Soroti Perlindungan Bagi Insan Pers, AJI: 60 Jurnalis Alami Kekerasan Selama Januari-Agustus 2025
Ketua AJI, Nany Afrida mengatakan bahwa angka tersebut sama dengan jumlah yang terjadi sepanjang tahun 2024 lalu.
Penulis:
Fahmi Ramadhan
Editor:
Muhammad Zulfikar
Nany pun menyinggung soal aturan-aturan seperti Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang menurutnya bak pisau bermata dua.
"Sebetulnya Undang-Undang ini diciptakan untuk melindungi juga, tapi dia kayak pisau bermata dua, lebih banyak bermasalah, sudah beberapa kali direvisi ternyata hasilnya tidak membahagiakan untuk teman-teman semua," jelasnya.
Selanjutnya Nany menyoroti masih maraknya kekerasan yang terjadi terhadap Jurnalis dan hal itu kata dia ditandai dengan angka yang sudah terjadi selama tahun ini.
Padahal menurut dia, dengan banyaknya kekerasan yang dialami jurnalis maka semakin membuka lebar disinformasi yang bakal diterima oleh masyarakat luas karena keterbatasan jurnalis dalam mencari informasi yang akurat.
"Karena hanya jurnalis yang bekerja dengan melakukan verifikasi secara serius. Harusnya mereka melindungi jurnalis karena mereka yang mencari berita bagus, bukan dari TikTok bukan dari Facebook," kata dia.
Terkait perlindungan terhadap pers, seperti diketahui sebelumnya, Ikatan Wartawan Hukum (Iwakum) meminta Mahkamah Konstitusi (MK) untuk memperjelas mekanisme perlindungan hukum untuk profesi jurnalis.
Satu di antaranya, terkait penindakan hukum terhadap wartawan baru bisa dilakukan setelah mendapatkan izin dari Dewan Pers.
Hal ini disampaikan pemohon Perkara 145/PUU-XXIII/2025, Irfan Kamil, dalam sidang pengujian Undang-Undang 40 Tahun 1999 tentang Pers, di Mahkamah Konstitusi, pada Rabu (27/8/2025).
Ketua Umum Iwakum Irfan Kamil mempersoalkan Pasal 8 UU Pers, yang berbunyi "Dalam melaksanakan profesinya wartawan mendapat perlindungan hukum".
Menurutnya, norma Pasal 8 UU Pers tidak menjelaskan secara rinci mekanisme yang dapat ditempuh jurnalis dalam rangka mendapatkan perlindungan hukum.
"Rumusan perlindungan hukum dalam pasal 8 dan penjelasannya bersifat multitafsir dan tidak memberikan kejelasan mekanisme," kata Kamil, dalam sidang pendahuluan, Rabu.
Berbeda dengan profesi advokat atau jaksa yang memiliki perlindungan hukum rinci, ia mengatakan, wartawan justru tidak mendapatkan kepastian prosedur ketika menghadapi masalah hukum.
"Kondisi ini jelas bertentangan dengan prinsip negara hukum dan jaminan kepastian hukum yang adil sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat 3 dan Pasal 28D ayat 1 UUD 1945," jelasnya.
Baca juga: Dewan Pers Minta Jurnalis Waspada dan Jaga Keselamatan Saat Liput Demo
Kemudian, Irfan Kamil memberikan contoh kasus kriminalisasi yang dialami sejumlah wartawan, meski sudah ada Pasal 8 UU Pers yang mengatur adanya perlindungan untuk profesi tersebut.
Di antaranya, kasus jurnalis di Sulawesi Selatan, Muhammad Asrul, yang divonis oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Kota Palopo, Sulawesi Selatan dengan hukuman 3 bulan penjara, pada Selasa 23 Nov 2021.
Tokoh Palestina: Ratusan Jurnalis Peliput Perang Sengaja Ditarget Israel demi Kendalikan Situasi |
![]() |
---|
Komnas HAM Rilis Temuan 10 Korban Meninggal Dunia Sejak Demo 25 Agustus, Ini Identitasnya |
![]() |
---|
Kronologis Pelajar SMK Tewas Usai Ikut Demo di Depan Gedung DPR, Diduga Korban Kekerasan Aparat |
![]() |
---|
PBB Desak Investigasi Kekerasan Aparat pada Berbagai Aksi Demonstrasi di Indonesia |
![]() |
---|
Aktivis HAM Serukan Aksi Damai: Aspirasi Harus Disampaikan Tanpa Kekerasan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.