Senin, 10 November 2025

Gelar Pahlawan Nasional

IM57+ Institute Kritik Gelar Pahlawan untuk Soeharto: Ini Pengaburan Sejarah Koruptif

IM57+ Institute, organisasi yang mewadahi para mantan pegawai KPK mengkritik Wacana penganugerahan gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto.

Tribunnews.com/Bian Harnansa
GELAR PAHLAWAN NASIONAL - Presiden ke-2 RI Soeharto tersenyum dan melambaikan tangan dalam sebuah acara publik. IM57+ Institute, organisasi yang mewadahi para mantan pegawai KPK mengkritik Wacana penganugerahan gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto. 

Ringkasan Berita:
  • Pemerintah berencana mengumumkan gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto pada Senin, 10 November 2025.
  • Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi telah mengonfirmasi nama Soeharto masuk dalam daftar penerima.
  • Organisasi mantan pegawai KPK IM57+ menilai langkah tersebut sebagai pengaburan sejarah korupsi di Indonesia. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Wacana penganugerahan gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2 RI Soeharto yang akan diumumkan hari ini, Senin (10/11/2025), menuai kritik tajam dari para pegiat anti-korupsi. 

IM57+ Institute, organisasi yang mewadahi para mantan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), menilai langkah ini sebagai bentuk pengaburan sejarah koruptif di Indonesia.

Ketua IM57+ Institute, Lakso Anindito, yang juga merupakan mantan penyidik KPK, menyatakan bahwa pemberian gelar ini ironis di tengah upaya pemulihan aset hasil kejahatan Soeharto yang masih berlangsung.

"Saat berbagai upaya untuk memulihkan aset hasil kejahatan Soeharto dilakukan, pada sisi lain, malah terdapat penegasan status Soeharto menjadi pahlawan," kata Lakso dalam keterangan tertulisnya, Senin (10/11/2025).

Lakso mempertanyakan kelayakan seorang presiden yang memiliki sejarah dugaan keterlibatan korupsi untuk menyandang gelar pahlawan. 

Menurutnya, hal ini berbahaya karena dapat menciptakan preseden buruk bagi para pemimpin di masa depan.

"Ini berbahaya karena akan membuat preseden bagi para presiden ke depan bahwa tidak masalah terlibat dalam skandal apapun, asalnya memiliki kekuasaan maka seluruh skandal seakan terhapus," ujar Lakso.

Lebih lanjut, ia mengkhawatirkan konsekuensi hukum dari status pahlawan tersebut. 

Ia mempertanyakan apakah proses pemulihan aset yang terus berlanjut nantinya dapat dianggap sebagai penistaan karena menelusuri harta seorang pahlawan nasional.

IM57+ Institute, yang terdiri dari para mantan pegawai KPK yang disingkirkan melalui Tes Wawasan Kebangsaan (TWK), juga menyoroti prioritas kebijakan pemerintah.

Menurut Lakso, di saat RUU Perampasan Aset yang krusial bagi pemberantasan korupsi belum juga disahkan, pemerintah justru sibuk memberikan gelar bagi sosok yang kontroversial karena isu korupsi.

"Prioritas yang tidak sesuai dengan aspirasi rakyat ini bisa menjadi tumpukan kekecewaan terhadap kinerja pemerintah ke depan," katanya.

Kritik senada juga datang dari mantan penyidik senior KPK lainnya, M Praswad Nugraha. 

Ia menyebut penganugerahan gelar ini sebagai pembelokan sejarah yang mencederai semangat anti-korupsi.

Praswad mengingatkan bahwa alasan utama pelengseran Soeharto pada era reformasi adalah maraknya Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved