Rabu, 29 Oktober 2025

Usulan Soeharto Jadi Pahlawan Nasional Dinilai Lukai Perasaan Korban Pelanggaran HAM

Usulan gelar Pahlawan Nasional bagi Soeharto menuai kritik. Publik nilai keputusan itu bertentangan dengan semangat reformasi dan keadilan sejarah.

|
TRIBUNNEWS/HERUDIN
TOLAK GELAR PAHLAWAN - Gelombang penolakan muncul atas usulan gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto. Publik menilai langkah itu melukai semangat reformasi dan korban Orde Baru. 

Ringkasan Berita:Mensos usulkan Soeharto terima gelar Pahlawan Nasional bersama Gus Dur dan Marsinah.
Aktivis 98 dan KontraS menolak, sebut rekam jejak Soeharto penuh pelanggaran HAM.
Kritik menguat, publik nilai langkah itu mengkhianati semangat reformasi dan Sumpah Pemuda.
 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Usulan pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2 RI Soeharto menuai kritik berbagai pihak. Bahkan ada yang menyebut bertentangan dengan semangat reformasi. 

Beberapa waktu lalu Menteri Sosial Saifullah Yusuf menyerahkan berkas 40 nama yang diusulkan mendapat gelar Pahlawan Nasional kepada Menteri Kebudayaan yang juga Ketua Dewan Gelar, Tanda Jasa, dan tanda Kehormatan (GTK) Fadli Zon di kantor Kementerian Kebudayaan, Jakarta. 

Beberapa nama yang tercantum dalam berkas tersebut dan dinilai telah memenuhi syarat adalah Presiden ke-2 RI Soeharto; Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur); serta Marsinah, yang merupakan tokoh buruh dan aktivis perempuan asal Nganjuk, Jawa Timur. 

Keputusan Mensos untuk tetap mengusulkan nama Soeharto sebagai pahlawan nasional disesalkan sejumlah kalangan. Mereka menganggap pemerintah tidak menghiraukan masukan dari masyarakat. 

Ketua Umum DPN Relawan Perjuangan Demokrasi (Repdem) sayap PDI Perjuangan, Wanto Sugito, menilai wacana pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto adalah bentuk bertentangan terhadap semangat Sumpah Pemuda. 

“Sumpah Pemuda lahir dari keberanian melawan ketakutan dan ketidakadilan. Jika simbol penindasan diangkat sebagai pahlawan, itu sama saja dengan mengkhianati makna sumpah itu sendiri,” kata mantan aktivis 98 UIN Ciputat saat dihubungi wartawan, Selasa (28/10/2025). 

Wanto menyebut, di tengah peringatan Sumpah Pemuda, bangsa ini justru dihadapkan pada upaya sistematis untuk melupakan luka sejarah. 

“Bangsa ini seharusnya menundukkan kepala kepada mereka yang berani melawan ketidakadilan, bukan kepada mereka yang menindas. Kalau bicara pahlawan, lebih pantas menyebut Marsinah, Wiji Thukul, dan ribuan korban kekerasan Orde Baru yang tak pernah mendapat keadilan,” ujarnya. 

Menurut Wanto, sejarah tak bisa ditulis ulang atas nama rekonsiliasi atau kepentingan politik sesaat. 

Ia mengingatkan, Sumpah Pemuda bukanlah upacara tahunan, melainkan peringatan untuk menjaga keberanian dan kesetiaan pada kebenaran sejarah. 

“Kita boleh berdamai, tapi bukan dengan kebohongan. Mengangkat Soeharto sebagai pahlawan melukai wajah para korban dan keluarga mereka,” tegasnya. 

“Bangsa ini justru akan besar dengan menghormati yang mereka selama ini tertindas. Itulah makna sejati Sumpah Pemuda,” pungkasnya. 

Kontras menolak 

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) juga menolak rencana pemberian gelar Pahlawan Nasional untuk Presiden ke-2 Soeharto

"Sosok Soeharto tidak layak menjadi Pahlawan Nasional lantaran rekam jejaknya dalam kejahatan HAM, praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta gaya kepemimpinan otoriter selama 32 tahun menjabat," kata Kepala Divisi Impunitas KontraS, Jane Rosalina Rumpia, kepada Tribunnews.com, Senin (27/10/2025). 

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved