Minggu, 16 November 2025

Ijazah Jokowi

Kuasa Hukum Roy Suryo Sebut Ada Penyelundupan Pasal dalam Kasus Ijazah Jokowi

Kuasa hukum Roy Suryo, Ahmad Khozinudin, menyebut ada penyelundupan pasal dalam penetapan kliennya sebagai tersangka kasus ijazah Jokowi.

Tribunnews/Jeprima
ROY SURYO TERSANGKA - Dalam foto: Pakar Telematika Roy Suryo seusai menjalani pemeriksaan tim penyidik Polda Metro Jaya di Gedung Dirreskrimum Polda Metro Jaya, Jakarta, Kamis (13/11/2025). Kuasa hukum Roy Suryo, Ahmad Khozinudin, menyebut ada penyelundupan pasal dalam penetapan kliennya sebagai tersangka kasus ijazah Jokowi. Tribunnews/Jeprima 
Ringkasan Berita:
  • Roy Suryo menjadi satu dari delapan orang yang ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Metro Jaya dalam kasus tuduhan ijazah palsu yang menyeret nama Mantan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) pada Jumat (7/11/2025).
  • Menurut Ahmad Khozinudin selaku kuasa hukum Roy Suryo, ada pasal-pasal yang diselundupkan untuk menjebloskan kliennya ke penjara.
  • Yakni, Pasal 32 Ayat 1 juncto Pasal 48 ayat 1 dan Pasal 35 juncto Pasal 51 ayat 1 dalam Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

TRIBUNNEWS.COM - Kuasa hukum pakar telematika Roy Suryo, Ahmad Khozinudin, menyebut ada penyelundupan pasal dalam penetapan kliennya sebagai tersangka terkait kasus tudingan ijazah palsu Mantan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi).

Adapun Roy Suryo menjadi satu dari delapan orang yang ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Metro Jaya dalam kasus tuduhan ijazah palsu yang menyeret nama Mantan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) pada Jumat (7/11/2025).

Kedelapan tersangka tersebut dibagi menjadi dua klaster dengan sangkaan pasal yang berbeda, yakni sebagai berikut:

  • Klaster pertama dengan tersangka Eggi Sudjana, Kurnia Tri Rohyani, M Rizal Fadillah, Rustam Effendi, dan Damai Hari Lubis dijerat dengan Pasal 310 mengenai pencemaran nama baik dan fitnah, Pasal 311 tentang fitnah, Pasal 160 KUHP mengenai menghasut dan/atau Pasal 27A juncto Pasal 45 ayat (4) dan/atau Pasal 28 ayat 2 juncto Pasal 45A ayat 2 UU ITE.
  • Klaster kedua dengan tersangka Roy Suryo, Rismon Sianipar, dan Tifauzia Tyassuma dijerat dengan Pasal 310 KUHP mengenai pencemaran nama baik dan fitnah, Pasal 311 KUHP tentang fitnah, Pasal 32 Ayat 1 juncto Pasal 48 ayat 1, Pasal 35 juncto Pasal 51 ayat 1, Pasal 27A juncto Pasal 45 ayat 4, Pasal 28 ayat 2 juncto Pasal 45A ayat 2 Undang-Undang ITE.

Sementara, pasal UU ITE yang dijeratkan pada dua klaster tersebut, berkaitan dengan mengubah, manipulasi, menghasut, mengajak hingga menyebarkan informasi yang bertujuan menimbulkan kebencian, serta menyerang orang dengan cara menuduh.

Roy Suryo bersama dua tersangka di klaster kedua tersebut, ahli digital forensik Rismon Hasiholan Sianipar dan Dokter Tifauzia Tyassuma telah menjalani pemeriksaan perdana sebagai tersangka pada Kamis (13/11/2025).

Setelah diperiksa, Roy Suryo cs tidak langsung ditahan dan langsung diperbolehkan pulang.

Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Metro Jaya Kombes Iman Imanuddin.

“Para tersangka sudah memberikan keterangannya. Setelah ini kepada ketiga tersangka kami perbolehkan untuk kembali ke rumahnya masing-masing,” kata Iman kepada wartawan, Kamis.

Lebih lanjut, Iman mengungkap bahwa para tersangka telah mengajukan saksi dan ahli yang meringankan dalam penetapan statusnya.

Dalam pemeriksaan lanjutan, Roy Suryo cs berencana menghadirkan dua ahli dan tiga saksi.

Baca juga: Soroti Ketidakadilan dalam Kasus Ijazah, Kuasa Hukum Roy Suryo: Polisi Cuma Fokus Bukti dari Jokowi

“Tentunya dalam hal ini kami sebagai penyidik harus menjaga keseimbangan keterangan dan informasi sehingga proses penegakan hukum ini adil dan berimbang,” tuturnya.

