegroseno menegaskan bahwa perkataan Sahroni itu tidak sepantasnya dilontarkan oleh orang yang dipilih langsung oleh rakyat.

|
Penulis: Rifqah
Editor: Sri Juliati
Kolase Tribunnews.com
DEMO BUBARKAN DPR - Kolase foto tangkapan layar Instagram eks Wakapolri Oegroseno dan foto Ahmad Sahroni. Oegroseno menegaskan bahwa perkataan Sahroni itu tidak sepantasnya dilontarkan oleh orang yang dipilih langsung oleh rakyat. 

TRIBUNNEWS.COM - Eks Wakapolri Komjen Pol (Purn), Oegroseno mengaku merasa tersinggung dengan pernyataan Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Ahmad Sahroni, yang menyebut bahwa masyarakat yang menginginkan DPR bubar memiliki mental sebagai "orang tertolol sedunia".

Adapun, demo 'Bubarkan DPR' itu merupakan aksi protes besar-besaran yang dipicu kemarahan publik atas kenaikan tunjangan anggota DPR RI, khususnya tunjangan perumahan yang mencapai Rp 50 juta per bulan.

Pernyataan kontroversial itu dilontarkan Sahroni saat memberi respons terhadap kritik dan seruan demo untuk membubarkan DPR, karena gaji dan tunjangan anggota dewan yang dinilai fantastis.

"Ini kadang-kadang ya, masyarakat boleh kritik, boleh komplain boleh caci maki, nggak papa, kita terima, tapi ada adat istiadat yang mesti sampaikan. Kita boleh dikritik, mau bilangin an**g, b**i, ban**t, nggak papa, mampus-mampus nggak papa."

"Silakan kritik, mau ngapain juga boleh, tapi jangan mencaci maki berlebihan, itu karena merusak mental manusia, mental manusia yang begitu adalah orang tertolol sedunia, catat nih," ucap Sahroni.

"Orang yang cuma mental bilang bubarin DPR itu adalah orang tolol sedunia. Kenapa? Kita nih memang orang semua pintar semua? Enggak, bodoh semua kita, tapi ada tata cara kelola bagaimana menyampaikan kritik yang harus dievaluasi oleh kita," ujar Sahroni saat melakukan kunjungan kerja di Polda Sumatera Utara pada Jumat (22/8/2025)

Pernyataan Sahroni itulah yang membuat Oegroseno merasa sakit hati, karena dia juga merasa bagian dari masyarakat Indonesia.

"Saya sebagai purnawirawan POLRI merasa sakit hati dengan pernyataan Ahmad Sahroni Komisi III DPR RI yang mengatakan masyarakat TOLOL karena saya ini juga bagian masyarakat Indonesia," tegas Oegroseno.

Melalui postingan Instagram pribadinya, Oegroseno pun menegaskan bahwa perkataan Sahroni itu tidak sepantasnya dilontarkan oleh orang yang dipilih langsung oleh rakyat.

"Tidak sepantasnya orang yang dipilih oleh rakyat, memberikan pernyataan seperti ini," tegasnya.

Namun, setelah perkataannya itu dikecam publik, Sahroni kemudian mengaku diam-diam menyimak orasi massa aksi bertajuk “Bubarkan DPR” yang digelar di depan Gerbang Pancasila, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Senin (25/8/2025). 

Baca juga: Mahfud MD Tak Sarankan Pembubaran DPR, tapi Minta Rakyat Terus Beri Kritik Saja: Ada DPR Itu Bagus

Saat itu, Sahroni mengatakan bahwa dirinya berada di sekitar lokasi, tetapi memilih tidak menampakkan diri.

“Saya ngumpet-ngumpet dan mendengar langsung,” ujar Sahroni saat dimintai tanggapan pada Selasa (26/8/2025).

Sahroni pun menyampaikan apresiasi terhadap cara penyampaian aspirasi yang dilakukan secara terbuka dan damai.

“Penyaluran kritik yang benar adalah seperti yang di Gerbang Pancasila. Itu bagus sekali,” katanya.

Dia juga menilai aksi tersebut dilakukan di tempat yang tepat dan dengan cara yang patut dihargai. 

Meski begitu, Sahroni tidak menanggapi tuntutan substantif dari massa, melainkan lebih fokus pada kericuhan yang sempat terjadi.

Menurutnya, gesekan antara massa dan aparat bukan bagian dari penyampaian aspirasi, melainkan ulah oknum yang berpikiran preman.

Sahroni pun mendorong Polda Metro Jaya untuk menindak tegas pelaku kericuhan, termasuk jika mereka masih di bawah umur.

