Majelis Hakim yang Vonis 10 Bulan Anggota TNI Bunuh Anak di Sumut Diadukan ke KY
Majelis hakim menyatakan Sertu Riza Pahlivi secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan kealpaan/kelalaian yang menyebabkan matinya orang lain
Ringkasan Berita:
- Majelis hakim Pengadilan Militer I-02 Medan yang memberikan vonis 10 bulan penjara terdakwa Sertu Riza Pahlivi diadukan ke KY dan MA
- LBH mengatakan vonis tersebut melukai keluarga korban
- LBH menduga ada kejanggalan dalam putusan karena dalam pertimbangan menyatakan tidak ditemukan jejak atau bekas luka pada tubuh korban
TRIBUNNEWS.COM, MEDAN- Majelis hakim Pengadilan Militer I-02 Medan yang memberikan vonis 10 bulan penjara terdakwa Sertu Riza Pahlivi diadukan ke Komisi Yudisial RI dan Bawas Mahkamah Agung RI.
Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan Irvan Saputra mengatakan pihaknya melaporkan Letkol ZS sebagai hakim ketua, Mayor IZ dan Mayor HW masing-masing sebagai hakim anggota dalam perkara register No: 67-K/PM.I-02/AD/VI/2025 pada 20 Oktober 2025.
"Majelis hakim menghukum terdakwa Sertu Riza Pahlivi dengan hukuman 10 bulan penjara dalam kasus menganiaya pelajar MHS (15) hingga meninggal dunia. Putusan majelis hakim justru melukai rasa keadilan Lenny Damanik yang merupakan ibu kandung MHS," ujar Irvan, Rabu (12/11/2025).
Baca juga: Sosok Pengusaha Batam, Diperas Rp 1 M oleh Oknum TNI-Polri hingga Alami Trauma
Dalam persidangan, majelis hakim menyatakan terdakwa Sertu Riza Pahlivi secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan kealpaan/kelalaian yang menyebabkan matinya orang lain.
"Pasca-mendengar putusan hakim, Lenny Damanik ibu korban tak kuasa menahan tangis. Lenny juga tidak mendapatkan keadilan untuk kedua kalinya dikarenakan putusan hakim Pengadilan Militer I-02 Medan yang sangat ringan, bahkan lebih ringan dari maling ayam," tegasnya.
Irvan menilai adanya kejanggalan dalam putusan majelis hakim. Ketika majelis hakim dalam pertimbangan menyatakan tidak ditemukan jejak atau bekas luka pada tubuh korban.
Padahal korban meninggal dunia akibat mendapatkan penganiayaan yang dilakukan oleh Sertu Riza Pahlivi.
"Padahal tertuang dalam putusan jejak tersebut ditemukan di bagian perut korban dan terdapat luka di kening korban diakibatkan jatuhnya korban dari rel ke bawah jembatan yang tingginya sekitar 2 meter," katanya.
Kejanggalan putusan, tambah Irvan, semakin jelas ketika pertimbangan hukum lainnya menyatakan jika terdakwa tidak melakukan penyerangan terhadap korban.
Padahal menurut keterangan dari Saksi atas nama Ismail Syahputra Tampubolon melihat langsung ketika korban diserang dan terjatuh di sela rel.
"Keterangan Ismail selaras dengan keterangan saksi Naura Panjaitan yang mengatakan jika ada terjadi pemukulan yang mengakibatkan seorang anak terjatuh di bawah rel. Namun dikarenakan Naura Panjaitan meninggal dunia sehingga tidak dapat dihadirkan dalam persidangan," paparnya.
Secara hukum kejanggalan kasus MHS terlihat jelas ketika Sertu Riza Pahlivi tidak ditahan sejak proses penyidikan dan penuntutan. Padahal kata Irvan, perbuatan terdakwa telah menyebabkan kematian anak di bawah umur.
"Tidak hanya itu, secara terang benderang hukum telah dipermainkan ketika Oditur Militer melalui Letkol M Tecki Waskito, SH,MH yang seharusnya memperjuangkan keadilan terhadap korban hanya menuntut terdakwa 1 tahun penjara," katanya.
Baca juga: Kades Cahaya Bumi Jadi Korban Penganiayaan Petugas Keamanan dan Oknum TNI di OKI, Ini Pengakuannya
Tuntutan Oditur Militer, lanjutnya, sangat tidak sebanding dengan perbuatan terdakwa. Bahkan tuntutnya sangat jauh dari ancaman hukuman 15 Tahun Penjara sebagaimana yang diatur dalam Pasal 76 c jo 80 Ayat (3) UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.
"Menyikapi hal tersebut LBH Medan sebagai lembaga yang fokus terhadap penegakan hukum dan HAM sekaligus kuasa hukum ibu korban menduga majelis hakim yang menangani perkara MHS melanggar kode etik dan pedoman perilaku hakim sebagaimana yang diatur dalam Keputusan Bersama antara Mahkamah Agung RI dan Komisi Yudisial RI Nomor: 04/KMA/SKB/IV/2000 dan 02/SKB/P.KY/IV/2009 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim," terangnya.
Atas adanya dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim, maka LBH Medan membuat pengaduan ke Komisi Yudisial RI dan Badan Pengawas Mahkamah Agung RI.
"Putusan sangat ringan itu diduga melanggar prinsip-prinsip berprilaku adil, arif dan bijaksana dan profesional. Berkaca dari putusan kasus MHS dan beberapa kasus- kasus lainya yang tidak memberikan keadilan, maka sudah sepatutnya secara hukum LBH Medan mendesak Mahkamah Agung untuk mencopot Kepala Pengadilan Militer I-02 Medan," ujarnya.
LBH Medan menduga tindakan terdakwa telah melanggar Pasal 76c jo Pasal 80 Ayat (3) UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Tidak hanya itu perbuatan tindakan terdakwa telah bertentangan dengan UUD 1945, KUHPidana, UU HAM, DUHAM dan ICCPR, CRC tentang konvensi hak atas anak.
Sebelumnya, hakim Pengadilan Militer I-02 Medan hanya menjatuhkan 10 bulan penjara terhadap Sertu Riza Pahlevi atas tindakan penganiayaan hingga membuat MHS (15) seorang pelajar meninggal dunia.
Pada sidang yang berlangsung pada Senin (20/10/2025) siang, Letkol Ziky Suryadi, selaku Ketua Majelis Hakim, menyatakan terdakwa bersalah.
Dalam amar putusannya, Ziky mengatakan Sertu Riza terbukti secara sah dan bersalah karena kealpaannya menyebabkan matinya orang lain.
Hakim lalu menyatakan Sertu Riza melanggar Pasal 359 KUHP Jo Pasal 190 ayat 1 UU No 31 tahun 1997, Pasal 7 Jo Pasal 8 ayat 1 Jo Pasal 30 ayat 2 Perma 1 Tahun 2022.
"Memidana terdakwa oleh karena itu, pidana penjara selama 10 bulan," ujar Ziky.
Selain itu, hakim turut memerintahkan agar Sertu Riza untuk membayar restitusi kepada Lenny Damanik, ibu MHS, sebesar Rp 12.777.100. Dalam menjalani hukuman, Sertu Riza pun tidak ditahan.
Baca juga: Update Kasus Oknum TNI Pukul Staf Zaskia Mecca, Hanung Bramantyo : Pelaku Diproses Secara Militer
Sertu Riza melalui kuasa hukumnya menyatakan masih pikir-pikir akan mengajukan banding atau tidak.
Sementara keluarga MHS histeris dan menyatakan bila putusan tersebut tak adil.
Keluarga korban terlihat menangis di depan pintu masuk Pengadilan Militer.
Perlu diketahui, hukuman yang diberikan hakim lebih ringan di banding tuntutan oditur.
Sebelumnya oditur menuntut agar Sertu Riza dihukum 1 tahun penjara dengan denda Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan penjara.
Sertu Riza dituntut karena melakukan kekerasan terhadap anak yang mengakibatkan mati. Dia dikenakan Pasal 76 c Jo Pasal 80 ayat 3 UU No 35 tahun 2014.
Kekerasan yang dialami MHS berawal ketika hendak membeli makanan yang bertepatan melintasi lokasi tawuran.
Diketahui saat itu adanya pembubaran masa tawuran oleh Polisi, Satpol PP dan Babinsa. MHS yang hanya sekedar melihat tawuran menjadi korban dugaan penyiksaan oleh terdakwa hingga meninggal dunia.
Artikel ini telah tayang di Tribun-Medan.com dengan judul LBH Medan Laporkan Hakim yang Vonis 10 Bulan Anggota TNI Bunuh Anak ke KY
Sumber: Tribun Medan
| KPK Duga Tersangka Menas Erwin Beli Rumah Dari Faryd Sungkar Pakai Uang Korupsi |
|
|---|
| KPK Sita Hasil Sawit Senilai Rp 1,6 Miliar dari Kebun Eks Sekretaris MA Nurhadi |
|
|---|
| KPK Periksa Mantan Pebalap Faryd Sungkar Terkait TPPU Eks Sekretaris MA Hasbi Hasan |
|
|---|
| Momen Hakim Non Aktif Djuyamto Menangis di Sidang, Menyesal Abaikan Nasihat Istri hingga Pimpinan MA |
|
|---|
| TNI AL Hormati Keputusan MA Pangkas Hukuman 3 Oknum Prajurit Pelaku Penembakan Bos Rental Mobil |
|
|---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.