Perlindungan Hukum Wartawan di UU Pers 1999 Ternyata Tak Pernah Dibahas Spesifik
Perlindungan hukum bagi wartawan ternyata tidak pernah dibahas secara khusus saat perumusan Pasal 8 UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Fakta mengejutkan muncul dalam sidang uji materi Undang-Undang Pers di Mahkamah Konstitusi (MK).
Christiana Chelsea Chan, saksi dari pemerintah, mengungkap bahwa perlindungan hukum pidana maupun perdata bagi wartawan ternyata tidak pernah dibahas secara khusus saat perumusan Pasal 8 UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Christiana, akademisi hukum yang kala itu menjadi bagian dari tim perumus UU Pers mewakili masyarakat sipil, hadir sebagai saksi dari Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) dalam sidang perkara Nomor 145/PUU-XXIII/2025 di MK, Jakarta Pusat, Senin (10/11/2025).
Pernyataan itu muncul ketika Hakim Konstitusi Asrul Sani menanyakan apakah pembahasan Pasal 8 UU Pers mencakup perlindungan wartawan dari ancaman pidana maupun gugatan perdata.
Menurut Asrul, pasal tersebut masih bersifat terlalu umum dan membuka celah tafsir.
“Apakah perlindungan hukum itu juga mencakup perlindungan terhadap proses pidana ataupun gugatan perdata? Ada nggak kira-kira pembahasan itu?” tanya Asrul.
Christiana menjawab, sejak awal pemerintah dan fraksi-fraksi di DPR yang terlibat—antara lain Fraksi Karya Pembangunan, PPP, PDI, dan F-ABRI—hanya menekankan prinsip utama: kemerdekaan pers harus dijamin.
Namun, perlindungan spesifik terhadap wartawan dari ancaman pidana maupun perdata tidak pernah dirumuskan secara eksplisit.
Baca juga: PWI Ungkap Kisah Wartawan Disekap dan Meninggal akibat Lemahnya Implementasi UU Pers
“Untuk menjawab pertanyaan secara khusus, apakah perlindungan wartawan dirumuskan langsung dari perlindungan pidana dan perdata, itu tidak dimunculkan demikian,” jelas Christiana.
Ia menambahkan, Pasal 8 versi awal rancangan pemerintah bahkan sempat berisi pengaturan lain, termasuk soal perusahaan pers dan anti-monopoli.
Namun dalam pembahasan lanjutan, fokusnya bergeser pada perlindungan pers secara umum, tanpa detail perlindungan individu wartawan.
Permohonan uji materi ini diajukan oleh Ikatan Wartawan Hukum (Iwakum).
Mereka menilai Pasal 8 UU Pers masih multitafsir dan sering dijadikan alasan aparat untuk menjerat jurnalis.
Iwakum mendesak MK agar menegaskan tafsir perlindungan hukum, sehingga tindakan aparat terhadap wartawan—seperti penggeledahan, penangkapan, atau penetapan tersangka—hanya bisa dilakukan setelah ada pertimbangan Dewan Pers.
Sumber: Tribunnews.com
| Anggota Komisi II DPR: Putusan MK Soal HGU IKN Harus Direspons dengan Aturan Baru |
|
|---|
| Komisi II DPR Kaji Putusan Mahkamah Konstitusi soal Pembatalan HGU 190 Tahun di IKN |
|
|---|
| Seperti Polisi, Aturan Tentara Boleh Duduki Jabatan Sipil Juga Dipersoalkan di MK, Pemohonnya Sama |
|
|---|
| Respons Cak Imin soal Gugatan UU MD3 Agar Rakyat Bisa Pecat DPR: Kita Tidak Ingin Demokrasi Anarki |
|
|---|
| Putusan MK dan Rekonstruksi Legalitas Jabatan: Pemahaman Secara Non-Retroaktif |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/tribunnews/foto/bank/originals/Sidang-lanjutan-uji-materi-UU-Pers.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.