Jumat, 21 November 2025

RUU KUHAP

PBHI Nilai KUHAP Anyar Bisa Bahaya untuk Rakyat: Baru Penyelidikan Sudah Bisa Ditangkap dan Ditahan

PBHI sebut KUHAP baru bisa berbahaya bagi rakyat karena di tahap penyelidikan, penyelidik sudah bisa melakukan penangkapan hingga penahanan.

Penulis: Rifqah
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
RAPAT PARIPURNA - Ketua DPR Puan Maharani menerima laporan pembahasan RUU KUHAP dari Ketua Komisi III DPR Habiburokhman saat Rapat Paripurna Ke-8 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2025-2026 di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (18/11/2025), yang menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) untuk disahkan menjadi undang-undang. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN. PBHI sebut KUHAP baru bisa berbahaya bagi rakyat karena di tahap penyelidikan, penyelidik sudah bisa melakukan penangkapan hingga penahanan. 
Ringkasan Berita:
  • KUHAP baru dinilai bisa berbahaya bagi masyarakat karena dalam tahap penyelidikan, penyelidik sudah bisa melakukan penangkapan hingga penahanan
  • DPR menegaskan ketika ada pemblokiran, penyitaan, penangkapan hingga penahanan, hal tersebut tetap melibatkan hakim atau atas izin pengadilan
  • Komisi III DPR Habiburokhman bantah isu yang berbedar di media sosial soal peran polisi, sebut semua hoaks

TRIBUNNEWS.COM - Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI)/Koalisi Masyarakat Sipil Pembaruan KUHAP, Julius Ibrani, menilai Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang baru disahkan oleh Dewan perwakilan Rakyat (DPR) pada Selasa (18/11/2025), bisa bahaya bagi masyarakat.

KUHAP anyar tersebut baru disahkan dalam rapat paripurna yang dipimpin oleh Ketua DPR RI, Puan Maharani, pada Selasa (18/11/2025) dan langsung menuai kontroversi di kalangan masyarakat karena sejumlah pasal dinilai bermasalah sebab dianggap bakal membuka perlakuan sewenang-wenang dari aparat penegak hukum.

Salah satunya adalah terkait kewenangan operasi pembelian terselubung (undercover buy) dan pengiriman di bawah pengawasan (controlled delivery) yang sebelumnya hanya menjadi kewenangan penyidikan untuk tindak pidana khusus seperti narkotika. 

Namun, dalam KUHAP baru, kewenangan ini justru dijadikan metode penyelidikan yang dapat menciptakan tindak pidana dan bisa diterapkan untuk semua jenis tindak pidana tanpa batasan serta tanpa pengawasan hakim.

Di mana, kewenangan tanpa pengawasan ini dianggap bisa membuka peluang terjadinya penjebakan atau entrapment oleh aparat penegak hukum dan mereka berpotensi merekayasa siapa pelakunya, meskipun pada tahap penyelidikan ini belum jelas ada atau tidaknya tindak pidana.

Dengan begini, semua orang bisa berpotensi terseret pasal karet pada tahap penyelidikan yang seharusnya belum memastikan adanya tindak pidana. Padahal, Pasal 5 KUHAP yang lama membatasi tindakan pada tahap penyelidikan dan tidak memperbolehkan penahanan.

Oleh karena itu, Julis mengatakan bahwa KUHAP baru itu bisa berbahaya bagi masyarakat karena dalam tahap penyelidikan, penyelidik sudah bisa melakukan penyadapan, pembekuan atau pemblokiran rekening, penangkapan, bahkan hingga penahanan.

Padahal, pada tahap penyelidikan ini belum diketahui pasti atau belum terbukti tindak pidana yang dilakukan.

Tahap penyelidikan sendiri merupakan tahap awal dalam proses hukum pidana untuk menentukan apakah suatu peristiwa pidana benar-benar terjadi, berfokus pada pengumpulan informasi dan bukti awal untuk menguatkan dugaan, sebelum naik ke tahap penyidikan.

"Ini dimaknai secara sederhana oleh masyarakat, jadi kita belum tahu  peristiwanya apa, yang ditundukkan kepada kita apa, tapi negara melalui penyelidiknya, bisa memblokir, bisa menangkap, bisa menahan, dan segala macamnya," ungkap Julius, dikutip dari YouTube Kompas TV, Rabu (19/11/2025).

"Konteks penyelidikan ini luas loh. Ada penyelidikan intelijen, ada penyelidikan apa, ini luas sekali. Nah, ini berpotensi bahaya bagi masyarakat apabila tidak diperdetail dan apabila tetap pada tahapan penyelidikan," sambungnya.

Baca juga: Habiburokhman Bantah Isu Pasal Kontroversial di KUHAP Baru, Sebut Unsur Sipil Koalisi Pemalas

Apabila penyadapan hingga penahanan itu ditentukan dalam tahap penyidikan pun, kata Julius, masih ada beberapa catatan juga yang harus diperhatikan, seperti penggeledahannya hingga jangka waktu penyitaan barang bukti.

"Misalnya begini, tahap penyidikan berarti sudah tahu ini peristiwa pidana, mencari siapa tersangkanya, pelakunya siapa. Alat bukti permulaan yang cukup sudah ada di situ, sprindik (Surat Perintah Penyidikan) sudah bisa diterbitkan di situ."

"Tetapi upaya paksanya, jangka waktunya, penyitaan berapa lama, penggeledahan bagaimana, mekanismenya masih izin yang artinya sepihak oleh hakim, yang kita tahu hakim sampai detik ini masih banyak masalahnya," paparnya.

Pembelaan DPR RI

Dalam kesempatan yang sama, Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PKS, Nasir Djamil, menjelaskan bahwa pengesahan KUHAP baru ini merupakan awal untuk pembaruan hukum nasional dan untuk merubah perilaku aparat penegak hukum dalam upaya-upaya paksa yang dilakukan. 

Dia pun menegaskan, ketika ada pemblokiran, penyitaan, penangkapan hingga penahanan, hal tersebut tetap melibatkan hakim atau atas izin pengadilan.

"Jadi tidak semena-mena juga mereka melakukan itu. Kecuali mungkin dalam kondisi-kondisi tertentu karena ada peristiwa-peristiwa hukum juga yang kemudian harus dilakukan tindakan-tindakan yang itu memang membutuhkan, misalnya mendapatkan ini, mendapatkan itu," jelasnya. 

"Misalnya seperti ada kasus pembunuhan, di mana saksi tidak ada dan dalam penyelidikannya seperti apa? Nah, karena itu kan dibutuhkan, misalnya membutuhkan handphone daripada orang yang diduga melakukan itu dan itu harus izin pengadilan ya. Tidak bisa kemudian diambil begitu saja," sambung Nasir.

Nasir pun menekankan, adanya KUHAP baru ini merupakan upaya dari DPR RI untuk melindungi masyarakat sipil agar tidak diberlakukan semena-mena oleh aparat.

"Jadi sekali lagi kami berusaha untuk melindungi harkat dan martabat manusia, dalam hal ini tersangka dan terdakwa dalam proses upaya-upaya paksa yang dilakukan oleh aparat penegak hukum," tegasnya.

Ketua Komisi III DPR Bantah Isu soal Peran Polisi dalam KUHAP Baru

Mengenai isu yang beredar di media sosial, Ketua Komisi III DPR Habiburokhman mengatakan bahwa isu itu mengarah ke hoaks soal peran polisi dalam UU KUHAP yang baru. 

Dia menyampaikan, ada 4 hoaks yang tersebar soal peran polisi dalam KUHAP, di antaranya sebagai berikut:

  1. Diam-diam menyadap, merekam dan mengutak-atik alat komunikasi digitalmu tanpa batasan soal penyadapan sama sekali
  2. Polisi bisa membekukan sepihak tabungan dan semua rekening onlinemu
  3. Polisi bisa mengambil HP, laptop, dan data elektronikmu
  4. Polisi bisa menangkap, melarang meninggalkan tempat, menggeledah bahkan melakukan penahanan tanpa konfirmasi tindak pidana

Menurut Habiburokhman, empat isu yang beredar tersebut tidak benar adanya karena aturan soal penyadapan tak diatur oleh KUHAP baru, melainkan regulasi sendiri melalui undang-undang.

Selain itu, katanya, semua fraksi di DPR ingin aturan soal penyadapan tersebut diatur sangat hati-hati dan dengan izin pengadilan.

"Kami perlu klarifikasi bahwa menurut Pasal 135 ayat (2) KUHAP yang baru, hal ihwal penyadapan itu tidak diatur sama sekali dalam KUHAP, tapi akan kita atur di UU tersendiri yang membahas soal penyadapan," kata Habiburokhman di Kompleks Parlemen Senayan, Selasa.

Kemudian, terkait isu kedua soal pemblokiran rekening, Habiburokhman membantah jika polisi bisa melakukan pemblokiran tanpa izin pengadilan.

"Kami perlu sampaikan bahwa menurut Pasal 139 ayat (2) KUHAP baru yang insyaallah ini akan disahkan semua bentuk pemblokiran tabungan, data di drive dan sebagainya, harus dilakukan dengan izin hakim ketua pengadilan," kata dia.

Terkait penyitaan yang dilakukan oleh polisi, Habiburokhman juga menegaskan bahwa penyitaan tersebut harus melalui izin ketua pengadilan negeri.

"Pasal 44 KUHAP baru yang akan kita sahkan ya, bahwa semua bentuk penyitaan itu harus dengan izin ketua pengadilan negeri. Jadi tidak benar (isu yang beredar)," ucapnya.

Habiburokhman juga menepis anggapan bahwa dalam KUHAP baru, polisi bisa melakukan penangkapan tanpa dasar tindak pidana.

Dia menjelaskan bahwa penangkapan baru bisa dilakukan setelah seseorang resmi ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan dua alat bukti.

(Tribunnews.com/Rifqah/Reza)

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved