Rabu, 24 September 2025

Program Makan Bergizi Gratis

Ada Ribuan Kasus Keracunan, Puan hingga Said Abdullah Minta Pemerintah Evaluasi Total Program MBG

Sebab, sejak diluncurkan Januari 2025, MBG tercatat memicu 5.626 kasus keracunan di 17 provinsi. 

TribunSolo.com/Septiana Ayu
EVALUASI - Siswa SMPN 4 Sragen, Jawa Tengah saat menerima makan bergizi gratis. Program prioritas Presiden RI Prabowo Subianto yakni Makan Bergizi Gratis (MBG) mendapatkan sorotan serius dari berbagai pihak termasuk dari DPR RI karena banyaknya siswa sekolah keracunan usai menyantap MBG tersebut. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Program prioritas Presiden RI Prabowo Subianto yakni Makan Bergizi Gratis (MBG) mendapatkan sorotan serius dari berbagai pihak termasuk dari DPR RI karena banyaknya siswa sekolah keracunan usai menyantap MBG tersebut.

Sorotan itu termasuk dilayangkan oleh Ketua DPR RI Puan Maharani yang meminta agar program tersebut dievaluasi secara total.

Sebab, sejak diluncurkan Januari 2025, MBG tercatat memicu 5.626 kasus keracunan di 17 provinsi. 

"Jadi memang evaluasinya itu harus dilakukan secara total, jadi jangan saling menyalahkan, tapi kita evaluasi bersama sehingga jangan terulang kembali," kata Puan saat ditemui awak media di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (23/9/2025).

Atas kondisi ini, Puan memastikan DPR RI akan melakukan pengawasan secara langsung ke tempat-tempat pendistribusian MBG dari hulu ke hilir. 

Pasalnya dia meyakini, ada beberapa aspek yang memungkinkan terjadinya masalah dalam pembagian MBG tersebut.

Termasuk salah satunya yakni soal kondisi dapur oleh Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di daerah-daerah.

"Itu sebenarnya masalahnya seperti apa, apakah di dapurnya, apakah di sekolahnya, untuk bisa melihat dari hulunya itu sebenarnya masalahnya seperti apa," ucap Ketua DPP PDIP itu.

Hal senada juga disampaikan oleh Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah. Menurut dia, program itu harus dievaluasi secara menyeluruh.

Akan tetapi sebelum dilakukan evaluasi, perlu dilakukan pengumpulan masalah atau menginventaris persoalan-persoalan yang terjadi.

"Perlu ada evaluasi. Yang pertama bukan soal evaluasinya, yang pertama itu di-inventarisir masalahnya. Setelah itu baru dilakukan evaluasi menyeluruh," kata Said.

Menurut Said, proses penyaluran MBG yang dilakukan saat ini jangkauannya cukup banyak dan memakan waktu yang lama.

Dimana kata dia, tiap satu SPPG harus melayani 3.000 siswa. Jumlah tersebut terbilang cukup besar untuk dilayani oleh satu SPPG.

"Apakah karena rantai pasok dari SPPG ke sekolah terlalu panjang? Karena 1 SPPG melayani 3.000, apakah itu bisa diperpendek? 1 SPPG cukup 1.500. Sehingga makanan bergizi gratis yang sampai di sekolah itu masih fresh from the oven," kata Said.

Sehingga terhadap fenomena yang terjadi saat ini, Said cenderung meminta kepada pemerintah untuk segera melakukan evaluasi bukan menghentikan sementara program tersebut.

Kata dia, hal lain yang bisa diinisiasi yakni terkait rentang waktu proses pengolahan makanannya.

"Tidak berarti ada konklusi harus di-stop. Jangan. Lebih baik mari kita deteksi dini, di mana letak masalahnya. Apakah karena jam 2 malam baru masak, sedangkan jam 12 pagi itu kan sudah 14 jam tersendiri. Jadi perlu pola baru," tandas Said.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan