Prada Lucky Namo Meninggal
Eks Kabais TNI Soroti Dakwaan 9 Tahun Penganiaya Prada Lucky, Singgung Hukuman Seumur Hidup
Eks Kabais TNI menilai dakwaan 9 tahun bagi terdakwa kasus kematian Prada Lucky sudah lebih tinggi dari standar KUHP
Ringkasan Berita:
- Eks Kabais TNI menilai dakwaan 9 tahun bagi terdakwa kasus kematian Prada Lucky sudah lebih tinggi dari standar KUHP, yang hanya mengatur 7 tahun untuk penganiayaan berujung kematian
- Hukuman seumur hidup atau mati hanya berlaku jika ada unsur perencanaan, sementara kasus ini tidak (belum) terbukti direncanakan
- Keluarga korban anggap hukuman kurang adil dan menuntut hukuman seumur hidup, pemecatan, serta ganti rugi
TRIBUNNEWS.COM - Mantan Kepala Badan Intelijen Strategis TNI (Kabais), Laksamana Muda (Purn) TNI Soleman B. Ponto turut menanggapi hukuman 9 tahun yang dilayangkan terhadap terdakwa kasus penganiayaan hingga menewaskan Prada Lucky Saputra Namo (23).
Prada Lucky Chepril Saputra Namo meninggal dunia pada Rabu (6/8/2025), setelah diduga dianiaya para seniornya.
Sebelum meninggal, Lucky sempat dirawat secara intensif di Unit Perawatan Intensif (ICU) RSUD Aeramo, Kabupaten Nagekeo.
Sebanyak 22 personel TNI telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan, termasuk seorang perwira.
Total 17 anggota TNI AD yang bertugas di Batalyon Teritorial Pembangunan 834/Waka Nga Mere (Yon TP 834/WM) Nagekeo, Nusa Tenggara Timur (NTT) menjadi terdakwa.
Mereka didakwa dengan pasal kombinasi, dakwaan subsideritas yaitu primer yang pertama yaitu pasal 131 ayat 1 Juncto ayat 3 KUHPM juncto pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 9 tahun. Kemudian subsidernya pasal 131 ayat 1 juncto ayat 2 KUHPM juncto pasal 55 ayat 1 ke satu KUHP kemudian lebih subsider pasal 131 ayat 1 KUHPM juncto pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP.
Menurut Soleman Ponto yang merupakan purnawirawan TNI dari Akademi Angkatan Laut angkatan 1978, dakwaan 9 tahun penjara dirasa sudah lebih tinggi dari stamdar pidana umum.
"Jika merujuk pada KUHP, pasal 351 tentang penganiayaan yang mengakibatkan kematian seperti yang didakwakan (dalam kasus ini) hanya mengatur hukuman maksimal 7 tahun penjara. Oleh karena itu jika dakwaannya 9 tahun sebenarnya sudah lebih tinggi," jelasnya dalam tayangan Kompas TV, dikutip pada Jumat (31/10/2025).
Lantas Soleman juga menyinggung potensi hukuman seumur hidup kepada para terdakwa seperti yang diinginkan oleh ibu Prada Lucky.
Baginya pula, hukuman seumur hidup atau hukuman mati hanya dapat dijatuhkan apabila terbukti ada unsur perencanaan pembunuhan, sementara dalam kasus ini tidak atau belum ditemukan indikasi tersebut.
Diketahui, keluarga korban menilai dakwaan 9 tahun belum cukup adil.
Baca juga: Urgensi Reformasi Peradilan Militer, Al Araf Singgung Kasus Kematian Prada Lucky
Mereka menuntut agar para terdakwa dijatuhi hukuman seumur hidup, dipecat dari dinas militer, serta diberikan kewajiban ganti rugi.
Soleman kembali menekankan, tuntutan tersebut tidak bisa dipenuhi begitu saja karena hukum memiliki aturan yang jelas.
Hukuman seumur hidup hanya berlaku jika terbukti ada perencanaan, sedangkan kasus ini dikategorikan sebagai penganiayaan yang berujung kematian.
Lantas terkait tuntutan keluarga korban agar para terdakwa dipecat dari kesatuan TNI menjadi kewenangan pimpinan atau komandan satuan.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.