Selasa, 11 November 2025

Gelar Pahlawan Nasional

Marsinah Dianugerahi Gelar Pahlawan Nasional, Sang Kakak Sampaikan Terima Kasih kepada Prabowo

Kakak mendiang aktivis buruh Marsinah, Marsini, menyampaikan terima kasih kepada Prabowo Subianto atas gelar pahlawan nasional sang adik.

Tangkap layar KompasTV
GELAR PAHLAWAN MARSINAH - Dalam foto: Kakak dari mendiang aktivis buruh Marsinah, Marsini, dalam acara Peringatan Hari Pahlawan Nasional di Istana Negara, Jakarta Pusat, Senin (10/11/2025). Marsini pun menyampaikan ucapan terima kasih kepada Prabowo atas anugerah gelar pahlawan yang diberikan kepada adiknya, Marsinah, yang tewas 32 tahun lalu. 

Marsinah juga menjadi aktivis dalam organisasi buruh Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) unit kerja PT CPS.

Kronologi pembunuhan Marsinah 

Pada awal 1993, pemerintah mengeluarkan imbauan kepada pengusaha Jawa Timur untuk menaikkan gaji pokok karyawan sebesar 20 persen.

Namun, imbauan itu tidak segera dikabulkan para pengusaha, termasuk oleh PT CPS, tempat Marsinah bekerja.

Alhasil, hal itu memicu unjuk rasa dari para buruh yang menuntut kenaikan upah. 

Pada 2 Mei 1993, Marsinah terlibat dalam rapat perencanaan unjuk rasa yang digelar di Tanggulangin, Sidoarjo.

Pada 3 Mei 1993, para buruh mencegah teman-temannya bekerja untuk melakukan aksi mogok.

Namun, Komando Rayon Militer (Koramil) setempat langsung turun tangan untuk mencegah aksi para buruh PT CPS tersebut. 

Keesokan harinya, para buruh mogok total dan mengajukan 12 tuntutan kepada PT CPS.

Salah satu tuntutan buruh adalah kenaikan gaji pokok dari Rp 1.700 per hari menjadi Rp 2.250 per hari.

Selain itu, mereka juga meminta tunjangan Rp 550 per hari yang tetap bisa didapatkan ketika buruh absen. 

Marsinah pun menjadi salah satu dari 15 orang perwakilan buruh yang melakukan perundingan dengan pihak perusahaan.

Ia masih terlibat dalam perundingan-perundingan hingga 5 Mei 1993.

Pada siang hari tanggal 5 Mei 1993, sebanyak 13 buruh yang dianggap menghasut rekan-rekannya untuk berunjuk rasa, digiring ke Komando Distrik Militer (Kodim) Sidoarjo. 

Mereka kemudian dipaksa mengundurkan diri dari PT CPS karena dituduh telah menggelar rapat gelap dan mencegah karyawan lain bekerja.

Kala itu, Marsinah dikabarkan sempat mendatangani Kodim Sidoarjo untuk menanyakan keberadaan 13 rekannya yang sebelumnya digiring ke sana.

Namun, sekitar pukul 10 malam tanggal 5 Mei 1993, Marsinah menghilang. 

Keberadaan Marsinah tidak diketahui lagi hingga jasadnya ditemukan dalam kondisi mengenaskan di Nganjuk pada 9 Mei 1993.

Berdasarkan hasil autopsi, Marsinah diketahui telah meninggal dunia pada satu hari sebelum jenazahnya ditemukan, yakni pada 8 Mei 1993.

Adapun penyebab kematian Marsinah adalah penganiayaan berat. Selain itu, Marsinah juga diketahui telah diperkosa.

Siapa pembunuh Marsinah

Kasus pembunuhan Marsinah mendapatkan reaksi keras dari masyarakat dan para aktivis HAM.

Para aktivis kemudian membentuk Komite Solidaritas untuk Marsinah (KSUM) dan menuntut pemerintah menyelidiki dan mengadili para pelaku pembunuhan.