Penyelundupan Pasal

Pasal 32 dan Pasal 35 UU ITE

Setelah pemeriksaan, Ahmad Khozinudin selaku kuasa hukum Roy Suryo menanggapi pasal-pasal yang dikenakan kepada kliennya.

Menurut Ahmad, ada penyelundupan pasal yang bertujuan untuk menjebloskan Roy Suryo cs ke penjara.

Ahmad mengungkap, pasal yang 'diselundupkan' itu berjumlah dua butir, yakni Pasal 32 Ayat 1 juncto Pasal 48 ayat 1 dan Pasal 35 juncto Pasal 51 ayat 1 dalam Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Hal ini disampaikan Ahmad saat menjadi tamu dalam program Apa Kabar Indonesia Pagi di kanal YouTube tvOneNews, Jumat (14/11/2025).

"Kami menyebutnya penyelundupan pasal yang motifnya untuk melakukan penahanan," ujar Ahmad.

Ahmad menilai, Pasal 32 dan Pasal 35 UU ITE tersebut tidak relevan.

Ia menyebut, hanya Pasal 310 dan 311 KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana) serta Pasal 27A dalam UU ITE yang relevan dengan laporan Jokowi.

Sebab, Jokowi sendiri sebelumnya pada 5 Mei 2025 lalu mengaku merasa direndahkan serendah-rendahnya karena ijazahnya dituding palsu.

"Misalkan di layer kedua, di awal kami melihat Pasal 32, Pasal 35 Undang-Undang ITE tidak relevan," kata Ahmad.

"Karena yang dilaporkan Jokowi kan dia merasa dihinakan sehina-hinanya, direndahkan serendah-rendahnya, maka yang relevan adalah Pasal 310 KUHP, 311 KUHP," sambungnya.

"Kalau pakai UU ITE, Pasal 27A itu saja cukup, tapi tiba-tiba dimasukkan Pasal 35 dan Pasal 32 yang ancamannya ada 8 tahun, ada 12 tahun," tambahnya.

"Maka, itu yang kami baca, ada motif pingin menahan [klien kami] sejak awal, karena motifnya gak terpenuhi," simpul Ahmad.

Adapun berikut ini pasal UU ITE yang dijeratkan pada Roy Suryo cs:

Pasal 32 ayat (1) 
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa pun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik milik orang lain atau milik publik dipidana.
Pasal 48 ayat (1)
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
 
Pasal 35
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi, penciptaan, perubahan, penghilangan, atau perusakan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dengan tujuan agar Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik tersebut dianggap seolah-olah data yang otentik.
Pasal 51 ayat (1)
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah). 

Pasal 160 KUHP

Kemudian, Ahmad Khozinudin menyebut Pasal 160 KUHP tentang penghasutan yang dijeratkan kepada para tersangka pada klaster pertama adalah pasal yang diselundupkan juga.

Menurutnya, pasal tersebut tidak berlaku, karena tidak ditemukan adanya unsur penghasutan dalam kasus tudingan ijazah Jokowi.

Apalagi, delik untuk Pasal 160 tersebut harus bersifat delik materiil, berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 7/PUU-VII/2009 yang dibacakan Ketua MK Mahfud MD pada 22 Juli 2009.

"Yang kedua, ada Pasal 160 yang dilaporkan oleh kawan-kawan [relawan pendukung Jokowi] tentang penghasutan," papar Ahmad

"Karena kan sejak awal ini urusan Jokowi, deliknya delik aduan, fitnah, pencemaran," tambahnya.

"Tiba-tiba muncul [laporan] orang lain seolah-olah menjadi pribadi Jokowi, mau masuk tapi enggak bisa pakai pasal Jokowi, jadi dia selundupkan lagi pasal 160. 'Oh ini menghasut,'" jelasnya.

"Saya bilang menghasutnya di mana? Apa ada orang yang kemudian datang ke rumah Jokowi, Pak Jokowi ditampar karena terhasut gitu?" imbuhnya.

"'Kalau ada, baru itu [terhasut], karena ada putusan MK yang menyatakan bahwa delik 160 itu harus materiil. Ada akibatnya dulu. Lha, akibatnya ini tidak pernah dijelaskan. Apa sih akibatnya?" tutur Ahmad.

Kemudian, Ahmad menilai, jika perkara ijazah Jokowi semakin sering dibahas, itu bukan penghasutan, melainkan karena Jokowi tidak bersikap negarawan dengan menunjukkan ijazahnya, demi menyelesaikan kegaduhan atas polemik tersebut.

Pasal 160 KUHP: 
Barang siapa di muka umum dengan lisan atau tulisan menghasut supaya melakukan perbuatan pidana, melakukan kekerasan terhadap penguasa umum, atau tidak menuruti baik ketentuan undang-undang maupun perintah jabatan yang diberikan berdasarkan ketentuan undang-undang, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

(Tribunnews.com/Rizki A.)

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved