Rabu, 29 Oktober 2025

Bahas Tantangan Pariwisata di NTB, Akademisi Dorong Pemimpin Muda Sadar Iklim

politik seharusnya digunakan untuk memperjuangkan kebaikan masyarakat, bukan sekadar soal kekuasaan. 

Penulis: Reza Deni
Editor: Wahyu Aji
Handout/IST
DISKUSI PARIWISATA NTB - Diskusi Academia Politica yang digelar di Universitas Mataram, NTB. Diskusi tersebut mengangkat hubungan antara politik, pariwisata, dan keberlanjutan lingkungan/HO-YPM 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Program Studi Ilmu Sosiologi Universitas Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB) bersama Yayasan Partisipasi Muda (YPM) menggandeng sejumlah pakar dan juga ahli lingkungan untuk membahas sejumlah isu terkait kepariwisataan dalam diskusi Academia Politica.

Adapun YPM adalah organisasi yang berfokus pada pemberdayaan generasi muda Indonesia dalam partisipasi politik dan proses pembuatan kebijakan. Tujuannya adalah memastikan suara anak muda didengar dan diperhitungkan

Forum ini menjadi wadah bagi anak muda membahas penyempitan ruang sipil di Indonesia serta mencari cara untuk kembali memperjuangkan kebebasan berekspresi.

Bertajuk “Wisata Toxic vs Wisata Berkelanjutan: Alam Rusak, Turis Pergi, Anak Muda Rugi?", para mahasiswa Universitas Mataram diajak memahami hubungan antara politik, pariwisata, dan keberlanjutan lingkungan.

Neildeva Despendya selaku Direktur Eksekutif YPM, mengatakan bahwa politik seharusnya digunakan untuk memperjuangkan kebaikan masyarakat, bukan sekadar soal kekuasaan. 

Neildeva menyoroti berbagai keputusan politik yang justru merugikan lingkungan, seperti pemberian izin tambang, deforestasi, subsidi energi fosil, hingga kebijakan iklim yang belum berpihak pada keberlanjutan, termasuk praktik “wisata toxic” yang bisa mempercepat kerusakan alam jika tidak disertai kemauan politik yang kuat. 

"Anak muda memiliki peran penting dalam mendorong perubahan politik yang berpihak pada bumi. Mereka bisa berkontribusi lewat advokasi, dialog kebijakan, atau aksi kecil di media sosial seperti membagikan kampanye lingkungan dan mengkritisi kebijakan publik. Masa depan generasi muda sangat ditentukan oleh keputusan politik hari ini,” kata Neildeva dalam paparannya di Gedung A FHISIP Universitas Mataram, dikutip Minggu (26/10/2025).

Dia mengingatkan, cara pandang kapitalistik sering membuat masyarakat lupa pada nilai kebersamaan dan kesadaran lingkungan.

Karena itu, dia mengajak anak muda NTB untuk berpartisipasi aktif dalam gerakan iklim dan politik publik melalui kampanye di sosial media dengan tagar PartisipasiUntukBumi.

Kemudian, Raja Aditya Sahala dari lembaga riset SORCE, membahas dampak perubahan iklim terhadap terumbu karang dan pariwisata

Ia menyebut Indonesia memiliki keanekaragaman terumbu karang tertinggi di dunia, tetapi sekitar 36 persen di antaranya sudah rusak, termasuk di pesisir Bangko-Bangko, Lombok Barat. 

"Kerusakan ini disebabkan oleh naiknya suhu laut, deforestasi mangrove, dan penggunaan energi batu bara yang masih mendominasi," kata Raja.

Menurut dia, terumbu karang tidak hanya penting bagi ekosistem laut, tetapi juga menopang ekonomi pesisir dan pariwisata

Dia lamtas menekankan pentingnya konservasi berbasis komunitas melalui edukasi, restorasi, dan aksi bersih pantai.

"Menjaga terumbu karang berarti menjaga masa depan laut dan kehidupan masyarakat pesisir,” ujar Raja. 

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved