Jumat, 21 November 2025

Kasus Suap Ekspor CPO

Eks Ketua PN Jaksel Arif Nuryanta Tak Terima Dituntut 15 Tahun Penjara, Kuasa Hukum: Tak Masuk Akal

Eks Ketua PN Jakarta Selatan Arief Nuryanta protes dituntut 15 tahun penjara dalam kasus suap vonis lepas penanganan perkara korporasi CPO.

Penulis: Fahmi Ramadhan
Editor: Adi Suhendi
Tribunnews.com/ Rahmat W Nugraha
MINTA DIHUKUM RINGAN - Eks Ketua PN Jakarta Selatan Arif Nuryanta saat menjalani sidang kasus dugaan suap pengurusan perkara korupsi ekspor minyak kelapa sawit mentah (CPO) vonis lepas korporasi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (5/11/2025). Ia protes dituntut 15 tahun penjara dalam kasus suap vonis lepas penanganan perkara korporasi CPO. 
Ringkasan Berita:
  • Kuasa Hukum sebut tuntutan yang dijatuhkan jaksa terhadap Arif Nuryanta tidak masuk akal dan tidak manusiawi
  • Bandingan dengan tuntutan yang dijatuhkan terhadap Rudi Suparmono
  • Jaksa disebut tidak memberi alasan pasti kenapa memberi hukuman maksimal terhadap Arif Nuryanta

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sekaligus eks Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Muhammad Arif Nuryanta protes dituntut 15 tahun penjara dalam kasus suap vonis lepas penanganan perkara korporasi crude palm oil (CPO).

Arif membandingkan hukuman yang dijatuhkan terhadapnya jauh lebih berat ketimbang eks Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Rudi Suparmono dalam kasus suap penanganan perkara Gregorius Ronald Tannur meski mereka sama-sama berstatus pimpinan Pengadilan Negeri.

Adapun dalam kasus suap perkara Ronald Tannur, Rudi dituntut 7 tahun penjara oleh jaksa penuntut umum (JPU) dalam sidang beberapa waktu lalu.

Adapun hal itu diungkapkan Arif melalui kuasa hukumnya Philipus Harapanta Sitepu saat membacakan duplik atas replik JPU dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (19/11/2025).

"Bayangkan saja disparitas tuntutan pidana antara terdakwa Rudi Suparmono dan terdakwa Muhammad Arief Nuryanta. Terdakwa Rudi Suparmono dituntut dengan dua pasal berbeda yakni Pasal 5 ayat 2 dan Pasal 12B namun tuntutan pidananya hanya 7 tahun," kata Philipus di ruang sidang.

Baca juga: Eks Ketua PN Jaksel Arif Nuryanta Minta Hukuman Paling Ringan di Kasus Suap CPO: Saya Menyesal

"Sedangkan terdakwa M Arif Nuryanta dituntut satu Pasal saja yaitu Pasal 6 ayat 2 namun tuntutan pidananya maksimal yakni 15 tahun penjara," sambungnya.

Karena alasan tersebut Philipus pun menganggap tuntutan yang dijatuhkan JPU terhadap kliennya tidak masuk akal dan tidak manusiawi.

Bahkan kata dia, dalam menjatuhkan hukuman 15 tahun terhadap Arif, JPU tidak memberi alasan pasti kenapa memberi hukuman maksimal terhadap kliennya tersebut.

Baca juga: Eks Wakil Ketua PN Jakpus Arif Nuryanta Dituntut 15 Tahun Penjara Terkait Suap Vonis Lepas CPO

"Padahal Muhammad Arif Nuryanta dan Rudi Suparmono sama-sama memiliki kesamaan dalam peristiwa ini yaitu tidak berkapasitas sebagai majelis hakim yang mengadili perkara," jelasnya.

Tuntutan Jaksa

Eks Wakil Ketua PN Jakarta Pusat  Arif Nuryanta dituntut 15 tahun penjara.

Selain itu, Arif juga dituntut untuk membayar denda sebesar Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan penjara.

Kemudian Terdakwa Arif juga dikenakan pidana tambahan berupa membayar uang pengganti sebesar Rp 15,7 miliar.

"Dengan memperhitungkan aset terdakwa yang telah dilakukan penyitaan dalam penyidikan sebagaimana pembayaran uang pengganti berupa bangunan dan tanah," jelas jaksa dalam sidang di PN Tipikor Jakarta Pusat, Rabu (29/10/2025).

Jaksa menilai perbuatan terdakwa tidak mendukung program rangka penyelenggaraan negara yang bersih, dan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme.

"Perbuatan Terdakwa telah mencederai kepercayaan masyarakat khususnya terhadap institusi lembaga peradilan yudikatif. Terdakwa telah menikmati hasil tindak pidana," imbuh jaksa.

Atas perbuatannya itu terdakwa melanggar Pasal 6 ayat 2 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Awal Mula Suap Hakim

Peristiwa berawal dari tiga korporasi besar  yakni PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group divonis lepas Djuyamto Cs.

Padahal tiga korporasi tersebut dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp 17,7 triliun di kasus persetujuan ekspor CPO atau minyak goreng.

Ketiga terdakwa korporasi dituntut membayar uang pengganti berbeda-beda. 

  • PT Wilmar Group dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp 11.880.351.802.619 atau (Rp 11,8 triliun)
  • Permata Hijau Group dituntut membayar uang pengganti Rp 937.558.181.691,26 atau (Rp 937,5 miliar)
  • Musim Mas Group dituntut membayar uang pengganti Rp 4.890.938.943.794,1 atau (Rp 4,8 triliun)

Uang pengganti itu dituntut Jaksa agar dibayarkan ketiga korporasi lantaran dalam kasus korupsi CPO negara mengalami kerugian sebesar Rp 17,7 triliun.

Tapi bukannya divonis bersalah, majelis hakim Pengadilan Negeri jakarta Pusat yang terdiri dari Djuyamto, Ali Muhtarom dan Agam Syarif Baharudin justru memutus 3 terdakwa korporasi dengan vonis lepas atau ontslag pada Maret 2025.

Tak puas dengan putusan ini, Kejagung langsung mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA).

Sejalan dengan upaya hukum itu, Kejagung juga melakukan rangkaian penyelidikan pasca adanya vonis lepas yang diputus ketiga hakim tersebut. 

Hasilnya Kejagung menangkap tiga majelis hakim PN Jakarta Pusat tersebut dan menetapkannya sebagai tersangka kasus suap vonis lepas.

Kemudian eks Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta dan Panitera Muda Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Wahyu Gunawan turut jadi tersangka. 

Dalam kasus ini, jaksa mendakwa lima hakim dan pegawai pengadilan menerima suap dengan total nilai mencapai Rp 40 miliar.

Rinciannya, eks Wakil Ketua PN Jakarta Pusat Muhammad Arif Nuryanta didakwa menerima Rp 15,7 miliar; panitera muda nonaktif PN Jakarta Utara, Wahyu Gunawan, menerima Rp 2,4 miliar.

Kemudian, Djuyamto selaku ketua majelis hakim menerima Rp 9,5 miliar, sedangkan dua hakim anggota, Ali Muhtarom dan Agam Syarif Baharudin, masing-masing menerima Rp 6,2 miliar.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved