Pelecehan Seksual di Unsoed
Cerita Korban Bangkit dari Trauma Kekerasan Seksual Dosen FISIP Unsoed
Mahasiswi Unsoed ungkap trauma usai jadi korban kekerasan seksual oleh guru besar FISIP. Gelar profesor pelaku akhirnya dicabut.
Penulis:
willy Widianto
Editor:
Glery Lazuardi
Seluruh hasil pemeriksaan dari Satgas, lanjut Tri Wuryaningsih telah diserahkan kepada Tim Pemeriksa Tingkat Universitas atau Tim 7 yang memiliki kewenangan untuk menjatuhkan dan/atau merekomendasikan sanksi sesuai Permendikbud Ristek Nomor 55 Tahun 2024
"Satgas PPK Unsoed berkomitmen agar kasus ini dapat diselesaikan sebaik-baiknya dengan mengutamakan perlindungan terhadap korban, menjamin keberlangsungan studi korban tanpa gangguan, serta menghormati kehendak dan keamanan korban," ujar Tri Wuryaningsih.
Ia juga menyampaikan apresiasi dan rasa syukur atas besarnya kepedulian dan dukungan sivitas akademika dan masyarakat dalam upaya mewujudkan ruang aman di kampus. Perkara kekerasan seksual tersebut juga menuai banyak respons. Ketua Komisi X DPR Hetifah Sjaifudin mengaku prihatin dan geram karena adanya kekerasan seksual di lingkungan kampus yang kekinian terjadi di Universitas Jenderal Soedirman(Unsoed)Purwokerto, Jawa Tengah dengan melibatkan seorang guru besar.
Kata dia kasus tersebut bukan hanya mencoreng dunia pendidikan di Indonesia tapi juga menunjukkan bahwa relasi kuasa yang timpang antara dosen dan mahasiswa masih sangat rawan disalahgunakan.
"Saya prihatin dan geram atas kasus kekerasan seksual yang terjadi di kampus dan yang terbaru di Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto," ujar Hetifah.
Kekerasan seksual, apalagi di institusi pendidikan lanjut Hetifah adalah pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia. "Dalam konteks kampus, hal ini tidak hanya menyakiti korban secara pribadi, tetapi juga merusak atmosfer akademik yang seharusnya aman dan suportif," ujarnya.
Karena itu lanjut Politikus Partai Golkar ini Komisi X DPR RI bakal mendorong agar Kemendikti Saintek RI segera turun tangan untuk mengawal kasus ini secara serius. Evaluasi internal terhadap tata kelola kampus dan mekanisme pencegahan serta penanganan kekerasan seksual harus dilakukan.
"Saya juga mendorong agar pihak rektorat dan Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDIKTI) wilayah setempat bertindak cepat dan tidak melindungi pelaku dengan alasan jabatan akademik," ujar Hetifah.
Hetifah juga mengingatkan kembali bahwa kejadian tersebut dapat dibawa ke mekanisme hukum yang bisa digunakan dengan landasan yaitu Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Perguruan Tinggi, serta Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) yang mengatur secara tegas pencegahan, penindakan terhadap pelaku, dan pemulihan korban, termasuk dalam konteks relasi kuasa di lingkungan kampus.
"Terakhir, Saya mendorong semua perguruan tinggi untuk tidak ragu menindak tegas pelaku kekerasan seksual tanpa pandang bulu, termasuk jika itu melibatkan pejabat atau guru besar. Budaya diam dan pembiaran harus dihentikan. Pendidikan harus menjadi ruang aman. Komisi X DPR RI siap mengawal penerapan Permendikbud Ristek 30/2021 dan pelaksanaan UU TPKS di lingkungan pendidikan dalam kasus ini," ujarnya.
DPR juga bakal terus memantau kasus kekerasan seksual di Kampus Unsoed tersebut. “DPR akan terus pantau kasus di Unsoed dan lainnya. Kita perlu meningkatkan komitmen bahwa kasus-kasus serupa harus selesai dengan mekanisme yang disediakan oleh UU TPKS,” ujar Ketua Komisi XIII DPR RI, Willy Aditya.
Menurut Willy, masih berulangnya tindakan kekerasan seksual terjadi di berbagai lingkungan setelah adanya Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual(TPKS) tahun 2022 menyisakan pertanyaan tentang keampuhan UU TPKS dalam menangani pidana kekerasan seksual.
Hal ini juga tercermin dalam peristiwa yang belakangan marak dengan adanya dugaan kekerasan seksual yang dilakukan seorang guru besar kepada mahasiswanya di Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, Jawa Tengah.
Willy Aditya mengatakan mekanisme-mekanisme lama penanganan tindak kekerasan seksual semestinya sudah tergantikan dengan mekanisme yang ada dalam UU TPKS yang baru. Sudah tiga tahun UU TPKS ini diberlakukan belum ada satupun pelaku kekerasan seksual yang dijerat dengan UU ini.
“Kasus yang terjadi di Unsoed itu tidak bisa hanya menggunakan Permenristekdikti yang menghukum administratif. Perilaku tidak beradab di lingkungan pendidikan sudah semestinya ditindak sangat tegas dengan UU TPKS. Mau dia guru besar atau tukang parkiran semua sama dihadapan hukum,” ucapnya.
Pelecehan Seksual di Unsoed
Dekan Fisip Unsoed Setujui Tuntutan Mahasiswa Agar Pelaku Kekerasan Seksual Dikeluarkan Permanen |
---|
Mahasiswa FISIP Unsoed Purwokerto Desak Kampus Usut Kasus Kekerasan Seksual |
---|
Satgas PPK Unsoed Koordinasi dengan Sekjen Kemendiktisaintek Soal Kasus Kekerasan Seksual |
---|
KA UNSOED: Kampus Unsoed Harus Tegas dan Zero Tolerance Terhadap Kekerasan Seksual |
---|
Tim 7 Unsoed Segera Umumkan Hasil Pemeriksaan Dugaan Kekerasan Seksual Guru Besar FISIP |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.