Seperti diberitakan Harian Kompas pada 10 November 1993, Presiden Soeharto meminta agar kasus Marsinah diusut dengan tuntas. 

Soeharto juga menekankan agar kasus pembunuhan Marsinah tidak ditutup-tutupi.

"Masyarakat jangan berprasangka dulu sebab pemerintah akan menuntaskan kasus ini. Dan, biarkan petugas berwenang menangani kasus itu hingga selesai serta memutuskannya sesuai dengan hukum dan undang-undang yang berlaku, serta menghukum mereka yang bersalah," ujar Soeharto kala itu.

Ketika itu, memang muncul kecurigaan terhadap aparat terkait kasus pembunuhan Marsinah

Sebelum pidato Soeharto, pada 30 September 1993, pemerintah telah membentuk Tim Terpadu Bakorstanasda Jawa Timur untuk menyelidiki kasus Marsinah.

Selanjutnya, delapan orang petinggi PT CPS ditangkap secara diam-diam dan tanpa prosedur resmi.

Salah satu orang yang ditangkap adalah Kepala Personalia PT CPS, Mutiari, yang kala itu sedang hamil. 

Selain itu, pemilik PT CPS, Yudi Susanto, turut ditangkap dan diinterogasi.

Orang-orang yang ditanggap itu diketahui menerima siksaan berat, baik secara fisik ataupun mental, serta diminta mengakui telah merencanakan penculikan dan pembunuhan terhadap Marsinah.

Selama proses penyelidikan dan penyidikan, Tim Terpadu telah menangkap serta memeriksa 10 orang yang diduga terlibat dalam pembunuhan Marsinah

Dari hasil penyelidikan itu disebutkan bahwa Suprapto, seorang pekerja di bagian kontrol PT CPS, menjemput Marsinah dengan sepeda motornya di dekat rumah kos aktivis buruh itu.

Marsinah kemudian disebut dibawa ke rumah Yudi Susanto di Jalan Puspita, Surabaya.

Setelah tiga hari disekap, Marsinah disebut dibunuh oleh Suwono, seorang satpam di PT CPS.

Pemilik PT CPS, Yudi Susanto, kemudian dijatuhi vonis 17 tahun penjara.

Sementara itu, beberapa staf PT CPS dijatuhi hukuman sekitar empat tahun hingga 12 tahun penjara.

Akan tetapi, Yudi Susanto kala itu kukuh menyatakan tidak terlibat dalam pembunuhan Marsinah dan dirinya hanya menjadi kambing hitam.

Ia kemudian naik banding ke Pengadilan tinggi dan dinyakan bebas. 

Para staf PT CPS yang dijatuhi hukuman juga naik banding hingga mereka dibebaskan dari segala dakwaan atau bebas murni oleh Mahkamah Agung.

Putusan Mahkamah Agung tersebut tentu mengundang kontroversi dan ketidakpuasan masyarakat.

Para aktivis terus menyuarakan tuntutan agar kasus pembunuhan Marsinah diselidiki dengan terang dan kecurigaan terhadap keterlibatan aparat militer diungkap. 

Hingga kini, Marsinah masih dikenang sebagai pahlawan buruh.

Ia juga dianugerahi Penghargaan Yap Thiam Hien.

Kisah Marsinah juga telah diangkat ke dalam berbagai karya sastra dan seni pementasan.  

(Tribunnews.com/Rizki A.)

Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kisah Marsinah, Aktivis Buruh yang Dibunuh pada Masa Orde Baru" dan Surya.co.id dengan judul Sosok Marsinah Aktivis Buruh yang Didukung Prabowo Jadi Pahlawan Nasional, Dibunuh di Era Orde Baru

Sumber: 
Menguak Kisah Marsinah. (2020). (n.p.): Tempo Publishing. Laporan pendahuluan kasus pembunuhan Marsinah. (1994). Indonesia: Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Tim Pencari Fakta Pembunuhan Marsinah. Lubis, T. M. (2005). Jalan panjang hak asasi manusia: catatan Todung Mulya Lubis. Indonesia: Gramedia Pustaka Utama.

Halaman 4/4
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved