Kamis, 6 November 2025

Revisi UU TNI

Lagi-lagi UU TNI Digugat ke MK, Syamsul Soroti Penempatan Militer di Jabatan Sipil

Aturan prajurit TNI aktif menduduki jabatan di berbagai instansi sipil membuat dua advokat layangkan gugatan UU TNI ke MK

|
MK
GUGAT UU TNI - Syamsul Jahidin dalam persidangan. Advokat Syamsul Jahidin bersama Ratih Mutiara Louk Fanggi menggugat UU TNI ke Mahkamah Konstitusi (MK). 

Ringkasan Berita:
  • Dua advokat menggugat pasal dalam UU TNI ke Mahkamah Konstitusi
  • Pasal yang digugat adalah Pasal 47 ayat 1, tentang prajurit TNI aktif menduduki jabatan sipil
  • Mereka menganggap, pasal bertentangan dengan prinsip negara hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945

TRIBUNNEWS.COM - Advokat Syamsul Jahidin dan Ratih Mutiara Louk Fanggi mengajukan permohonan pengujian materiil terhadap pasal pada Undang-Undang TNI (UU TNI) ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Tepatnya Pasal 47 ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia.

Isi dari pasal tersebut memperbolehkan prajurit TNI aktif menduduki jabatan di berbagai instansi sipil strategis tanpa harus mengundurkan diri atau pensiun.

Mereka menilai ketentuan tersebut membuka celah bagi prajurit TNI aktif untuk menduduki jabatan strategis di instansi sipil tanpa harus mengundurkan diri atau pensiun dari dinas militer.

Hal ini dianggap bertentangan dengan prinsip negara hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945, serta mengancam supremasi sipil yang menjadi fondasi sistem demokrasi pascareformasi.

Dalam permohonannya, Syamsul dan Ratih menyoroti ambiguitas norma yang dinilai berpotensi disalahgunakan oleh penguasa, menimbulkan tumpang tindih yurisdiksi hukum, dan melemahkan prinsip checks and balances.

"Kami memiliki tanggung jawab moral untuk mengawal dan memastikan bahwa setiap norma hukum yang berlaku tidak bertentangan dengan prinsip negara hukum, yang menjadi dasar terciptanya rasa keadilan, kepastian hukum, serta tegaknya supremasi hukum dan supremasi sipil," jelasnya kepada Tribunnews, pada Selasa (4/11/2025).

Syamsul dan Ratih juga mengutip Tap MPR Nomor VII/MPR/2000 yang secara tegas menyatakan bahwa prajurit TNI hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun. 

Ketentuan Pasal 47 ayat (1) dinilai bertentangan dengan ketetapan tersebut dan berisiko menghidupkan kembali praktik dwifungsi militer yang telah ditolak oleh gerakan reformasi 1998.

Lebih lanjut, para pemohon menilai keberadaan prajurit aktif dalam jabatan sipil dapat mengganggu transparansi, akuntabilitas publik, dan netralitas militer.

Keduanya juga menyoroti kasus konkret di era pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, di mana sejumlah jabatan sipil telah diisi oleh prajurit TNI aktif.

Baca juga: 26 Organisasi Gugat Pasal OMSP, Soal Perbantuan Pemda, dan Peradilan Militer dalam UU TNI ke MK

Kondisi ini dinilai menciptakan ketidakpastian hukum dan ketidakadilan bagi warga sipil yang memiliki kualifikasi serupa.

Para pemohon meminta Mahkamah Konstitusi agar menyatakan Pasal 47 ayat (1) UU TNI bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, kecuali dimaknai secara ketat dengan mengedepankan prinsip supremasi sipil.

Pihaknya menegaskan bahwa dalam negara hukum yang demokratis, pengisian jabatan sipil harus dilakukan oleh aparatur sipil yang bebas dari intervensi militer, demi menjaga integritas sistem pemerintahan dan kepercayaan publik.

"Oleh karena itu, perlu dilakukan pengujian normatif dan sistemik terhadap lembaga-lembaga yang disebutkan dalam Pasal 47 ayat (1) UU TNI, guna menentukan secara tegas mana yang termasuk bagian dari sistem pertahanan negara, sehingga konstitusional untuk ditempati oleh prajurit TNI aktif, dan mana yang bukan, sehingga penempatan tersebut menjadi inkonstitusional," tambah dia.

Halaman 1/3
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved