Sabtu, 1 November 2025

Maggot, Biogas, PLTS, dan Asa dari Desa Energi Berdikari Sobokerto

Kisah warga Dusun Jatisari, Desa Sobokerto membangun ekonomi sirkular lewat maggot, biogas, dan PLTS bersama DEB UNS dan Pertamina.

|
Penulis: Sri Juliati
Editor: Nuryanti
Tribunnews.com/Sri Juliati
BUDIDAYA MAGGOT - Dua anggota Pokdakan Tunas Muda Sejahtera menunjukkan maggot yang dibudidayakan Rumah Budidaya Maggot di Dusun Jatisari RT 1/RW 1 Desa Sobokerto, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Boyolali, Minggu (12/10/2025). Simak kisah warga Dusun Jatisari, Desa Sobokerto dalam membangun ekonomi sirkular lewat maggot, biogas, dan PLTS bersama DEB UNS dan Pertamina. 

TRIBUNNEWS.COM - Pagi itu, aroma tanah basah masih menempel di udara Dusun Jatisari, Desa Sobokerto, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Boyolali. Jarum jam hendak menuju angka sembilan, tapi kesibukan sudah tampak di sebuah kandang berukuran 3x8 meter.

Agung Budi Cahyono adalah sosok yang pertama kali datang ke kandang tersebut. Rupanya, itu adalah kandang budidaya maggot atau larva lalat Black Soldier Fly (Hermetia illucens).

Setibanya di sana, warga RT 1 RW 1 itu menuangkan sampah sisa makanan yang dibawanya sejak tadi ke dalam ember berkelir hijau. Bau asam pun menusuk pelan.

Tak lama, Sri Prihatin bersama sang suami datang menyusul. Tak perlu menunggu komando, Prihatin langsung ikut bergerak. Tangannya dengan cekatan melihat satu per satu kotak biopond yang menjadi tempat pembesaran maggot.

Ibu dua anak itu lantas menaburkan sisa sayuran, ampas kelapa, kulit buah, hingga sisa lobster. Tak butuh waktu lama, maggot-maggot itu menggeliat, bergerak cepat memenuhi permukaan sisa makanan, melahap setiap potongan sayur yang baru saja ditaburkan Prihatin.

"Mereka (maggot) itu senang sekali kalau dapat sisa-sisa makanan seperti ini, pasti cepat gemuk," ujar Prihatin sembari tertawa lepas saat ditemui Tribunnews.com, Minggu (12/10/2025).

lihat fotoBUDIDAYA MAGGOT - Anggota Pokdakan Tunas Muda Sejahtera, Sri Prihatin saat ditemui di Rumah Budidaya Maggot di Dusun Jatisari RT 1/RW 1 Desa Sobokerto, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Boyolali, Minggu (12/10/2025).
BUDIDAYA MAGGOT - Anggota Pokdakan Tunas Muda Sejahtera, Sri Prihatin saat ditemui di Rumah Budidaya Maggot di Dusun Jatisari RT 1/RW 1 Desa Sobokerto, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Boyolali, Minggu (12/10/2025).

Bagi sebagian orang, pemandangan di atas mungkin menjijikkan. Namun bagi Prihatin, Budi, dan 11 rekannya, di sana ada rezeki dan harapan: maggot yang dirawat menjadi sumber penghasilan baru sekaligus bagian dari upaya menjaga lingkungan.

Prihatin mengakui, masih banyak warga yang belum peduli terhadap pengelolaan sampah rumah tangga. Sisa makanan sering kali hanya ditumpuk di halaman atau dibuang ke sungai, menyisakan bau tak sedap dan mencemari aliran air.

"Sekarang dengan adanya budidaya maggot, sampah sisa makanan bisa kami olah jadi sesuatu yang bermanfaat," tuturnya.

Sudah dua tahun ini, Prihatin yang tergabung dalam Kelompok Pembudidaya Ikan (Pokdakan) Tunas Muda Sejahtera 1 menggeluti budidaya maggot. Ini adalah salah satu program Desa Energi Berdikari (DEB) Sobokerto yang dijalankan tim mahasiswa Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, penerima Beasiswa Sobat Bumi tahun 2025 serta sejumlah volunteer bersama Pertamina Foundation.

Program DEB merupakan inisiatif PT Pertamina (Persero) untuk mendukung transisi energi nasional, mengurangi emisi gas rumah kaca, serta mempercepat pencapaian agenda pembangunan berkelanjutan. Hal ini sejalan dengan Asta Cita nomor 6, yaitu membangun dari desa untuk pemerataan ekonomi dan pemberantasan kemiskinan.

Baca juga: Prioritas , Dua Kilang Anak Usaha Pertamina Raih Penghargaan dari Kementerian ESDM

Di Dusun Jatisari, program ini menghadirkan sejumlah inovasi teknologi hijau seperti budidaya maggot. Prihatin berkisah, ketika program DEB UNS diluncurkan di dusunnya pada tahun 2023, ia menjadi salah satu warga yang diajak mengikuti pelatihan pengolahan sampah organik menggunakan larva Black Soldier Fly.

"Cuma waktu itu belum paham betul, masih mikir, 'apa, sih, ini?' Lalu kami diajak untuk belajar lagi di Delanggu, Klaten. Barulah tercerahkan dan saya bilang ke teman-teman, 'awake dhewe kudu nyoba, wong wis entuk ilmune (kita harus mencoba, karena sudah dapat ilmunya)," tutur Prihatin.

Sepulang dari pelatihan tersebut, Prihatin lantas membeli 12 gram telur maggot seharga Rp 20 ribu. Modalnya, kata dia, adalah nekat dan semangat. Karena masih dalam tahapan belajar, proses penetasan telur-telur maggot tak selamanya berjalan dengan lancar. Salah satu kendala yang dihadapi adalah media pembiakan yang mudah berjamur.

Namun, kendala itu tak membuatnya menyerah. Prihatin mencoba lagi dengan cara berbeda. Kali ini ia menetaskan 10 gram telur maggot dan berhasil. Ribuan larva kecil menggeliat di dalam wadah biopond.

Halaman 1/4
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved