Kasus Suap Ekspor CPO
2 Korporasi CPO Diminta Lunasi Uang Pengganti Rp 4,4 Triliun Paling Lambat Pertengahan 2026
Dua terpidana korporasi kasus korupsi ekspor CPO diminta melunasi pembayaran uang pengganti Rp 4,4 triliun paling lambat pertengahan 2026.
Ringkasan Berita:
- Dua terpidana korporasi kasus korupsi ekspor CPO diminta melunasi pembayaran uang pengganti total senilai Rp 4,4 triliun
- Dua terpidana korporasi tersebut adalah Musimas Group dan Permata Hijau Group
- Keduanya diberikan batas waktu pembayaran hingga pertengahan tahun 2026 mendatang
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejaksaan Agung memberikan batas waktu untuk dua terpidana korporasi kasus korupsi ekspor crude palm oil (CPO) Musimas Group dan Permata Hijau Group untuk melunasi pembayaran uang pengganti total senilai Rp 4,4 triliun.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Anang Supriatna menjelaskan, batas waktu yang diberikan terhadap dua korporasi itu yakni hingga pertengahan tahun 2026 mendatang.
Baca juga: Kejagung Dalami Dugaan Keuntungan Korporasi dalam Kasus BBM Pertamina
"Ada tenggatnya 2026. Kalau kurang lebih kesanggupannya sekitar pertengahan tahun," kata Anang saat dikonfirmasi, Kamis (6/10/2025).
Menurut Anang, dua korporasi itu menyatakan kesanggupannya untuk membayar sisa uang pengganti kerugian negara tersebut.
Adapun mekanisme yang akan dilakukan dua korporasi itu, mereka bersedia membayar uang pengganti dengan cara dicicil.
"Uang pengganti yang belum dilunasi dari Rp 17,7 triliun, ada Rp 4,4 triliun. Dan mereka sanggup akan membayar dicicil," jelasnya.
Kendati menyatakan sanggup membayar, Anang menuturkan saat ini pihaknya telah terlebih dulu melakukan penyitaan aset milik kedua terpidana korporasi tersebut.
Penyitaan aset itu dilakukan semata-mata sebagai jaminan dari dua korporasi itu selama mereka melakukan proses cicil pembayaran uang pengganti.
"Namun apabila mereka tidak komit terhadap perjanjiannya maka aset yang ada akan kita lakukan sita dan kita lelang untuk menutupi daripada uang pengganti kerugian negara," pungkasnya.
Kejagung Serahkan Rp 13,2 Triliun Uang Sitaan ke Pemerintah
Sebelumnya, Kejaksaan Agung resmi menyerahkan uang senilai Rp13.255.244.538.149,00 (Rp13,2 triliun) yang diperoleh dari hasil penyitaan kasus korupsi perizinan ekspor crude palm oil (CPO) kepada pemerintah melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Senin (20/10/2025).
Berdasarkan pantauan Tribunnews.com, adapun uang itu secara simbolis diserahkan oleh Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin kepada Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa dan disaksikan langsung oleh Presiden RI Prabowo Subianto.
Adapun uang sitaan yang diserahkan oleh Jaksa Agung kepada pemerintah itu merupakan hasil korupsi yang dilakukan oleh tiga korporasi yakni PT Wilmar Group, Musimas Group dan Permata Hijau Group.
Hal itu mereka serahkan kepada Kejagung sebagai hukuman pidana uang pengganti yang dibebankan kepada mereka selama proses hukum di Pengadilan.
Sementara itu dalam paparanya, Jaksa Agung menjelaskan, total uang korupsi yang disita dari tiga korporasi itu sejatinya senilai Rp17 triliun.
Namun Rp4,4 triliun sisanya dikatakan Burhanuddin saat ini masih dalam tahap penagihan kepada dua terdakwa korporasi tersebut yakni Musimas dan Permata Hijau Group.
"Total kerugian perekonomian negara itu Rp17 triliun dan hari ini kami akan serahkan sebesar Rp13.255 Triliun, karena yang Rp4,4 triliun nya adalah diminta kepada Musimas dan Permata Hijau, mereka meminta penundaan dari kami," kata Jaksa Agung dalam paparanya di hadapan Prabowo.
Terkait hal ini, lanjut Burhanuddin, selama proses penundaan pengembalian kerugian keuangan negara itu, Kejagung kata dia juga memberi syarat kepada dua korporasi tersebut.
Adapun syaratnya yakni dua korporasi itu menyerahkan sejumlah aset mereka yakni kebun kelapa sawit dan perusahaanya untuk dijadikan kepada Kejaksaan selama uang Rp4,4 triliun itu belum diserahkan.
"Karena situasinya mungkin (mempertimbangkan) perekonomian kami bisa menunda, tetapi dengan kewajiban bahwa mereka harus menyerahkan kepada kami ya kebun kelapa sawit dan perusahaannya menjadi jaminan kami untuk Rp4,4 triliun-nya," jelasnya.
Selama proses pengembalian sisa kerugian negara itu, Burhanuddin juga menegaskan bahwa pihaknya tetap memberi batas waktu kepada korporasi tersebut.
Menurut dia, pihaknya tidak ingin proses penyitaan aset negara ini menjadi berkepanjangan sehingga Kejaksaan bisa segera mengembalikan uang itu kepada negara.
"Kami juga meminta kepada mereka untuk tetap ada tepat waktu (pengembalian uang). Kami tidak mau ini berkepanjangan sehingga kerugian-kerugian itu tidak kami segera kembalikan," pungkasnya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.