Demo di Jakarta
Lemkapi Sarankan Kompol Cosmas Kaju Gae Ajukan Banding Atas Putusan PTDH
Menyikapi polemik tersebut, Edi Hasibuan menilai dalam kejadian ada kode etik yang tidak dijalankan dengan baik Kompol Cosmas.
Penulis:
Adi Suhendi
Editor:
Muhammad Zulfikar
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis Kepolisian Indonesia (Lemkapi) Dr Edi Hasibuan menilai pro-kontra terhadap putusan Pemberhentian Dengan Tidak Hormat atau PTDH terhadap Kompol Cosmos Kaju Gae merupakan hal biasa.
Kompol Cosmas Kaju Gae dijatuhi sanksi PTDH dari anggota Polri dalam sidang Komisi Kode Etik Profesi Polri (KKEP) Gedung TNCC, Mabes Polri, Jakarta Selatan, pada Rabu (3/9/2025).
Baca juga: Yang Akan Dilakukan Penolak Pemecatan Kompol Cosmas jika Bertemu Keluarga Affan, Tak Minta Maaf
Ia dinilai tidak profesional dalam menjalankan tugas pengamanan demonstrasi hingga berujung terjadinya insiden kendaraan taktis (rantis) melindas driver ojek online Affan Kurniawan hingga tewas di Pejompongan, Jakarta Pusat, pada Kamis (28/8/2025) malam.
Belakangan sanksi PTDH terhadap Komandan Batalyon C Resimen IV Pasukan Pelopor Korps Brimob Polri tersebut mendapat sorotan publik.
Baca juga: Petisi Tolak PTDH Kompol Cosmas Ditandatangani Lebih dari 150 Ribu, Mercy Jasinta: Saya Terharu
Bahkan kini muncul petisi tolak PTDH terhadap Kompol Cosmas Kaju Gae yang diinisiasi Mercy Jasinta, seorang dosen di Kabupaten Nagekeo, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Menyikapi polemik tersebut, Edi Hasibuan menilai dalam kejadian ada kode etik yang tidak dijalankan dengan baik Kompol Cosmas.
"Namun, kita pahami semua sangat situasional dan bahkan kita amati saat ini banyak pro kontra atas sanksi PTDH terhadap Kompol Cosmos di tengah masyarakat," kata Edi Hasibuan kepada Tribunnews.com di Jakarta, Jumat (5/9/2025).
Menurutnya, perbedaan pandangan dan muncul berbagai pendapat atas sanksi yang dijatuhkan terhadap Kompol Cosmas biasa terjadi di kalangan masyarakat.
Ketua Program Studi Magister Hukum Universitas Bhayangkara Jakarta ini melihat saat ini ada yang mengkritisi sanksi etiknya terlalu berat dan penangannya terlalu cepat.
Ada pula pendapat lain yang menyebutkan putusan terhadap Kompol Cosmas sudah tepat dan sudah memberi rasa keadilan kepada masyarakat.
Terlepas dari pro kontra yang terjadi saat ini, Edi Hasibuan melihat Komisi Etik sudah berupaya memberikan rasa keadilan dalam insiden Rantis lindas driver ojek online.
"Komisi Etik ini sudah berusaha memberikan rasa keadilan kepada masyarakat," ucap mantan Komisioner Kompolnas ini.
Edi yang kini menjabat sebagai Ketua Umum Asosiasi Dosen Ilmu Hukum dan Kriminologi Indonesia (ADIHGI) meyakini dalam memberikan putusan, Komisi Etik sangat berat memberikan putusan PTDH terhadap Kompol Cosmas.
Hal itu dikarenakan kasus yang menyeret Kompol Cosmas mendapat banyak sorotan dari masyarakat dan Polri pun didorong harus tegas menindak anggotanya yang tidak profesional.
Komisi etik sendiri dalam putusannya menilai bahwa Kompol Cosmas tidak menjalankan tugas secara profesional dan atas ketidak profesionalnya ada korban tewas.
Menyikapi hal tersebut, Edi pun menyarankan agar Kompol Cosmas mengajukan banding atas putusan yang dijatuhkan Komisi Etik.
Baca juga: Susno Duadji: Polri Harus Jelaskan Kenapa Kompol Cosmas di PTDH, Bripka Rohmat hanya Demosi 7 Tahun
"Saran kami sebaiknya Kompol Cosmas melakukan banding atas putusan terhadap dirinya yang berat. Sangat dimungkinkan hukumannya bisa lebih ringan," ucapnya.
Edi pun menyoroti putusan KEPP terhadap sopir rantis Bripka Rahmad yang dijatuhi hukuman sanksi lebih ringan berupa demosi selama tujuh tahun.
Ia bisa memahami putusan KEPP terhadap Bripka Rahmad.
Dalam peristiwa yang terjadi, Bripka Rahmad hanya sebagai anak buah yang bertugas sebagai sopir hanya mengikuti perintah atasan yakni Kompol Cosmas yang memintanya untuk terus melaju.
"Kita hormati putusan ini. Kita melihat sanksi Bripka Rahmad lebih ringan karena dia sifanya menjalankan perintah dari komandannya," kata Edi Hasibuan.
Sidang kode etik terhadap Kompol Cosmas menjadi satu rangkaian proses hukum dan etik yang dijalankan Polri setelah insiden tragis yang menewaskan Affan Kurniawan viral dan memicu gelombang reaksi dari masyarakat luas.
Dalam kasus ini ada tujuh anggota Brimob yang diamankan Divisi Propam Polri.
Ketujuh orang tersebut berada dalam rantis saat kejadian yang menewaskan Affan Kurniawan.
Ketujuh anggota Polri tersebut di antaranya Bripka Rohmat (R), Kompol Cosmas Kaju Gae, Aipda M Rohyani (Aipda R), Briptu Danang (Briptu D), Bripda Mardin (Bripda M), Baraka Jana Edi (Baraka J), dan Baraka Yohanes David (Baraka Y).
Saat kejadian, Kompol Cosmas Kaju Gae duduk di samping sopir rantis.
Sementara Bripka Rahmad saat kejadian bertindak selaku pengemudi Rantis.
Kemudian lima anggota Brimob lainnya Aipda M Rohyani, Briptu Danang, Bripda Mardin, Baraka Jana Edi, dan Baraka Yohanes David, duduk di bagian belakang Rantis.
Untuk kelima anggota Brimob belum dijatuhi sanksi atas peristiwa tersebut.
Sekilas Tentang Lemkapi
Lemkapi adalah lembaga independen yang didirikan pada tahun 2016 oleh Dr Edi Saputra Hasibuan, setelah menyelesaikan masa tugasnya sebagai komisioner Kompolnas periode 2012–2016.
Lemkapi berperan sebagai think tank yang fokus pada isu-isu strategis seputar kepolisian, hukum, dan keamanan, termasuk melakukan kajian dan riset terhadap kinerja Polri hingga memberikan rekomendasi kebijakan untuk meningkatkan profesionalitas dan pelayanan publik oleh kepolisian.
Demo di Jakarta
Polisi Dalami Indikasi Aliran Dana untuk Aksi Pelajar dalam Kerusuhan Demo di Jakarta |
---|
Polisi Curiga Ada Koordinasi Aktor Utama, Pembakaran Gerbang Tol-Halte Terjadi Hampir Bersamaan |
---|
Waspadai Dampak Gas Air Mata, Bisa Sebabkan Kebutaan hingga Erosi Kornea |
---|
Polisi Kerahkan 1.371 Personel Gabungan Kawal Aksi Mahasiswa Unpad Suarakan 17+8 Tuntutan Rakyat |
---|
Kasus Penjarahan Rumah Pejabat, Polisi: Akan Diproses Tuntas, Aktor Utama Diburu |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.