“Itu bukan bagian dari demo untuk menyalurkan aspirasi, tapi orang-orang yang berpikiran premanisme,” ucapnya.

“Saya dukung Polda Metro menangkap mereka-mereka yang anarkis, sekalipun di bawah umur,” tegasnya.

Masyarakat sebelumnya melakukan demo pada 25 Agustus 2025 di depan Gedung DPR RI, Jakarta, untuk menuntut pembubaran DPR, penolakan kenaikan gaji dan tunjangan DPR, pengesahan RUU Perampasan Aset, hingga desakan agar Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka mundur.

Demo ini mencerminkan kekecewaan publik yang memuncak terhadap DPR, terutama terkait isu kesejahteraan anggota dewan yang dianggap tidak sensitif terhadap kondisi rakyat.

Meski tuntutan pembubaran DPR mengemuka, secara hukum hal tersebut tidak bisa dilakukan tanpa amandemen UUD 1945.

DPR Tak Temui Massa Aksi

Saat demo tersebut, DPR pun sama sekali tidak menemui massa aksi 'Bubarkan DPR' di depan Gedung DPR RI.

Wakil Ketua DPR RI, Cucun Ahmad Syamsurijal, mengatakan bahwa tidak terorganisirnya massa aksi yang menyampaikan aspirasi kemarin menjadi alasan besar tidak adanya perwakilan DPR yang mau menemui.

Diketahui, aksi demo 25 Agustus yang berlangsung di depan Gedung DPR itu berakhir ricuh. Massa melempar botol air mineral, membakar kardus dan sampah, serta mencoba memanjat barikade polisi.  

Polisi pun menembakkan gas air mata dan mengerahkan water cannon untuk membubarkan massa, hingga beberapa demonstran tumbang dan mendapat pertolongan dari ambulans.

Dampak dari insiden itu, motor terbakar di lokasi aksi, jurnalis ANTARA menjadi korban pemukulan oleh oknum aparat saat meliput, dan KRL Tanah Abang terganggu, hanya beroperasi sampai Stasiun Kebayoran.

Cucun mengatakan, tidak ada perwakilan dari massa aksi juga untuk melakukan dialog dengan DPR.

"Kemarin itu kan kita nanya juga ke pihak pengendali dari pihak keamanan dan ketertiban. 'Ini siapa yang mau berbicara, misalkan perwakilan segala macam?' kami kemarin menerima jawaban bahwa di awal-awal itu kan tidak ada perwakilan yang meng-organize (aksi) ini kan," kata Cucun kepada awak media di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (26/8/2025).

Padahal, kata Cucun, Badan Aspirasi Masyarakat (BAM) DPR RI sudah siap untuk melakukan konsolidasi dan komunikasi dengan perwakilan massa aksi.

"Secara automatically kalau BAM kan standby di sini, untuk mereka meng-accept semua yang menjadi aspirasi dari publik," kata Cucun.

Sehingga, tidak diterimanya massa aksi dalam demonstrasi kemarin karena tidak adanya pihak yang mengorganisir massa.

"Ya kan seharusnya seperti itu, jadi yang mau jadi perwakilan siapa, di sini kan sudah ada Badan Aspirasi Masyarakat/BAM. nanti BAM yang akan menerima," ucap Cucuan.

Kendati demikian, Cucun menyatakan jika pihaknya tetap menerima setiap usulan atau aspirasi dari publik dan berjanji akan melakukan evaluasi.

"Penyampaian aspirasi itu kan ya, semua hak warga bangsa. Dalam kesempatan kemarin kita menerima beberapa usulan atau juga beberapa aspirasi. DPR terus melakukan evaluasi," kata Cucun.

Terkait salah satu tuntutan publik yang meminta pembubaran DPR dan penolakan tunjangan DPR hingga ratusan juta rupiah, Cucun mengakui memang kerja mereka belum sempurna.

Oleh karenanya, atas segala aspirasi dan masukan dari masyarakat dalam demonstrasi kemarin akan menjadi bahan evaluasi di internal DPR RI.

"Memang kami belum bisa berbuat hal yang sempurna seperti apa yang diharapkan oleh publik ya, bekerja, misalkan kan sekarang publik ini menilainya seperti ini, publik ini menilainya seperti ini," kata dia.

"Jadi kita terus berjalan, apa yang kurang-kurang kita perbaiki semua. Mekanisme pembahasan undang-undang, mekanisme pengawasan, mekanisme terkait bagaimana penganggaran di sini. Terus kita lakukan perbaikan-perbaikan," tandas Cucun.

(Tribunnews.com/Rifqah/Rizki)

Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan