RUU KUHAP
Habiburokhman Bantah Isu Pasal Kontroversial di KUHAP Baru, Sebut Unsur Sipil 'Koalisi Pemalas'
Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, kembali mengklarifikasi sejumlah pasal dalam RKUHAP yang dianggap kontroversial oleh Koalisi Masyarakat Sipil.
Ringkasan Berita:
- Ketua Komisi III DPR, Habiburokhman, meluruskan sejumlah informasi yang dinilai keliru terkait pasal-pasal dalam RKUHAP.
- Habiburokhman menyebut Koalisi Masyarakat Sipil tidak mengikuti proses pembahasan dan hanya memotong informasi.
- Wakil Ketua Umum Partai Gerindra ini menepis anggapan bahwa RKUHAP memperkuat subjektivitas aparat atau menjadikan Polri “super power”.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, kembali mengklarifikasi sejumlah pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) yang dianggap kontroversial oleh Koalisi Masyarakat Sipil.
Wakil Ketua Umum Partai Gerindra itu menilai banyak informasi yang beredar di publik tidak tepat sehingga perlu diluruskan.
Dia bahkan menyebut koalisi masyarakat sipil sebagai koalisi pemalas karena tidak memahami substansi pasal dan hanya memotong informasi tanpa mengikuti penjelasan lengkap dalam rapat maupun live streaming.
Pernyataan itu bermula ketika beredar kritik terhadap pasal 5 KUHAP yang disebut memberikan kewenangan penangkapan, penggeledahan, hingga penahanan pada tahap penyelidikan.
“Nah, pernyataan tersebut tidak benar, penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan dalam pasal 5 dilakukan bukan dalam tahap penyelidikan, namun dalam tahap penyidikan," kata Habiburokhman di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (19/11/2025).
Dia menegaskan tindakan itu tetap dilakukan dengan perintah penyidik, bukan kewenangan bebas dari penyelidik.
Dia menilai pelintiran informasi terjadi karena Koalisi Masyarakat Sipil tidak mengikuti penjelasan resmi yang sudah berkali-kali disampaikan.
“Nah ini kan berarti kan koalisi pemalas, dia tidak lihat live streaming kita debat khusus soal ini. Ini koalisi pemalas, tidak benar, karena sudah dilimitasi di bagian penjelasan," kata dia.
Habiburokhman melanjutkan soal isu lain yang dipersoalkan masyarakat sipil, yakni pasal 16 terkait metode undercover buying dan control delivery.
Koalisi sipil menilai metode itu membuka peluang rekayasa perkara. Kritik itu kembali dibantah Habiburokhman dengan merujuk isi penjelasan pasal.
“Metode penyelidikan diperluas, tetapi hanya untuk investigasi khusus, bukan untuk semua tindak pidana. Jadi jelas gitu loh, pasal 16 enggak ada bahwa penyamaran untuk semua tindak pidana itu hanya untuk narkoba dan psikotropika," kata dia.
Dia menyebut koalisi sipil tidak mencermati penjelasan resmi yang juga telah dibahas rinci bersama seluruh fraksi, termasuk Nasdem, Gerindra, Golkar, PKS, PAN, PKB, dan PDIP.
Kontroversi berikutnya menyasar pasal 105, 112a, 124, dan 132a terkait penggeledahan, penyitaan, penyadapan, dan pemblokiran tanpa izin hakim dalam keadaan mendesak.
Koalisi sipil menilai hal tersebut memberi ruang subjektivitas aparat.
Namun, Habiburokhman membantah dengan mengatakan bahwa pasal soal penggeledahan hingga pemblokiran harus seizin ketua pengadilan
RUU KUHAP
| DPR Tetap Ketok Palu Meski Tagar TolakRKUHAP Bergema, Menkum: Hal Biasa |
|---|
| DPR Sahkan RKUHAP Jadi Undang-Undang, Puan Maharani Sebut KUHAP Baru Berlaku Mulai 2 Januari 2026 |
|---|
| DPR Klaim 99 Persen Substansi KUHAP Baru Berasal dari Masukan Publik |
|---|
| Apakah KUHAP Baru Untungkan Roy Suryo Cs? Ini Penjelasan Komisi III DPR RI |
|---|
| Tepuk Tangan Kejagung, Polri, dan MA Sambut KUHAP Baru di Tengah Penolakan dari Koalisi Sipil |
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/tribunnews/foto/bank/originals/Wawancara-Khusus-Dengan-Ketua-Komisi-III-DPR-Habiburokhman_20250730_155328.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.