Komisi IX DPR Tegaskan Tak Ada Alasan Rumah Sakit Tolak Tangani Pasien yang Tak Punya KTP
Komisi IX DPR respons peristiwa Rumah Sakit yang menolak menangani seorang warga Baduy Dalam bernama Repan yang jadi korban begal di Rawasari, Jaksel.
Ringkasan Berita:
- Komisi IX DPR respons peristiwa Rumah Sakit yang menolak menangani warga Baduy Dalam bernama Repan yang jadi korban begal di kawasan Rawasari, Jakpus.
- Terkait insiden ini, anggota Komisi IX DPR RI Nurhadi nilai hal ini bisa jadi preseden yang mengkhawatirkan bagi pelayan kesehatan.
- Nurhadi menekankan pentingnya jaminan bagi setiap warga negara atas akses pelayanan medis terlebih dalam kondisi darurat.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi IX DPR RI Nurhadi merespons tindakan fasilitas kesehatan Rumah Sakit yang menolak menangani seorang warga Baduy Dalam bernama Repan yang menjadi korban begal di kawasan Rawasari, Kecamatan Cempaka Putih, Jakarta Pusat.
Repan ditolak ditangani perawatannya di Rumah Sakit lantaran tidak memilki kartu tanda penduduk (KTP).
Terkait insiden yang menimpa Repan ini, Nurhadi menilai kalau hal tersebut bisa menjadi preseden yang mengkhawatirkan bagi pelayan kesehatan.
"Kasus yang dialami oleh saudara kita dari komunitas Baduy Dalam, yang menjadi korban pembegalan saat berjualan madu yang pada akhirnya kesulitan mendapatkan layanan kesehatan karena tidak memiliki KTP merupakan sebuah preseden yang sangat mengkhawatirkan," kata Nurhadi saat dimintai tanggapannya, Jumat (7/11/2025).
Nurhadi melihat beberapa hal penting yang harus segera disikapi terkait kasus ini. Termasuk soal jaminan bagi setiap warga negara atas akses pelayanan medis terlebih dalam kondisi darurat.
Baca juga: Kronologi Pemuda Baduy Dibegal di Jakarta: Datang Bawa Harapan, Pulang Luka Bacok
Dia lantas menegaskan, ke depannya tidak ada alasan apapun bagi fasilitas kesehatan seperti rumah sakit sembarangan menolak pasien dengan latar belakang apapun.
"Rumah sakit ataupun fasilitas kesehatan tidak boleh menolak pasien hanya karena persoalan administrasi, seperti tidak memiliki KTP," ujarnya.
Nurhadi juga menyoroti bagaimana komunitas Baduy Dalam secara historis memiliki pola kehidupan yang berbeda termasuk dalam hal kehadiran dokumen kependudukan seperti KTP.
Hal ini dinilai menjadi penghambat serius ketika mereka harus menghadapi kejadian tak terduga.
Pemerintah diminta berperan untuk memastikan seluruh warganya termasuk yang memiliki kebijakan historis tetap mendapatkan akses kesehatan.
"Pemerintah perlu memastikan bahwa masyarakat adat atau komunitas khusus mendapat kemudahan dalam memperoleh dokumen dasar dan setidak-nya memiliki kepastian pengakuan administrasi agar hak-hak dasar mereka terlindungi," jelas Nurhadi.
Kata dia, Kementerian Kesehatan, Kementerian Dalam Negeri (kependudukan), hingga Dinas Kesehatan dan Dinas Sosial di daerah untuk bersinergi serta berkoordinasi.
"Untuk kasus semacam ini, protokol atau SOP-nya harus jelas bahwa rumah sakit wajib segera memberikan pertolongan pertama, selanjutnya administrasi dapat dilengkapi kemudian," tegasnya.
Komisi IX DPR kata Nurhadi, akan mendorong program percepatan penerbitan KTP atau dokumen alternatif bagi komunitas adat yang selama ini belum tercatat secara formal.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.