Gelar Pahlawan Nasional
Soeharto Jadi Pahlawan Nasional, Legislator PDIP Ungkap Pelanggaran HAM saat Orde Baru
Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI Fraksi PDIP Andreas Hugo Pareira kritik pemerintah yang menganugerahi gelar pahlawan nasional untuk Soeharto.
Ringkasan Berita:
- Andreas menyinggung soal pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang terjadi di masa Soeharto, era Orde Baru.
- Andreas juga menyinggung sejumlah kasus pelanggaran HAM yang ditudingkan kepada Soeharto.
- Setidaknya ada 10 kasus pelanggaran HAM yang diduga dilakukan Soeharto saat berkuasa menurut catatan Kontras.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI Fraksi PDIP Andreas Hugo Pareira, mengkritik pemerintah, yang menganugerahi gelar pahlawan nasional untuk Presiden ke-2 RI Soeharto.
Andreas pun menyinggung soal pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang terjadi di masa Soeharto, era Orde Baru.
Andreas menegaskan, pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada tokoh-tokoh bangsa merupakan bagian penting dari upaya menjaga kesinambungan sejarah dan membangun kebanggaan nasional.
“Oleh karena itu, keputusan yang menyangkut figur publik dengan catatan sejarah pelanggaran HAM seperti Soeharto harus ditempatkan dalam kerangka objektivitas moral dan etik bernegara demi menjaga harkat dan martabat pendidikan kebangsaan,” kata Andreas, kepada wartawan, Senin (10/11/2025).
Lantas, Andreas menyinggung tentang banyaknya tudingan pelanggaran HAM yang dilakukan Soeharto, baik sebelum dan selama ia menjabat sebagai Presiden puluhan tahun lamanya.
Baca juga: Prabowo Resmi Anugerahkan Gelar Pahlawan Nasional pada Soeharto dan 9 Tokoh Lainnya
“Pahlawan Nasional bukan sekadar gelar kehormatan, tetapi cermin nilai dan arah moral bangsa. Karena itu, setiap keputusan negara dalam memberikan penghargaan ini harus mempertimbangkan semangat persatuan, rekonsiliasi, dan pembelajaran bagi generasi muda,” ujarnya.
“Kita tidak boleh lupa bahwa Soeharto punya jejak sejarah kelam, yang sudah menjadi pengetahuan umum, khususnya dalam hal pelanggaran HAM dan praktik KKN (korupsi, kolusi, nepotisme) selama ia memimpin negeri ini,” imbuh Legislator dari Dapil NTT I itu.
Andreas menyinggung sejumlah kasus pelanggaran HAM yang ditudingkan kepada Soeharto.
Hal ini berdasarkan laporan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) yang juga menyebut setelah Orde Baru berakhir pada 1998, tuntutan untuk mengungkap dugaan terjadinya pelanggaran berat HAM masa lalu banyak bermunculan.
Ia menyebut, setidaknya ada 10 kasus pelanggaran HAM yang diduga dilakukan Soeharto saat berkuasa menurut catatan Kontras.
Pertama tindakan kejahatan kemanusiaan di Pulau Buru pada 1965-1966 saat Soeharto bertindak sebagai Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban yang disingkat Pangkoops Pemulihan Kamtib.
Sebagai Panglima Kopkamtib, Soeharto diduga telah menyebabkan ribuan orang menjadi korban pembunuhan, penangkapan, penahanan massal dan pembuangan ke Pulau Buru.
Kedua adalah dugaan kebijakan penembakan misterius sepanjang 1981-1985 sebagai bentuk ‘hukuman mati’ tanpa melewati proses pengadilan. Amnesty Internasional dalam laporannya mencatat korban jiwa karena kebijakan tersebut mencapai kurang lebih sekitar 5.000 orang, tersebar di wilayah Jawa Timur, Jawa Tengah dan Bandung.
Ketiga, peristiwa Tanjung Priok 1984-1987 untuk mengeliminasi berbagai respon masyarakat terhadap kebijakan asas tunggal Pancasila yang dikeluarkan Orde Baru.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.