Tribunners / Citizen Journalism
Putusan MK dan Rekonstruksi Legalitas Jabatan: Pemahaman Secara Non-Retroaktif
Pemahaman bahwa putusan MK tidak berlaku surut tidak berarti bahwa jabatan yang bertentangan dengan putusan MK dapat terus dipertahankan
Putusan MK dan Rekonstruksi Legalitas Jabatan: Pemahaman Secara Non-Retroaktif
Oleh :
IGN. Agung Y. Endrawan, SH, MH, CCFA
Praktisi Hukum, Mantan Analis Senior Hukum OJK, & Mantan Asisten Komisioner Komisi ASN
DALAM dinamika ketatanegaraan, munculnya putusan Mahkamah Konstitusi yang menyangkut pengaturan jabatan publik sering menimbulkan perdebatan mengenai bagaimana negara harus menyesuaikan tindakan administratif yang sedang berjalan.
Salah satu putusan yang memicu kebutuhan untuk memperjelas tafsir ini adalah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 114/PUU-XXIII/2025 pada 12 November 2025, yang menegaskan kembali batas-batas konstitusional mengenai penempatan pejabat pada jabatan tertentu oleh Polri dalam jabatan Aparatur Sipil Negara (ASN).
Perbedaan pandangan tentang apakah putusan tersebut hanya berlaku ke depan atau juga memiliki implikasi terhadap jabatan yang sebelumnya dan masih berlangsung setelah putusan diucapkan, sehingga perlunya memberikan gambaran yang diuraikan dan dipahami secara komprehensif normatif.
Setidaknya, adanya gambaran komprehesif dapat memberikan penegasan normatif mengenai bagaimana putusan MK harus dipahami secara konstitusi dalam UUD 1945, konteks manajemen ASN, undang-undang Administrasi Negara, sekaligus menempatkan asas non-retroaktif secara proporsional agar tidak disalahartikan sebagai legitimasi mempertahankan keadaan yang telah dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945.
Daya Ikat Putusan MK
Putusan Mahkamah Konstitusi memiliki daya ikat yang bersumber langsung dari konstitusi, sehingga keberlakuannya tidak dapat dipersempit hanya pada para pihak yang berperkara.
Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 menegaskan bahwa putusan MK bersifat final, dan sifat final ini dimaknai sebagai perintah konstitusional yang mengikat seluruh organ negara.
Finalitas dalam konteks MK bukan hanya menunjukkan tidak adanya upaya hukum lain, melainkan bahwa putusan tersebut dipatuhi, dihormati, dan dilaksanakan oleh semua lembaga negara pada seluruh tingkatan.
Kekuatan ini diperjelas dalam Pasal 47 Undang-Undang Mahkamah Konstitusi, yang menyatakan bahwa putusan MK memperoleh kekuatan hukum tetap sejak selesai diucapkan dalam sidang terbuka.
Dengan demikian, sejak saat itu pula seluruh organ pemerintahan berkewajiban menyesuaikan diri dengan norma baru yang diciptakan MK.
Sumber: Tribunnews.com
Tribuners adalah platform jurnalisme warga. Untuk berkontribusi, anda bisa mengirimkan karya dalam bentuk berita, opini, esai, maupun kolom ke email redaksi@tribunnews.com
Konten menjadi tanggungjawab penulis dan tidak mewakili pandangan redaksi tribunnews.com.
| Bahlil Sebut Polri dan Jaksa Aktif Perkuat Kinerja Kementerian ESDM: Kolaborasi yang Sangat Membantu |
|
|---|
| Mahasiswa Pemohon Agar Rakyat Bisa Pecat DPR, Pernah Gugat Ambang Batas Presiden yang Dikabulkan MK |
|
|---|
| UU MD3 Digugat agar Rakyat Bisa Pecat Anggota DPR, Bahlil: Biarkan Saja Diproses MK |
|
|---|
| Sosok Gulang Winarno, ASN Ponorogo Gugat Sugiri Sancoko yang Jadi Tersangka KPK, Tuntut Rp1 M |
|
|---|
| Profil Firdaus Oiwobo, Diminta Ketua MK Copot Toga saat Sidang, Izin Advokat Dibekukan |
|
|---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.