Korupsi Jalan di Mandailing Natal
ICW Sebut Penyidik KPK Usulkan Periksa Bobby Nasution, Tapi Kasatgas Tak Berani
ICW mengungkap dugaan adanya kepala satuan tugas (Kasatgas) KPK yang takut untuk memeriksa Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Bobby Nasution.
Ringkasan Berita:
- Tiga Kasatgas KPK disebut tidak ada yang berani untuk periksa Bobby Nasution
- ICW tuntut KPK untuk segera memeriksa Bobby Nasution
- ICW menduga keterlibatan Bobby Nasution ada pada tahap perencanaan proyek
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) mengungkap dugaan adanya kepala satuan tugas (Kasatgas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang takut untuk memeriksa Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Bobby Nasution.
Pemeriksaan ini terkait dugaan korupsi proyek pembangunan jalan di Sumut.
Hal tersebut disampaikan peneliti ICW, Zararah Azhim Syah, saat menggelar aksi di depan Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (14/11/2025).
Zararah menyebut, informasi ini didapatnya dari laporan media nasional yang menyatakan bahwa penyidik KPK sebetulnya telah mengusulkan pemeriksaan terhadap Bobby.
“Penyidik KPK bahkan sudah mengusulkan kepada Ketua Satgas yang menangani kasus ini untuk memeriksa Bobby," ucap Zararah di lokasi.
"Tapi ketiga kepala Satgas tersebut tidak ada yang berani untuk memeriksa Bobby,” sambungnya.
Baca juga: Kasus Suap Proyek Jalan Sumut, Penyidik Limpahkan Berkas Perkara Topan Ginting ke Jaksa KPK
Meski Zararah dalam wawancaranya tidak merinci siapa Kasatgas yang dimaksud, informasi yang dihimpun menyebut salah satu nama Kasatgas tersebut adalah Rossa Purbo Bekti.
Di sisi lain, ICW menuntut KPK untuk segera memeriksa Bobby Nasution dalam perkara korupsi pembangunan jalan Sipiongot–Labuhan Batu dan Kutaibaru–Sipiongot.
Menurut Zararah, tuntutan ini didasari perintah hukum yang jelas.
Baca juga: KPK Ungkap Alasan Belum Limpahkan Berkas Topan Ginting ke Pengadilan: Diduga Terlibat Perkara Lain
"Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Medan, sudah memerintahkan jaksa KPK untuk memeriksa Bobby," ujarnya.
Ia juga mengingatkan janji pimpinan KPK.
Wakil Ketua KPK Johanis Tanak, pada 30 September 2025, telah menyatakan bahwa KPK akan memeriksa Bobby Nasution apabila ada perintah dari pengadilan.
"Nah, ini sudah ada dasar hukumnya, sudah ada perintahnya, tapi sampai sekarang tidak diperiksa," kata Zararah.
Zararah turut mengkritik KPK yang terkesan tidak berani mengembangkan kasus ini, padahal lembaga antirasuah itu memiliki rekam jejak mengembangkan perkara dari fakta persidangan, seperti pada kasus e-KTP dan kasus korupsi mantan Menpora.
“Maka seharusnya pada kasus ini, apabila ada petunjuk baru dari persidangan, KPK seharusnya mengembangkan kasus. Jadi membuka kasus baru," ujarnya.
"Nah, ini jangankan mengembangkan kasus, tapi untuk memeriksa Bobby saja tidak berani," sambung dia.
ICW menduga keterlibatan Bobby Nasution ada pada tahap perencanaan proyek.
Menurut Zararah, KPK selama ini hanya menyentuh tahap pemilihan penyedia (lelang), padahal akar korupsi pengadaan barang dan jasa seringkali ada di perencanaan.
“Bobby itu terlibat pada tahap perencanaan, mengganti APBD Sumut sebanyak empat kali, untuk memasukkan proyek pembangunan ini," ungkapnya.
Padahal, lanjut Zararah, proyek tersebut sebelumnya tidak termasuk kebutuhan prioritas Provinsi Sumut dan tidak pernah ada di APBD.
"Musrenbang (Musyawarah Perencanaan Pembangunan) menyatakan itu belum butuh pada tahun itu. Tapi kemudian Bobby masuk," ucapnya.
Kasus Korupsi Jalan di Sumut
Terungkapnya kasus korupsi jalan di Sumatera Utara berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK pada 26 Juni 2025.
Saat itu, KPK mengungkap suap untuk memenangkan proyek jalan dengan nilai sedikitnya Rp 231,8 miliar.
Dalam kasus tersebut KPK menetapkan lima tersangka di antaranya:
- Topan Obaja Ginting, selaku Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Sumatera Utara
- Rasuli Efendi Siregar, Kepala UPTD Gn Tua Dinas PUPR Sumut
- Heliyanto, PPK Satker PJN Wilayah I Sumut
- M Akhirun Efendi Siregar, Direktur Utama PT Dalihan Natolu Grup
- M Rayhan Dulasmi Piliang, Direktur PT Rona Na Mora
Selain Topan, KPK telah menetapkan empat tersangka lain.
Dalam konstruksi perkara, KPK menduga Topan dijanjikan fee sebesar Rp 8 miliar dari total nilai proyek pembangunan dan preservasi jalan senilai sedikitnya Rp 231,8 miliar.
Sementara itu, tersangka Akhirun dan Rayhan diduga telah menyiapkan uang tunai Rp 2 miliar yang akan dibagikan kepada para pejabat yang membantu memenangkan proyek mereka.
Atas perbuatannya, Akhirun dan Rayhan disangkakan telah melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara Topan, Rasuli, dan Heliyanto disangkakan telah melanggar Pasal 12 huruf a atau b, Pasal 11, atau 12B UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Saat ini Akhirun dan Rayhan sudah menjalani sidang di Pengadilan Tipikor Medan.
Sedangkan Topan Obaja Ginting, Rasuli Efendi Siregar, dan Heliyanto segera menyusul setelah KPK melimpahkan ketiganya ke Pengadilan Tipikor Medan.
Persidangan Topan Ginting dkk diprediksi akan menyita perhatian publik.
Sebab, KPK sebelumnya telah membuka peluang untuk menghadirkan paksa sepupu kandung Bobby Nasution, Dedy Iskandar Rangkuti, dan Rektor Universitas Sumatera Utara (USU) Muryanto Amin, sebagai saksi di persidangan.
Keduanya diketahui mangkir saat dipanggil untuk diperiksa di tahap penyidikan.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.