Sabtu, 22 November 2025

Polri Diminta Jadi Teladan Patuh Putusan MK soal Larangan Anggota Duduki Jabatan Sipil

Polri harus patuh putusan MK 114/PUU-XXIII/2025, dilarang duduki jabatan di luar struktur kepolisian.

ISTIMEWA
Polri diminta jadi teladan patuh putusan MK 114/PUU-XXIII/2025, larangan jabatan di luar korps. 
Ringkasan Berita:
  • Polri dinilai wajib menjadi teladan dalam menaati putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 114/PUU-XXIII/2025 yang melarang anggota aktif menduduki jabatan di luar struktur kepolisian. 
  • Ketua Umum Gerakan Cinta Prabowo, H. Kurniawan, menegaskan putusan MK bersifat final dan mengikat sehingga harus dijalankan tanpa tafsir lain. 
  • Putusan ini disebut wajib diadopsi dalam perubahan UU Polri agar institusi tetap presisi dan konsisten sebagai penegak hukum.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepolisian Republik Indonesia (Polri) dinilai harus menjadi contoh untuk patuh terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 114/PUU-XXIII/2025.
 
Diketahui, putusan itu mengatur larangan anggota Polri aktif untuk menduduki jabatan di luar struktur kepolisian.  

Jabatan itu bisa diemban dengan syarat harus mengundurkan diri atau pensiun dari Korps Bhayangkara. 

"Jadi jelas putusan ini jangan ditafsir ke mana-mana dan Polri juga harus bisa memposisikan diri sebagai penjaga keamanan," kata Ketua Umum Gerakan Cinta Prabowo, H. Kurniawan dalam keterangannya, Jumat (21/11/2025). 

Menurutnya, Polri harus legowo dalam menjalankan putusan MK tersebut. Sifat final dalam putusan itu mencakup pula kekuatan hukum mengikat “final and binding”, dengan demikian putusan MK harus ditindaklanjuti sebagaimana mestinya.  

Secara doktriner, kata Kurniawan, putusan MK pada prinsipnya bersifat prospektif atau berlaku ke depan. Karena itu, kaidah putusan tersebut dinilai wajib diadopsi dalam rencana perubahan UU Polri

“Di negara hukum, tidak boleh ada lembaga yang merasa berada di atas konstitusi. Putusan MK adalah hukum yang harus ditaati. Polri sebagai instrumen penegak hukum justru harus menjadi contoh dalam menjalankan konstitusi,” ucapnya. 

Kurniawan mengatakan secara tugas pokok dan fungsi, Polri merupakan institusi pengamanan dan penegakkan hukum dan tidak perlu menduduki jabatan di kementerian dan lembaga. 

”Dia (Polri) cukup membuka pos polisi di kementerian lembaga, bukan menjadi pejabat di kementerian lembaga, sebab nanti ada konflik kepentingan, lagian jika ingin mengamankan kementerian dan lembaga itu bisa berbahaya!” ungkapnya. 

“Dan jangan juga disamakan dengan kondisi TNI, TNI sudah jelas dia bukan penegak hukum dan tidak bisa melakukan penindakan hukum, nah kalau Polisi dia bisa, ini yang jadi masalah pada republik ini,” sambungnya. 

Di sisi lain, Kurniawan menyoroti pernyataan Menteri Hukum Supratman Andi Agtas yang menyebut putusan tersebut tidak berlaku surut atau hanya berlaku setelah putusan itu dikeluarkan. 

Menurutnya, pernyataan itu membuat kerancuan karena sejatinya setelah ada putusan tersebut, Polru diwajibkan untuk mentaatinya. 

“Namun membuat kerancuan di masyarakat. Mau berlaku surut atau tidak maka tidak boleh ada personil polri di lembaga, kalau ada diakomodir seperti BNN, BNPT, Lemhanas, BSSN, BIN, Menkopolkam, sama seperti TNI itu pun semestinya harus dikaji lagi,” ungkapnya. 

“Jadi yang namanya presisi ya harus di internal polri, kalau ada yang di luar Polri nggak lagi presisi,” tukasnya.

Sumber: Tribunnews.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved